PENDAHULUAN
Pada umumnya dalam budaya Indonesia lansia dirawat oleh anggota keluarganya, antara lain, anak bahkan cucu. Kadangkala untuk merawat lansia menggunakan jasa perawat khusus lansia. Namun tetap saja anggota keluarga, anak, cucu yang memiliki perhatian lebih besar kepada orangtua mereka.
Berbagai situasi dan kondisi yang mungkin terjadi saat merawat lansia. Merawat orangtua dalam agama juga mendatangkan pahala bagi anak dan cucu.
Rata-rata masyarakat Indonesia berpandangan bahwa bantuan/dukungan sebagai anak kepada orangtua mereka adalah dengan merawat orangtua yang sudah lansia agar tinggal bersama-sama dengan mereka. Hal ini berkaitan dengan budaya Indonesia dimana budaya extended family masih dilakukan. Hal ini memungkinkan lansia untuk tinggal bersama keluarga (anak, menantu, cucu dan anggota keluarga lain).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Laubunjong (2018) menunjukkan bahwa sebagian besar lansia menginginkan dirawat oleh anak perempuannya. Lansia mengharapkan mendapat perawatan, dukungan finasial dan pelayanan kesehatan oleh anak perempuan mereka.
Suka Duka Merawat Lansia
Anak sebagai caregiver family umumnya masih dalam periode rentang usia sekitar 40 tahun, dimana anak sebagai caregiver masih dalam kondisi memiliki keluarga sendiri dan ada juga masih bekerja. Hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri manakala harus merawat lansia.
Salah satu contoh keadaan yang lain seperti sifat pelupa lansia, dapat menimbulkan prasangka diantara anak, ketika ada anak lain yang mengunjungi, bercerita ia belum diberi makan (padahal baru saja ia selesai diberi makan).
Bern (2004) mengungkapkan bahwa keluarga memiliki peran sebagai sumber dukungan maupun pemeliharaan emosi anggota keluarga sehingga membuat anggota keluarga merasa bahagia, sehat dan aman.
Efektivitas dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga menjadi salah satu faktor kunci dalam mendukung kesejahteraan hidup para lansia, mengingat dukungan sosio-emosi berkaitan erat dengan peningkatan kesejahteraan fisik dan mental lansia (Jatie dkk,2021).
Seperti kata pepatah bahwa hati yang gembira adalah obat, dukungan emosional dalam bentuk perhatian menimbulkan perasaan berharga dalam diri lansia.
Jenis dukungan sosial menurut Arpact (2008) antara lain: dukungan informasi, dukungan instrumental, dukungan emosional, dukungan penghargaan, integrasi sosial.
Berdasarkan hasil penelitian Ni Made Riasmini dkk dalam Pengalaman Keluarga dalam Penanganan Usia Lanjut, hanya tiga jenis dukungan yang dapat diberikan caregiver maupun masyarakat sekitar terhadap lansia, yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan dan dukungan instrumental.
Dukungan instrumental antara lain terkait kebutuhan dana kehidupan sehari-hari lansia, kebutuhan pelayanan jika lansia sakit.
Dukungan penghargaan yang dapat diberikan antara lain menganggap penting pengalaman dan pengetahuan lansia, sebagai orangtua yang dapat dimintai nasehat dan pendapat mereka. Dimana posisi lansia sebagai orangtua masih dianggap penting pendapat dan nasehat mereka.
Dukungan emosional yang dapat diberikan kepada lansia antara lain, mengunjungi mereka ketika sakit, mengingat hari penting dan berarti dalam hidup mereka, seperti mengingat hari ulang tahun, ulang tahun pernikahan dll.
Dalam keseharian untuk menunjukkan dukungan emosional bagi lansia antara lain, dengan adanya tegur sapa dipagi hari, mengucapkan selamat malam sebelum tidur, atau mengajak lansia berbicara sebelum mereka tidur.
Dilema saat merawat lansia
Situasi ini kadang mendatangkan dilema bagi anak yang merawat lansia. Perawatan terhadap lansia ini kadangkala menimbulkan beban psikologis bagi caregiver. Seseorang yang merawat lansia berpotensi memiliki dampak negatif seperti perasaan bersalah, rasa cemas, khawatir, pesimis yang berujung dapat menimbulkan depresi pada caregiver (Pinquart and Sorensen, 2003).
Sales (2003) di dalam penelitiannya menyebutkan bahwa seseorang rentan mengalami burden caregiving apabila lansia yang ia beri perawatan merupakan lansia dengan penyakit kronis.
Burden caregiving adalah respon yang terbebani yang muncul akibat stres fisik, psikologis, sosial maupun finansial berkaitan dengan perawatan lansia.
Contoh reaksi yang muncul biasanya marah, akibat ketegangan dan ketidaknyamanan. Kurang memiliki waktu personal dan perasaan bersalah kurang mampu memberikan perawatan terbaik bagi lansia. Walau bagaimanapun keluarga dan merawat lansia sama pentingnya, namun ia kehilangan waktu untuk merawat dirinya sendiri.
Untuk mengatasi hal ini maka perlu menyiasati cara berpikir dan menyikapi situasi ini, dengan mengubah pola berpikir dan membuat prioritas.
Seorang caregiver perlu mengelola pola berpikir dan sikap saat berada dalam situasi merawat lansia dan mengurusi keperluan keluarga/rumah tangganya sendiri.
Agar caregiver dan lansia sebagai orangtua yang dirawat memperoleh kesejahteraan secara mental bersama sama, maka caregiver perlu memiliki pemahaman dan kiat tertentu menjalani kehidupan sehari-hari. Caregiver yang siap dan mampu mengelola perasaan saat-saat situasi menjengkelkan, jenuh dan bisa juga diliputi rasa bersalah.
Langkah praktis sehari-hari saat merawat lansia
Situasi dialektis kadang terjadi saat merawat lansia, disatu sisi ada kebahagiaan dapat merawat orangtua disisi lain ada perasaan amarah karena kekurangan waktu bagi diri sendiri, rasa bersalah karena memarahi orangtua dll.
Dua kutub perasaan positif dan negatif secara bersamaan muncul pada caregiver. Untuk situasi ini maka perlu diambil Langkah antara lain:
Berpikir Mindfull
Menyadari memahami fakta bahwa merawat lansia ada kalanya rasa bahagia kr bisa membalas jasa orangtua dan kadang jengkel, dll dengan kondisi lansia.
Caregiver dapat mengamati dan menggambarkan situasi yang ia jalani sehari-hari dan menerima, berjalan dengan situasi yang ada. Menerima situasi.
Menerima secara perasaan dan menerima secara rasional juga. Bahwa lansia yang dirawat adalah orang yang menyayangi mereka dan mereka juga menyayangi orangtua mereka dan secara rasional sudah sewajarnya mereka merawat orangtua. Dengan penerimaan yang penuh, akan memudahkan caregiver memasuki langkah selanjutnya yaitu distres tolerans.
Distress Tolerans
Menumbuhkan kemampuan bertoleransi terhadap stres melalui bertahan (survive) dalam situasi tanpa menambah masalah baru, ketimbang marah-marah, menggerutu, berkeluh kesah.
Mencoba membandingkan asa lalu yang cukup menyenangkan hidup bersama orangtua. Secara aktif mencari ketrampilan masalah yang berkaitan dengan tugas sebagai caregiver.
Melakukan Regulasi Emosi
Agar berbagai emosi negatif dan emosi positif tidak campur aduk, jadi perlu mengelola, meletakkan, mengkategorikan semua pengalaman hidup yang berkaitan dengan perasaan, kedalam kotak-kotak yang sesuai dan relevan.
Tujuannya agar menemukan pengalaman emosi positif untuk dipakai menyelesaikan masalah-masalah yang sulit saat merawat lansia.
Dengan harapan memiliki kendali emosi, contohnya: "boleh marah tapi tidak merusak". Kalau marah bicara yang saat ini saja tidak mencampur adukkan dengan masa lalu, hal-hal lain.
Menjalin Relasi Interpersonal Secara Efektif
Sebagai bagian anggota keluarga, lansia sehari-hari membutuhkan relasi interpersonal dengan caregivernya. Sebagai caregiver tentu membutuhkan kiat tertentu agar masih dapat menjalin komunikasi secara efektif agar relasi dengan lansia dapat terjalin.
Cara yang dapat dilakukan caregiver adalah tetap bersikap lembut, ramah meskipun kadang sikap lansia seolah seperti kekanak-kanakan, dll.
Hal yang lain adalah menunjukkan minat dengan cara mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh lansia. Kadangkala mereka hanya membutuhkan untuk didengar.
Dengan mendengarkan apa yang disampaikan lansia, caregiver mungkin dapat tertolong untuk memahami apa yang jadi opini maupun perasaan lansia saat itu. Terakhir gunakan senyuman, canda dan humor agar sebagai caregiver tidak terlalu tertekan dalam interaksi dengan lansia.
Semoga tulisan ini dapat menolong setidaknya para caregiver mendapat sedikit pencerahan dalam merawat lansia.
Hari ini mungkin Anda yang merawat orangtua, entah mungkin beberapa tahun lagi giliran kita yang dirawat oleh anak atau cucu.
Namun kita sudah memberikan kemampuan dan contoh yang mampu diberikan pada generasi berikutnya.
Use the "Insert Citation" button to add citations to this document.
DAFTAR PUSTAKA
- Sawitri, S. S., Gimmy, P. S. A., Amalia, D., Intan, W. K., Nurhamidah, & Edo, S. J. (2021). Pedoman Nasional Pelayanan Psikologi Klinis (Pertama). IPK Indonesia. https://ipkiindonesia.or.id
- Juke, R. (2021). Penatalaksanaan Psikologi Medis (R. S. Juke (ed.); jilid 2). Pustaka Pelajar.
- Becket, C., & Taylor, H. (2019). Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia (4th ed.). Pustaka Pelajar.
- William, O. T., & Jane, F. E. (Eds.). (2012). Cognitive Behavior Theraphy: Prinsip-Prinsip Utama untuk Praktik.
- Ratu, R. D., & Tondok, M. S. (2022). Efektivitas Program Mindful Self - Sompassion: Tinjauan Pustaka Sistematis Effectiveness of Mindful Self-Compassion Programs:A systematic Literature Review. 20, 153--164.
- Domas, E., Wardani, A., Retnaningsih, D., Wulandari, P., Ners, P. S., Widya, U., & Semarang, H. (2020). Dukungan Keluarga Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Lansia Demensia. 7(2), 49--56.
- Ayu, P. N., Lina, J., & Ira, M. A. (2017). Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia di Rumah (Studi Fenomenologi). 5(1), 56--68.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI