Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Seblak: Menjaga Kelezatan sebagai Warisan Budaya

24 Juli 2023   21:37 Diperbarui: 24 Juli 2023   22:02 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Eris Prayatama/Unsplash 

Kuliner dengan sensasi pedas tengah digandrungi masyarakat, terutama kawula muda yang sedang asik-asiknya mengeksplorasi ragam makanan yang memanjakan lidah sekaligus dapat menjadi konten unggahan pada jejaring sosial media mereka. 

Sebut saja Rawon setan, seblak ndower, Mie Iblis, Pecel Gondoruwo, dan sejenisnya; istilah seram tersebut dikonotasikan untuk menggambarkan sensasi "pedas" pada makanan yang disajikan. Dari kesemua makanan yang disebutkan, tampaknya seblak menjadi top of mind.

Survei yang dilakukan oleh JakPat tentang Camilan Paling Banyak Dipesan Lewat Pesan Antar Makanan Online (Mei 2021) dilakukan kepada 1.624 responden yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, menyebutkan bahwa lebih dari 60% memilih martabak.

Kemudian Seblak berada pada urutan kedua dengan 43%, diikuti oleh roti bakar 41%, sementara siomay 39%, ayam krispi 34%, dan sandwich 34%.

Kepopuleran seblak menyimpan sebuah misteri yang hingga saat ini belum terpecahkan. 

Bagaimana asal muasal makanan seblak? Kemudian mengapa makanan pedas gurih ini mampu tetap eksis dalam kancah kuliner hingga hari ini? Mari kita telusuri lebih dalam.

Kata 'seblak' memiliki arti yang mencerminkan rasa makanannya. Menurut Kamus Basa Sunda yang disusun oleh R. Satjadibrata, istilah 'seblak' berasal dari kata 'nyeblak', yang menggambarkan perasaan tidak menyenangkan atau kekesalan di hati, mirip dengan sensasi tersengat.

Kata 'seblak' sendiri merupakan kombinasi dari 'segak' dan 'nyegak', yang berasal dari bahasa Sunda, yang berarti 'menyengat'.

Biasanya, rasa seblak ditandai oleh penggunaan bahan cikur atau kencur, yang memberikan aroma segar dan efek menyengat pada makanan ini. Jadi, ciri khas dari seblak adalah rasa kencur yang terdapat dalam bumbunya.

Jika dirunut sejarahnya, seblak tidak ada dalam catatan makanan legendaris manapun, bahkan pada resep-resep kuno pun tak ada.

Dalam sebuah jurnal berjudul "Kiat Penjual Makanan Tradisional Dalam Menembus Pasar" karya Ria Intani T. tahun 2014, disebutkan bahwa konon menurut seorang penggemar, istilah "seblak" sebagai nama sebuah makanan pernah muncul pada akhir tahun 90-an. Pada masa itu, penjualnya ada di sekitar lingkungan sekolah.

Muncul beberapa pendapat umum mengenai asal muasal seblak. Pendapat pertama mengidentifikasikan makanan ini dengan 'kerupuk godog', yang berarti kerupuk rebus yang berasal dari daerah Sampiuh, Jawa Tengah. 

Pendapat kedua mengatakan bahwa seblak berasal dari Parahyangan. Kemudian, pendapat ketiga ditelusuri kembali ke masa ketika Bandung memiliki persediaan kerupuk yang melimpah. Pada waktu itu, kerupuk yang telah lama digoreng tidak memiliki rasa yang sama enaknya seperti kerupuk yang baru dibuat. Selain itu, kerupuk lama juga menjadi lebih keras dan sulit untuk dikunyah 

Karena banyaknya kerupuk lama yang menumpuk, orang-orang sering kali membuangnya begitu saja. Namun, seiring berjalannya waktu, orang-orang mulai merasa sayang untuk membuang kerupuk tersebut dan mencari cara untuk mengolahnya dengan lebih baik. Inilah kemudian muncul berbagai ide dan kreasi untuk mengolah kerupuk lama, dan akhirnya, lahirlah seblak (detik.com, 2023).

Sejarawan kuliner Fadly Rahman (27/2/2022) menganggap ketiga pendapat tersebut sangat lemah dan tidak bisa dibuktikan karena tidak memiliki dokumen resmi. Jadi, seblak merupakan makanan populer yang belum paten milik daerah tertentu.

Lantas, bagaimana makanan seblak tetap mampu menjadi "Primadona" hingga hari ini? Berikut beberapa hal yang membuat seblak tetap eksis dalam dunia kuliner Indonesia:

  1. Seblak menawarkan kelezatan dan cita rasa khas berupa gurih dan pedas, yang membuatnya menjadi hidangan yang menggugah selera. Gabungan kerupuk basah yang kenyal dengan berbagai bahan tambahan seperti sayuran, daging, atau telur, serta rempah-rempah yang kaya, menjadikan seblak sebagai hidangan yang lezat dan memuaskan.

  2. Sebagai salah satu jajanan jalanan, seblak sangat digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Mudah ditemui di pedagang kaki lima, warung makan, atau festival kuliner, seblak menjadi pilihan favorit bagi mereka yang ingin menikmati makanan enak dengan harga terjangkau.

  3. Seblak telah mengalami perkembangan menjadi hidangan modern dengan berbagai variasi rasa dan bahan tambahan. Selain isian asli seperti kerupuk, mi, dan makaroni, seblak juga bisa dijadikan lebih menarik dengan penambahan bakso, aci, atau bahan lain sesuai selera. Hal ini memberikan inovasi pada seblak dan menarik minat anak muda serta masyarakat umum.

  4. Seiring dengan tren kuliner yang berkembang dan kecenderungan masyarakat untuk mencari makanan tradisional, seblak berhasil menarik perhatian. Selain memiliki cita rasa yang unik, seblak juga menjadi makanan yang Instagramable dan sering menjadi viral di media sosial. Hal ini turut berkontribusi dalam meningkatkan popularitas seblak di kalangan masyarakat.

Hal-hal tersebutlah yang mendorong seblak sukses menjadi makanan populer dan mampu mendapatkan tempat istimewa dalam hati masyarakat Indonesia. 

Sedemikian menariknya makanan seblak hingga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) membuka peluang untuk mengusulkan seblak sebagai warisan budaya tak benda (Kompas.com, 2023). Wacana ini tentu menjadi sebuah angin segar bagi para pegiat budaya dan masyarakat untuk menjaga karya anak bangsa agar tetap lestari dan dapat dirasakan manfaatnya bagi generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun