Kabar Bahagia datang dari Mbah Nun, kakek yang telah lama "ngemong" cucu-cucu yang berserakan di banyak tempat, dari berbagai lapisan generasi di Indonesia.Â
Kabar sakitnya Mbah Nun selama beberapa pekan menggelisahkan semua cucu-cucu yang mencintainya. Hal ini bukan tanpa sebab, Mbah Nun adalah sosok yang mau bercerita tentang berbagai hal kepada cucu-cucunya hingga larut malam secara terus-menerus (konsisten) dalam berbagai tempat.
Kabar pulihnya Mbah Nun datang dari Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan.
"Alhamdulillah bahwa Cak Nun kemarin jam 19.00 WIB sudah diperbolehkan pulang oleh tim medis dan nanti akan perawatan lebih optimal kalau bisa berkumpul dengan keluarga di rumah ya tentunya," kata Banu, Kamis (17/8/2023).
Lantas mengapa Mbah Nun begitu dicintai?
Ketika saya "search" pertanyaan tersebut pada internet, muncul beberapa alasan yang serupa. Diantaranya ialah sebagai berikut:
Pertama, bijaksana dan menginspirasi adalah kata yang tepat disematkan kepada Mbah Nun. Melalui wejangan-wejangannya, tulisan-tulisannya, terkandung pesan-pesan positif yang mampu memandu cucu-cucu yang kebingungan menghadapi rumitnya arus kehidupan untuk kembali menemukan arah menuju Tuhan.Â
Kedua, dalamnya pesan tentang keikhlasan dan tanpa pamrih. Mbah Nun kerap kali dalam berbagai kesempatan "selalu" mempromosikan tentang keikhlasan mencintai tanpa mengharapkan balasan. Karena balasan terindah sudah disiapkan oleh Allah SWT.Â
Ketiga, Mbah Nun menjadi sosok yang membantu cucu-cucu yang merasa jauh dari Tuhan untuk secara nyaman kembali ke pangkuan Tuhan tanpa merasakan sakitnya di "hakimi" atas dosa-dosanya.Â
Keempat, memiliki kehangatan dan kepedulian. Mbah Nun dikenal sebagai sosok yang hangat dan peduli terhadap sesama. Ia sering kali menekankan pentingnya mengayomi dan peduli terhadap orang lain dengan cinta.
Semua alasan-alasan tersebut merupakan benang merah yang saya ambil dari berbagai sumber yang saya baca pada jejaring internet. Tentu setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing dan sah-sah saja. Tidak ada pandangan yang salah dalam memotret sesuatu.Â
Namun, secara pribadi menurut pandangan saya, Mbah Nun adalah "mbah" yang suka menceritai kami para cucu-cucu yang merindukan sosok yang mau menceritai kami. Itu sudah cukup untuk menjadikan kami mencintainya.
Al-Fatihah untuk kesehatan Mbah Nun...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H