"Orang bijak berbicara karena mereka ingin mengatakan sesuatu; orang bodoh karena mereka harus mengatakan sesuatu." -- Plato
Berkata-kata atau komunikasi merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan bernafas.Â
Dengan berkomunikasi dengan orang lain, seseorang dapat menceritakan keluh kesah, transfer ilmu, negosiasi dan segudang manfaat lain yang bisa didapatkan. Komunikasi merupakan fitrah yang dianugerahkan oleh Allah swt kepada manusia. Â
Maka, jika manusia tidak berkomunikasi tentu akan menerima efek-efek negatif tertentu seperti yang saya kutip dari www.hallodoc.com (2021) yang menginformasikan bahwa kurangnya komunikasi menyebabkan stres. Selain itu, kurangnya komunikasi juga menjadi penyebab kecemasan berlebihan, kesepian dan mengganggu Kesehatan mental.
Jelas sudah urgensi komunikasi bagi kehidupan manusia. Nah, komunikasi umumnya terbagi atas dua bagian yakni komunikasi informal dan komunikasi formal.
Komunikasi informal lebih pada percakapan sehari-hari yang menggunakan Bahasa yang lebih santai sementara komunikasi formal umumnya Masyarakat menyebutnya dengan istilah presentasi.
Menurut Terra C. Triwahyuni dan Abdul Kadir presentasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain dengan berbagai tujuan. Sementara menurut Erwin Sutomo mendefinisikan presentasi berbicara menyampaikan ide atau gagasannya secara lisan di depan audiens.
Selain kedua pendapat tersebut, saya menemukan sebuah narasi menarik yang diungkapkan oleh Intelektual kondang Ulil Absar Abdala Ketika memberikan orasi kebangsaan di ASEEC Tower, Kampus B, Universitas Airlangga. (31/08/2023).
Ulil secara retoris menceritakan tentang teknik presentasi dari dua tokoh ulama di Indonesia yang menjadi panutan warga nahdliyin.
Sebenarnya ada dua madzab pembicara di kalangan NU, yaitu madzab Kyai Cholil Bisri dan madzab Gus Mus. Terangnya.
Sembari tersenyum simpul pria yang akrab dijuluki lurah pondok itu  melanjutkan "kalua Kyai Cholil Bisri itu selalu minta untuk bicara duluan, karena beliau selalu datang tepat waktu dan sudah mempersiapkan bahan pembicaraan sebelum acara.
Kalau Gus Mus, biasanya meminta urutan paling akhir untuk berbicara. Karena beliau tidak menyiapkan bahan, dan mengolah bahan-bahan dari pembicara sebelumnya untuk dijadikan bahan pembicaraanya. Dan saya mengikuti madzab yang ini, karena beliau adalah mertua saya. Tukas Ulil dan disambut gelak tawa pada audience.
Kisah sang intelektual Ulil Absar Abdala memberikan referensi menarik bagi kalangan nahdliyin khususnya yang sedang menempuh Pendidikan.Â
Refrensi tersebut dapat digunakan sebagai preferensi nahdliyin muda untuk memilih salah satu madzab tersebut tentu dengan melalui pertimbangan untung ruginya agar mampu mengkomunikasikan gagasan dan ide secara efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H