Mohon tunggu...
Mas Awan
Mas Awan Mohon Tunggu... Bankir - Mas Awan

Lahir dari keluarga sederhana di sebuah kota cantik bernama Purworejo, membawa pesan singkat tentang indahnya dunia, Inilah saya Mas Awan. Seorang bankir, pecinta sejarah, dan tentunya seorang ayah yang baik buat keluarganya 😊😊😊

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Rebutan Kursi, Rebutan Rezeki

12 Juli 2019   11:32 Diperbarui: 12 Juli 2019   12:23 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengutip pepatah India, "Dalam sebuah periuk nasi, terdapat dua pelaku utama, siapa yang makan terlebih dahulu, kemudian siapa yang akan menghabiskannya". Mungkin seperti itulah kehidupan dunia kerja saat ini. 

Semua berambisi dan bercita-cita untuk mendapatkan yang terbaik sekaligus terbanyak, namun tidak pada waktunya. Persaingan antar sesama pegawai dalam menduduki posisi tertentu tidak dapat terelakkan dan bahkan menjadi kontestasi adu kuat. 

Mereka saling sikut dan saling tendang untuk mendapatkan apa yang mereka rasa itu menjadi hak mereka. Padahal semua itu belum tentu mereka dapatkan, dan dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi individu.

Sebuah perusahaan yang besar dan sudah memiliki sistem pengelolaan ketenagakerjaan yang baik, memberikan ruang kepada pegawainya untuk terus berkembang. Meningkatkan kapabilitas secara individu maupun kelompok unit kerja. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan feed back positif bagi perusahaan. 

Baik dalam segi finansial perusahaan maupun dalam segi pengembangan karir bagi pegawai. Keduanya saling mengikat dan memiliki daya ketergantungan. Di satu sisi pegawai membutuhkan sebuah pekerjaan untuk mendapatkan upah yang layak, sedangkan di sisi lain, perusahaan juga membutuhkan pegawai dalam mengelola dan menjalankan bisnis prosesnya. 

Sehingga dalam setiap kegiatan operasional perusahaan yang menyangkut ketenagakerjaan harus benar-benar mendapatkan perhatian yang khusus dari para stakeholder dan pemegang jabatan. Jika hal ini tidak diperhatikan secara serius, imbasnya perusahaan tidak akan mampu menjalankan roda bisnisnya dengan baik. 

Keharmonisan hubungan personal antara pegawai dan atasan maupun hubungan antar sesama pegawai secara perlahan akan terkikis. Pegawai tidak lagi memiliki rasa hormat kepada atasan, begitupun sebaliknya, atasan tidak akan lagi dapat menikmati posisi dan jabatannya sebagai pelaku perintah kepada bawahan.

Google, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa teknologi informasi memiliki sistem pengelolaan ketenagakerjaan yang dapat dibilang cukup berani dan gila apabila dibandingkan dengan perusahaan teknologi raksasa lainnya. Larry Page, pendiri sekaligus pemilik mesin pencari data Google berhasil mengkolaborasikan alam dengan teknologi dalam hubungannya dengan pegawainya. 

Setiap kantor cabang yang didirikan di lebih dari 50 negara, Larry Page membangun sistem ketenagakerjaan yang memanjakan pegawainya. Tidak ada seragam kerja, tidak ada sekat antara bawahan dan atasan, tidak ada diskriminasi maupun intimidasi. Semua berjalan seolah-olah kita tidak sedang dalam tuntutan kerja. Bukan itu saja, gedung kantor dirancang sedemikian rupa, sehingga pegawai yang sedang bekerja seperti saat sedang bersantai di rumah. 

Dalam segi career path pegawainya, Larry Page memberikan kebijakan yang sangat tidak populer namun memberikan manfaaat kesejahteraan luar biasa bagi pegawainya. Sehingga pegawai merasa bahwa bekerja bukanlah mencari harta atau kekayaan semata, namun berbagai manfaat lain seperti hubungan sosial yang baik dan jaringan yang luas.

Konsep dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya beberapa perusahaan lokal belum sepenuhnya memperhatikan pegawai sebagai modal utama perusahaan. 

Pegawai masih dianggap sebagai mesin industri yang jika sudah dalam kondisi kurang fit, akan mudah diganti dengan yang baru tanpa memperhatikan kualitas kerja dan hubungan antar sesama pegawai. 

Hal inilah yang menjadi pemicu demotivasi pegawai dan menurunnya produktifitas setiap individu. Kolusi yang merajalela dan pemikiran subjektif atasan kepada bawahan juga menjadi salah satu penyebabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun