Mungkin pelatih beranggapan materi latihan umpan-umpan pendek ini sudah diberikan jauh-jauh hari di level bawah. Levelnya sekarang harus ke strategi. Strategi dari mana yang akan bisa jalan kalau main bola dari kaki ke kaki saja belum lengket?Â
Atau kuat dugaan bahwa materi latihan kontrol bola melepasi pressing lawan dan umpan dari kaki ke kaki ini tidak dibarengi dengan pattern/pola/konfigurasi tertentu. Jadi kalau Anda hanya main pindahin bola dari satu kaki ke kaki lainnya lawan akan mudah menebak ke mana arahnya. Jelaslah hal ini membutuhkan pattern, pola atau rumus konfigurasi tertentu agar bisa membawa bola lepas dari pressing lawan sekaligus bergerak progresif menyerang, bukan semata hanya keluar dari pressing lawan.
Jadi titik berat dari tulisan ini sebetulnya ingin menyarankan pelatihan yang intensif, massive dan maraton kepada pemain timnas tentang kontrol bola dan umpan pendek dari kaki ke kaki disertai pola atau konfigurasi menyerang dan bertahan. Jadi jangan ada lagi cerita pemain saling berjauhan, salah umpan, umpan tidak akurat, umpan terburu-buru dan lain-lain. Kalau perlu latihan seperti ini dilaksanakan sekian jam sehari, 6 hari seminggu, sampai pemain betul-betul mahir teknik dasar mengawal bola, melepasi tekanan lawan, dan sekaligus dalam mengontrol itu adalah menyerang bukan semata-mata untuk menghindari hadangan dan tekanan lawan.Â
Selama ini jelas sekali penguasaan ini sangat rendah, sebagai akibatnya pemain panik, umpan terburu-buru dan tidak akurat. Dan akibat berikutnya adalah SANGAT FATAL: permainan tidak berkembang dan jadi bulan-bulanan lawan tangguh seperti Thailand, dan mungkin nanti Filipina, Vietnam dan bahkan Malaysia yang sering kita remehkan kualitas skill individunya itu. Bukti otentik sudah ada: digulung tim sekelas Myanmar dan tentu saja Thailand.
2. Permainan Indonesia seperti Tidak Ada Pola
Kalau ada juga umpan-umpan pendek antara pemain Indonesia maka itu biasanya adalah karena mereka masih sambil mikir ke mana bola akan dimainkan atau karena mereka terkena  pressing lawan. Mereka tidak bisa segera secara otomatis saling bertukar umpan untuk menyerang dan maju mendekati gawang lawan menciptakan peluang. Sepertinya pemain Indonesia terlalu terobsesi dengan umpan terobosan sebagai satu-satunya untuk membuka peluang. Mereka seperti kurang modal kreativitas mengeksplorasi peluang dengan mempermainkan bola sesama mereka mengelabui hadangan pemain lawan di jantung pertahanan lawan.
Dan kalau pemain kehilangan bola maka episodenya akan berlarutan sampai terjadi kemelut di depan gawang sendiri atau bahkan berbuah petaka: gol. Mengapa terjadi yang demikian ini? Jawabannya mungkin karena pemain Indonesia kurang keras mendapat materi latihan pola atau konfigurasi penyerangan dan bertahan. Materi itu pasti ada, tetapi sekali lagi kurang dalam dan kurang spartan. Metode yang dipakai Indra Syafri dalam hal ini mendekati kemauan kita. Mereka lama bersama dan hasilnya juga berbeda bukan?
Penulis tidak menekankan pada lamanya mereka dikumpulkan, tetapi lebih kepada penyajian materi latihannya. Untuk menghayati mengapa penulis mengangkat materi bahasan ini coba pembaca perhatikan permainan timnas U19 melawan Thailand semalam, khususnya di babak kedua. Anak-anak itu diombang-ambingkan dan dijadikan penonton oleh operan-operan bola santai hampir tanpa keringat dari para pemain Thailand.Â
Mereka tidak terlihat menonjol skill individunya dengan show off atau pamer ketrampilan tertentu di lapangan, seperti yang pernah kita lihat dibuat beberapa pemain kita,  tetapi dalam memainkan bola bersama mereka begitu lengket. Bahkan pemain kita tercungap-cungap mengejar ke sana ke mari mengikuti tanpa hasil operan bola dari kaki-kaki pemain lawan.Â
Sungguh pemandangan yang tragis...! Tidak sakitkah anda melihatnya. Mana skill individu yang katanya pemain Indonesia lebih hebat itu...? Pemandangan sama telah ditunjukkan Thailand ketika Asian Games yang terbaru di mana kita digelontori gol semau-maunya pemain Thailand dan penguasaan bola yang didominasi mereka tanpa kita mampu melawan sedikitpun.
Kalau pemain kita mengejar atau mem-pressing lawan, maka itu di lakukan ketika momennya sudah terlambat dan bukan hasil dari antisipasi. Cara pressing-nya pun juga sekedarnya. Alhasil pengejarannya sia-sia dan malah menyisakan ruang kosong yang ditinggalkannya. Seharusnya melakukan pressing pun harus dengan konfigurasi tertentu sehingga pemain lawan kerepotan bergerak. Semua itu justru terlihat terjadi dilakukan timnas negara lain terhadap timnas kita.