Mohon tunggu...
Mas Emje
Mas Emje Mohon Tunggu... -

Mencoba lebih cerdas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kemaruk, Menyorot Konflik di Tubuh PPP

20 April 2014   14:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:26 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hasil pemilihan umum legislatif belum diumumkan. Tapi partai politik sudah kasak-kusuk ke sana ke mari. Puja sana, puja sini. Yang dulunya saling bermusuhan, kini saling bersalaman dan berangkulan. Visi yang dulunya sangat berbeda, sekarang disama-samakan.

Semuanya kemaruk. Dalam bahasa Jawa kemaruk berarti rakus. Bisa diartikan untuk apa saja. Termasuk kemaruk mendapatkan kedudukan, jabatan, bahkan kekayaan. Karena sifat inilah, terkadang lupa lagi terhadap kawan dan teman.

Nah, sifat inilah tampaknya bisa menjadi potret konflik yang sedang melanda Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam waktu dua hari, partai ini terbelah. Ada dua kubu yakni kubu Ketua Umum Suryadarma Ali dan kubu Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi yang didukung Sekjen Romahurmuzy. Keduanya saling klaim sebagai pihak yang sah.

Apa yang terjadi di tubuh PPP, ini bukanlah konflik pertama tapi ini mengulang konflik serupa di zaman Orde Baru, meski dengan akar masalah yang berbeda.

Suryadarma Ali mencoba mendekati Partai Gerindra. Hal itu ditunjukkan bahkan sebelum pemilu berlangsung dengan ikut menghadiri kampanye Gerindra di Gelora Bung Karno. Sebagai ketua umum ia mengaku sedang melakukan komunikasi politik. Sayangnya, langkah Suryadarma ini ditentang oleh orang di sekitarnya.

Konflik ini kian memuncak ketika Suryadarma memecat orang-orang yang tak sejalan dengannya, apalagi setelah secara resmi ia bersama jajarannya memberikan dukungan secara nyata kepada Prabowo di Kantor DPP PPP. Tak mau dipecat, kubu Emron menggelar rapat pimpinan nasional dan memecat Suryadarma.

Konflik di tubuh partai yang menyebut dirinya Rumah Umat Islam ini jelas memalukan. Dan ini tidak lepas karena munculnya sikap kemaruk di antara kedua kubu yang berseberangan. Bisa jadi, kedua kubu masing-masing telah memiliki deal-deal politik dengan partai di luar PPP, termasuk dalam mendukung capres tertentu.

Partai berlambang Ka'bah yang terseok-seok dengan perolehan hitung cepat sekitar 6,7 persen tentu tak mau ketinggalan gerbong dalam pemerintahan pasca SBY. Dalam posisi seperti ini, politik dagang sapi lah yang bermain. Siapa kuat, dia yang dapat.

Di pihak lain, partai-partai peringkat atas mau tidak mau harus mencari dukungan partai politik kelas menengah seperti PPP. Tarik-menarik pun tak terhindarkan.

Dalam situasi platform politik PPP yang tidak jelas, dan hanya menjadi partai pragmatis, maka partai-partai peringkat atas memanfaatkannya. Iming-iming uang dan jabatan bisa bicara. Kalau sudah begini, yang disasar bukan lagi partai secara organisasi tapi orang-orang di dalamnya.

Walhasil, sikap kemaruk bertemu dengan iming-iming, lahirlah perpecahan. Dan itu bisa melanda partai mana pun jika partai itu tidak memiliki platform politik yang jelas.

Akhirnya rakyat kian paham bahwa partai politik yang ada di Indonesia ini tak bermutu dan menipu. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun