Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perdebatan KK Gendut: Memahami Akar Isu Warga Asli Surabaya

27 Juli 2023   22:13 Diperbarui: 30 Juli 2023   16:02 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, mengungkapkan keresahannya terkait warga yang baru pindah ke Kota Pahlawan dalam hitungan bulan, tapi sudah meminta bantuan. 

Beliau juga menyoroti temuannya di mana satu KK diisi oleh 40 orang, yang tentu saja tidak lazim terjadi. Jumlah anggota keluarga yang terlampau gemuk menyisakan pertanyaan tentang validitas data tersebut.

Eri Cahyadi menyatakan, "Hampir semua wilayah di Surabaya ada kasus seperti ini. Kalau semua warga luar Surabaya minta pindah KK, lalu bagaimana warga Surabaya yang asli" (25/07/2023).

Permasalahan keabsahan status "warga Surabaya asli dan tidak asli" berpotensi menimbulkan prasangka-prasangka yang mendorong kecemburuan sosial pada warga Surabaya. 

Namun, perlu diperhatikan sejarah masyarakat Kota Surabaya dari waktu ke waktu.

Dalam catatan sejarah, Kota Surabaya didirikan oleh Raden Wijaya, seorang panglima dari kerajaan Singasari (petra.ac.id, 2023).

Nama "Surabaya" berasal dari gabungan kata Sura atau Suro yang merujuk pada ikan hiu, dan Baya atau Boyo yang mengacu pada buaya dalam bahasa Jawa. Menurut cerita legenda, dua makhluk ini dianggap sebagai hewan paling kuat yang menjadi lambang kota Surabaya hingga saat ini (ikbis.ac.id, 2023). 

Sejarah panjang kota Surabaya menunjukkan daya tariknya bagi warga luar untuk menetap di setiap masa.

Dalam jurnal berjudul "Surabaya as A Modern Colonial City in the End of the 19th Century: Industry, Transportation, Housing, and Multiculturalism of Society" karya Samidi tahun 2017, dicatat bahwa transisi Surabaya menjadi kota praindustri dimulai pada awal abad ke-19. 

Industri dan sektor transportasi membawa dampak signifikan pada laju migrasi, menyebabkan pertambahan penduduk kota dari tahun ke tahun dan perubahan dalam komposisi populasi. 

Hasilnya, perluasan pemukiman penduduk menjadi hal yang tidak dapat dihindari sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang positif.

Beberapa pabrik gula terletak di area Surabaya, seperti Ketabang, Jagir, Karah, Darmo, Keputran, Gubeng, Bagong, Dadongan, dan Petemon. Keberadaan pabrik gula di berbagai lokasi ini memberikan peluang pekerjaan baru, baik dalam bidang produksi maupun di gudang-gudang penyimpanan gula.

Berdasarkan analisis dalam jurnal yang berjudul "Analisis In-Migration Kota Surabaya Berdasarkan Persepsi Masyarakat" karya Shofigata Azhar tahun 2016, Surabaya menempati peringkat kedua sebagai kota dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, dan kepadatan tersebut terus meningkat.

Sumber gambar: www.ub.ac.id
Sumber gambar: www.ub.ac.id
Dengan mengacu pada data tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Surabaya sejak dulu adalah para pendatang dari berbagai daerah di luar Surabaya dengan rentang waktu yang beragam. 

Oleh karena itu, istilah "warga asli Surabaya" mungkin tidak memiliki makna yang pasti. Sejarah panjang Surabaya yang disokong oleh migrasi manusia telah memberikan kontribusi pada perkembangan ekonomi kota yang perkasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun