Mohon tunggu...
gatot winarko
gatot winarko Mohon Tunggu... -

Sederhana dan Konsisten (Copas from Mandawega) hehe..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Bharatayudha Pilpres 2014, Jokowi Menang

26 Mei 2014   02:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:07 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panggung pesta demokrasi Indonesia semakin ramai jelang pilpres digelar. Berbagai persiapan telah dilakukan masing-masing kandidat yang bertarung, yakni Joko Widodo alias Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhadapan dengan Prabowo Subianto yang menggandeng Hatta Rajasa sebagai wakilnya. Layaknya pertarungan final yang senantiasa berjalan seru dan penuh drama, kontes bertajuk pilpres juga diprediksi akan menyajikan persaingan yang seru. Kedua kubu memiliki kekuatan yang seimbang jika menilik jumlah dukungan parpol pengusung masing-masing pasangan. Di luar itu, keduanya juga didukung tokoh-tokoh nasional yang dapat mempengaruhi arah dukungan masyarakat luas.
Melihat persaingan yang sengit antara Jokowi dan Prabowo, saya teringat dengan kisah Mahabarata yang saat ini lagi nge-trend lantaran ada stasiun televisi swasta yang menayangkannya tiap malam. Secara umum, Mahabarata menceritakan tentang perang saudara antara Kurawa dan Pandhawa. Perang ini dipicu perebutan kekuasaan kerajaan Astina. Baik Kurawa maupun Pandhawa, keduanya mengklaim sebagai pewaris tahta kerajaan. Kurawa dipimpin oleh Prabu Duryudana yang berperawakan tinggi besar sedangkan Pandhawa dipimpin Prabu Yudhistira alias Puntadewa yang berpengarai lurus, kalem, dan jujur.
Dalam perang tersebut, baik Kurawa maupun Pandhawa memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Kurawa misalnya didukung oleh Prabu Salya yang merupakan mertua Prabu Duryudana. Selain itu Kurawa juga mendapat bantuan dari Prabu Karna yang sebenarnya saudara seibu dengan Pandhawa. Namun karena merasa dibesarkan oleh keluarga Kurawa dan merasa dicampakkan oleh Pandhawa-Karna diasuh oleh seorang kusir kerajaan dan tidak pernah mendapat kasih sayang ibu kandungnya, Karna berada di pihak Kurawa. Kurawa juga semakin di atas angin karena dua tokoh senior kerajaan ada di pihak mereka, yakni Resi Bisma dan Guru Dorna.
Sementara itu, Pandhawa juga mendapat dukungan dari kerajaan Dwarawati yang dipimpin Prabu Kresna yang menjadi pengatur jalannya perang. Kerajaan Wiratha juga ada di pihak Pandhawa. Namun kekuatan utama Pandhawa ada pada senopati muda yang mereka miliki. Ada Raden Gatotkaca yang tak lain adalah putra Bima. Ada pula Raden Abimanyu, Bambang Irawan, Raden Pancawala dan juga anak-anak Pandhawa lain. Meskipun masih muda, namun mereka punya kekuatan yang tak bisa diremehkan.
Namun dari sejumlah pendukung yang telah disebutkan di atas, ada satu pendukung yang merupakan variabel utama yang menjadikan Pandhawa keluar sebagai pemenang. Yakni adalah Prabu Kresna. Kresna dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu, digambarkan mempunyai kulit yang hitam, berbeda dengan suadara kembarnya Prabu Baladewa yang berkulit putih kemerah-merahan. Namun Prabu Kresna memiliki watak tenang dan cerdas sehingga dapat mengayomi orang di sekitarnya.
Sebenarnya Prabu Duryudana diberi kesempatan untuk memilih, siapa yang akan menjadi sekutunya dalam perang. Pilihannya adalah Prabu Kresna seorang atau seribu raja beserta pasukannya. Secara logika, pilihan Prabu Duryudana tepat, dia memilih seribu raja beserta pasukannya. Duryudana berpikir dengan tambahan seribu raja dan pasukannya, maka kekuatan mereka akan berlipat. Lagipula, sudah ada Resi Bisma dan Guru Dorna yang tak kalah sakti dan pandai dibanding Kresna. Namun ternyata hal inilah yang menjadi pertanda awal bahwa Kurawa akan kalah perang. Menurut tokoh sepuh (senior), Kresna dianggap sebagai “Key Player” dalam perang Bharatayudha. Kresna adalah wakil para dewa untuk memantau jalannya perang. Meskipun demikian, Kresna diperbolehkan membela salah satu pihak, dan menurut para sesepuh kerajaan, siapa yang dibela Kresna akan menang.
Memang cerita wayang di atas bisa dianggap mitos dan sekedar cerita (fiktif) seperti yang ditulis kebanyakan penulis dalam bentuk novel. Namun dari cerita tersebut tentu dapat diambil pelajaran berharga. Tentu pembaca bisa membayangkan siapa yang saya maksud sebagai Kurawa dan siapa sebagai Pandhawa. Tanpa menyebut satu sebagai antagonis dan yang satu sebagai protagonis, mari kita nilai dari gaya sang pemimpin kubu dan pihak pendukungnya.
Prabowo memiliki perawakan besar dan tegas hampir serupa dengan Prabu Duryudana. Sedangkan Jokowi lebih terlihat kalem dan sederhana layaknya Prabu Yudhistira. Prabowo didukung oleh lebih banyak partai dibanding Jokowi. Sejumlah tokoh nasional seperti Mahfud MD dan Rhoma Irama juga bergabung dengan Prabowo. Namun ada satu orang yang ternyata berada di pihak Jokowi, orang inilah yang secara fisik maupun pengaruhnya hampir mirip dengan Kresna, berkulit gelap dan cerdas.
Ya, beliau adalah Dahlan Iskan (DI). Setelah dipastikan tak dapat maju sebagai capres meskipun memenangkan konvensi, Dahlan Iskan akhirnya menyatakan dukungannya kepada Jokowi-JK. Dengan kekuatan media dan basis pendukung yang kuat di bawah bendera Relawan Demi Indonesia, Dahlan Iskan bisa menjadi ‘Key Player’ penentu kemenangan pilpres kali ini.
Tentu ini tak semudah membalikkan tangan. Setelah mendapat dukungan DI, pihak Jokowi tak boleh jumawa. Jokowi harus meniru Pandhawa yang selalu rendah hati dan bekerja keras untuk dapat memenangkan pertempuran. Jokowi juga harus dapat merayu DI untuk mengerahkan kemampuannya dalam memberi dukungan. Selain itu, Jokowi juga harus memotivasi ‘senopati muda’ macam Ganjar Pranowo, Rieke Dyah Pitaloka, Budiman Sudjatmiko, dan lain-lain untuk terus all out dalam upaya memenangkan pilpres.
Seperti halnya perang Bharatayuda yang tak bisa dihindari karena sudah dianggap sebagai takdir yang harus terjadi, persaingan antara Jokowi dan Prabowo-pun juga harus terjadi. Meskipun demikian, saya berharap Prabowolah yang menang agar tersaji jalan cerita yang berbeda dengan kisah Kurawa-Pandhawa. Saya ingin tahu, bagaimana jika Kurawa yang menang. Apakah berbagai pelanggaran HAM akan terjadi? Apakah kekejaman dan sikap otoriter pemerintah akan membawa kita kembali ke era orde baru? Ataukah kita justru akan berkembang menjadi bangsa yang dewasa, dan menyadari bahwa sikap keras (baca: tegas) tapi dengan tujuan yang jelas lebih baik daripada sikap ‘baik hati’ yang didalamnya penuh ketidakjelasan tujuan dan akhirnya saling menyalahkan. Selamat memilih presiden baru, salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun