Sebelum digelarnya pertandingan antara Timnas U-18 Indonesia melawan Vietnam dalam perhelatan Piala AFF tahun ini, masyarakat pencinta bola sudah punya harapan dan kerisauan tersendiri akan hasil yang didapatkan jika Egy M Vikri dkk bertemu tim kuat Asia Tenggara itu. Harap-harap cemas, begitulah istilah lamanya.Â
Cukup apiknya permainan Indonesia yang dalam persiapannya menuju event ini telah berpartisipasi dalam turnamen Toulon Perancis, Juni 2017 pastinya telah menjadi penyebab membuncahkan harapan tersebut. Sementara itu kecemasan menghantui manakala mengingati prestasi persepakbolaan Vietnam yang terkenal dengan kerja sama tim dan permainan cepat serta spartannya tersebut akhir-akhir ini justru terlihat semakin mantap.
Akhirnya kekhawatiran itulah yang justru termanifestasi menjadi kenyataan, dan timnas sepak bola kita kalah lagi. Kali ini cukup telak 0-3. Sebuah skor akhir yang cukup signifikan sebetulnya. Kalah 0-1 mungkin bisa dilembutkan dengan dalih ketidakberuntungan. Kalah 0-2 pula kita boleh menjelaskan dengan alasan "lawan bermain lebih baik". Lantas tewas 0-3 apa ungkapan yang sepatutnya secara jujur kita berikan? Semua tergantung pada sudut pandang dan dipengaruhi oleh wawasan serta terpulang pada kepentingan yang terkait.
Menarik mengamati ulasan banyak pengamat sepak bola dari berbagai media. Ada yang yang menyebut faktor lemahnya lini pertahanan menjadi sebab kegagalan Timnas kita kali ini. Ada juga yang menyoroti efektifnya serangan balik dan organisasi pertahanan Vietnam. Tidak sedikit pula masyarakat awam yang memberi penilaian pada perbedaan kualitas penjaga gawang.Â
Berbeda dengan pernyataan-pernyataan itu, di sini penulis berusaha membuka catatannya, tidak saja terbatas pada pertandingan yang disebut di atas, malah sebetulnya ini juga berlaku secara umum pada semua timnas kita.
1. Kesalahan tidak perlu
Secara terus terang kita bisa mengatakan bahwa masih sering terjadi kesalahan-kesalahan mendasar yang semestinya sudah bisa ditinggalkan. Tersalah umpan misalnya, kalau segera bisa direbut kembali, atau jika berada jauh dari daerah pertahanan sendiri jelas masih bisa kita maklumi.Â
Tetapi jika kesalahan mengamankan bola tetapi malah berujung pada tendangan penjuru untuk lawan sampai berbuah gol, sedangkan saat itu pemain kita berada di (dekat dengan) daerah lawan rasanya agak menyesakkan. Dan itulah nyatanya proses yang mengawali gol pertama Vietnam. Kalau saja saat itu bola dibuang keluar sisi lapangan maka resikonya tentu jauh lebih kecil.
2. Attitude kurang produktif
Istilah di atas mungkin kurang familiar. Istilah yang lebih glamor dan mendekati makna yang dimaksud mungkin adalah possession play yang cenderung negatif atau tersalah dijalankan. Mungkin ini sudah menjadi trademark sepak bola Indonesia, karena kita bisa saksikan terjadi di semua kelompok umur timnas kita. Apa itu? Ritual memain-mainkan bola ke sesama pemain belakang, ke samping kanan, ke samping kiri malah ke belakang dan ke belakang lagi, terlalu lama dan seolah tanpa signifikansi!
Mungkin mereka mau menarik pemain lawan keluar dari daerah pertahanannya. Tetapi yang demikian ini kita tidak lihat pun pada tim negara lain! Setidaknya tidaklah separah timnas kita. Sampai-sampai bola dioper kepada kawan tanpa ditendang tapi si kawan yang datang dan si pembawa bola berdiam diri. Kalau hampir tiap mau menyerang melakukan hal seperti ini lantas berapa lama waktu dihabiskan dengan sesuatu yang kurang bermanfaat itu?