Mohon tunggu...
Mas Emje
Mas Emje Mohon Tunggu... -

Mencoba lebih cerdas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kantong Plastik, Bebani Konsumen, Ringankan Produsen

5 Maret 2016   18:10 Diperbarui: 5 Maret 2016   18:51 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsumen ditakut-takuti oleh pemerintah dengan data-data yang luar biasa. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tuti Hendrawati Mintarsih menyatakan, Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia, setelah Cina. Sampah plastik yang disumbang Indonesia sebanyak 187,2 juta ton.

Berlimpahnya sampah plastik ini mendorong pemerintah memutar otak untuk menguranginya. Salah satu kebijakan yang diambil dan sekarang lagi diujicobakan adalah mewajibkan konsumen membayar setiap kantong plastik untuk belanjaan mereka khususnya yang berbelanja di mal-mal, swalayan, dan hipermarket.

Sepintas lalu, kebijakan ini masuk akal. Dengan membeli kantong seharga Rp 200 diharapkan konsumen tidak lagi menggunakan kantong plastik tapi membawa tas dari rumah. Ini 'memaksa' konsumen mengurangi kantong plastik.

Namun, jika dicermati, kebijakan tersebut justru sama sekali tidak akan mengurangi sampah plastik dan merugikan konsumen. Soalnya, justru sampah kemasan plastik sama sekali tidak diindahkan oleh pemerintah. Tidak ada 'pemaksaan' mengurangi sampah dari kalangan produsen. Padahal sampah kemasan inilah sumber sampah bagi konsumen. Coba perhatikan, dalam kantong plastik konsumen yang berbelanja, berapa kantong kemasan yang ada di dalamnya. Pasti lebih dari satu. Dan dapat dipastikan pula kantong kemasan itu sulit terurai di alam.

Padahal, dulu sudah ada kebijakan bahwa produsen harus menyumbangkan dananya untuk program pengurangan sampah. Salah satunya adalah membuat kantong plastik ramah lingkungan. Dan hasilnya, hampir semua mal-mal dan swalayan telah menyediakan kantong plastik ramah lingkungan.

Lalu mengapa sekarang kewajiban konsumen itu dipindahkan ke konsumen? Jelas, ini sangat menguntungkan para pengusaha besar dan sangat merugikan konsumen. Produsen yang dulu harus mengalokasikan dana untuk kebutuhan kantong plastik ramah lingkungan, sekarang bebannya diberikan kepada konsumen.

Walhasil, kebijakan ini kental sekali nuansa pro kapitalisnya. Rezim penguasa sekarang begitu tega-teganya memindahkan beban pengurangan sampah ini kepada konsumen yang notabene rakyat. []

   

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun