“Pak kenapa negeri kita dinamakan Jamrud Khatulistiwa?”, tanyaku pada Bapak. “Yaaa, karena negeri kita ini warisan dari Empu Gandring.”, jawab Bapak singkat. Mungkin dari jawaban Bapak itulah, kini timbul rasa penasaran yang makin berkecamuk dalam pikirku. Apakah sebenarnya hubungan antara negeri ini dengan Empu Gandring. Siapakah sebenarnya Empu Gandring ini yang tak lebih dari seorang pandai besi? Bagaimana juga Mpu Gandring ini bisa memiliki tongkat, kayu dan batu yang bisa jadi tanaman?
Julukan sebagai ‘Lumbung Padi”-nya Purworejo pernah disandangnya. Selain itu Susuk menawarkan geliat ekonomi dan wisata budaya Jawa khas Mangkunegaran. Salah satunya tarian Jidur Lanang yang kembali eksis 2 tahun terakhir ini, walaupun sempat hilang selama beberapa dekade karena proses regenerasi yang terputus. Tarian yang dipercaya sebagai perantara datangnya makhluk ghaib dengan busana mirip tentara Belanda ini juga merupakan perwujudan rasa terima kasih kepada alam dan lahan pertanian yang begitu melimpah.
Wilayah Desa Susuk semulanya merupakan pecahan dari 3 Desa yang kini telah berdiri sendiri yaitu Desa Klandaran, Desa Mendiro, dan Desa Susuk sendiri yang bernama Mangunrejo. Kapan tanggal pastinya masih menjadi perdebatan hingga kini. Dari masing-masing desa tersebut memiliki kepercayaan yang disakralkan, sebagai contoh, Desa Klandaran memiliki Tokoh Sakral bernama Den Bagus Gledek dengan tunggangannya berupa Jaran Gulo Geseng yang berlokasi di Kebon Ndoro, Desa Mendiro mempunyai seorang tokoh bernama Eyang Gusti Mendiro dengan hal tabunya bernama Banyu Mendiro. Sedangkan desa Susuk sendiri memiliki tokoh perempuan bernama Sri Kuning yang dipercaya sebagai tokoh yang pertama kali membuka hutan desa Susuk.
Di luar anggapan tersebut, Desa Susuk ternyata dihuni oleh masyarakat yang agamis. Ini dibuktikan dengan berdirinya sebuah pondok pesantren bernama Nurun Najjah. Pondok pesantren ini menampung santri dari dalam dan luar desa Susuk. Berlokasi di masjid Al Hikmah yang telah berusia ratusan tahun dan menjadi saksi bisu penyebaran agama Islam di Purworejo, khususnya kecamatan Ngombol.
Proses literasi dan pembangunan kini mulai tergali. Susuk bangkit dan bermetamorfosa menjadi desa yang terdepan dalam menggali potensi wisatanya. Lebih lagi dengan rencana berdirinya bandara Gunung Kidul menjadikan kawasan desa Susuk diperhitungkan di dalam negeri sebagai desa wisata unggulan. Wargapun dilibatkan secara personal dalam proses ini. Sebagai putra desa Susuk, saya pribadi merasa terpanggil untuk terus berkarya dan berinteraksi secara langsung bersama warga untuk membangun Desa Susuk tercinta. Salam berbudaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H