Surabaya merupakan kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia yang memiliki budaya nyangkruk di kalangan masyarakatnya. Nyangkruk merupakan  fenomena kota metropolitan yang menunjukkan makna kehadiran subjek pelaku dalam komunitas warung kopi di tengah-tengah warga kota (santoso, 2017), Sementara menurut Mudhowillah (2013:2), cangkrukan menjadi fenomenal karena selain banyak dilakukan oleh warga Surabaya, aktivitas ini menjadi wahana komunikasi, pusat sosialisasi, pusat informasi, dan juga sebagai hiburan. Nyangkruk telah identic sebagai sebuah budaya "khas" masyarakat Surabaya.
Dalam konteks Tujuan pembangunan berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), budaya nyangkruk ini dapat menjadi peluang positif untuk menginisiasi Warung Kopi (warkop) berkelanjutan di Surabaya.
Tujuan SDG 11 Kota dan Pemukiman Berkelanjutan target 11.4 menekankan pentingnya upaya untuk memperkuat usaha untuk melindungi dan menjaga warisan budaya dan alam yang penting bagi kesejahteraan manusia. Dalam hal ini, budaya nyangkruk di Surabaya peluang nyata yang dapat menjadi wahana implementasi TPB/SDGs, dengan mengembangkan warkop berkelanjutan yang memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Belum ada definisi resmi dari Lembaga maupun literatur akademik manapun terkait "Warkop Berkelanjutan" namun interpretasi penulis warkop berkelanjutan merupakan sebuah warkop yang dalam pengelolaan bisnisnya memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Tentu boleh orang berpendapat lain dan malah sesuatu yang positif jika isu warkop berkelanjutan kemudian banyak dikaji dalam dunia akademis.
Budaya nyangkruk menjadi wahana positif dalam upaya implementasi Tujuan SDG 11 di Surabaya. beberapa peran penting seperti melibatan masyarakat dalam pembangunan kota yang berkelanjutan, pemanfaatan ruang publik, memperkuat identitas budaya dan keberagaman, serta mendorong ekonomi kreatif dan berkelanjutan melalui warkop dan tempat nyangkruk lainnya. Melansir situs BPKAD Surabaya (2023) Pemerintah Kota Surabaya memanfaatkan asetnya berupa lahan kosong atau lahan tidur seluas 9,5 juta meter persegi tersebar di berbagai penjuru Kota Pahlawan, Jawa Timur, untuk program padat karya yang salah satu programnya adalah warkop/caf.
Warkop Berkelanjutan tempat nyangkruk yang mendukung Tujuan SDG 11 memiliki tantangan yang beragam seperti kurangnya pemahaman tentang konsep berkelanjutan, dan persaingan bisnis kedai kopi yang ketat dan belum banyak masyarakat yang tau tentang warkop berkelanjutan.Â
Sementara peluang yang ada adalah dukungan pemerintah dalam memberikan pelatihan dan bantuan untuk meningkatkan keterampilan pengelolaan usaha warkop berkelanjutan, trend minum kopi yang popular dikalangan masyarakat, serta budaya nyangkruk yang menjadi nyawa masyarakat di Surabaya. Inovasi warkop berkelanjutan merupakan ide yang penulis wacanakan ke public, sementara untuk kelanjutannya tergantung sejarah yang akan mencatat 10 sampai 20 tahun mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H