Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bungkul, Epicentrum Ekonomi Budaya dan Spiritualitas

18 Desember 2023   21:42 Diperbarui: 18 Desember 2023   21:54 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Anda main ke Surabaya, kurang afdal rasanya kalau tidak main ke Taman Bungkul. 

Hingga kini, taman Bungkul konsisten menyimpan jutaan kenangan manusia yang pernah menghabiskan momen bersama kawan, keluarga, tetangga, bahkan pasangan. 

Taman Bungkul bukan sekadar taman, ada daya tarik magis yang kuat sehingga membuat area seluas 900 meter ini begitu ramai dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, baik lokal maupun mancanegara. 

Taman Bungkul telah menghidupi ratusan UMKM yang berjejer menjajakan produknya, baik berupa makanan, pakaian, aksesoris, bahkan jasa. 

Satu potret yang menarik perhatian saya adalah tukang urut (pijat) tradisional yang menawarkan jasanya dan melakoni praktik pijat ini di lokasi outdoor. 

Jika lazimnya praktik pijat dilakukan pada bilik-bilik dalam ruangan, maka strategi praktisi pijat tradisional Bungkul merupakan anomali. 

Mungkin sebenarnya bukan strategi pemasaran, namun lebih pada terhimpit kondisi; apapun itu nyatanya, konsumen pengguna jasa cukup ramai datang. 

Selain menjadi habitat UMKM lokal Surabaya, Taman Bungkul menyediakan ruang bagi semua pihak untuk berekspresi. 

Hal ini terbukti dengan disediakannya Amphiteater untuk memfasilitasi pelaku seni untuk berkarya dan mementaskan karyanya. 

Setiap hari, izin saya ralat... bahkan setiap 15 menit jika Anda duduk di warung-warung sentra kuliner Taman Bungkul, maka pasti Anda temui seniman-seniman berseliweran sambil membawa gitar, icik-icik, dan peralatan sederhana untuk menunjang unjuk tarik suara. 

Sudut lain yang tak boleh luput dari eksplorasi Anda adalah sisi spiritualitas Taman Bungkul. 

Taman Bungkul tanpa dimensi spiritualitas hanyalah taman biasa yang mungkin dua-tiga kali kunjungan Anda sudah merasa bosan. 

Di sinilah letak keistimewaan Taman Bungkul dibandingkan dengan taman-taman lain di Surabaya, yakni makam Sunan Bungkul atau Ki Ageng Bungkul alias Ki Ageng Supo, seorang tokoh yang dipercaya masyarakat sebagai tokoh keturunan Majapahit yang menyebarkan agama Islam di wilayah Bungkul dan sekitarnya. 

Memang tidak ada sumber tertulis sejaman yang bisa dirujuk pada tokoh ini; sumber yang ada berupa folklore dari masyarakat setempat yang hingga kini tersimpan pada memori kolektif warga Surabaya. 

Keyakinan masyarakat itulah yang secara berkelanjutan menghidupkan Taman Bungkul baik secara ekonomi, budaya, dan spiritual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun