Mohon tunggu...
Mas Top
Mas Top Mohon Tunggu... Petani - Mari mendongeng

Hidup berasama alam

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sepeda Ontel

20 November 2020   11:05 Diperbarui: 20 November 2020   11:10 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak saya berumur 7 tahun. Kelas 1 sekolah dasar. Mirip seperti saya waktu dulu, berbadan keci dan pendek. Mungkin memang sudah garis keturunannya begitu. Sebab begitu pula kondisi fisik ayah saya.

Beberapa waktu yang lalu ia meminta sepeda baru. Sepeda yang lama terlalu kecil, juga telah rusak. Ban depan dan belakang kempes, rantainya hilang entah kemana, dan kedua remnya juga sudah hilang. Sepeda itu saya beli beberapa tahun yang lalu. Mungkin ketika umurnya 3 atau 4 tahun. Saya lupa kapan tepatnya. Namun kerusakan-kerusakan tersebut wajar adanya.

Saat ini anak saya sudah lancar mengendarai sepeda. Tidak menggunakan roda bantu lagi. Kapan mulai mampu mengendarai sepeda aku kurang tahu benar. Disini saya kemudian selalu menyesal, karena kesibukan jadi tidak paham akan perkembangan anak pertama saya ini. Tahu-tahu dia sudah lancar mengendarai sepeda. Bermain-main bersama kawan-kawannya yang beberapa tahun lebih tua usianya.

Pada saat seumuran anak saya ini, saya belum mampu mengendarai sepeda. Selain waktu itu memang belum memiliki, daerah tempat tinggal kami memang kurang cocok untuk bermain sepeda. Maklum, kami hidup di lereng perbukitan menoreh. Daerah tertinggal. Waktu itu kondisi jalan masih sempit, terjal dan banyak tebing yang membahayakan. Selain karena faktor alam dan lingkungan tersebut, faktor ekonomi menjadi alasan utama tak banyak anak yang memiliki sepeda.

Sebuah sepeda rusak milik seorang paman saya, saya ingat sekali sepeda itulah yang menjadi alat berlatih saya waktu itu. Sepedanya pun telah rusak, ban belakang sudah kempes, dan remnya memakai sandal jepit. Waktu itu umur saya sudah belasan tahun, meski tepatnya berapa saya sudah tak mampu mengingatnya. Hampir tiap hari juga saya kendarai sepeda itu. Mengelilingi pekarangan rumah yang sebenarnya cukup sempit. Ratusan kali mungkin saya mengelilingi rumah. Berapa kali terjatuh pun tak terhitung lagi.

Dalam beberapa bulan terakhir, bersepeda menjadi trend baru yang cukup ramai. Gowes, begitulah sebutan yang kini melekat pada kegiatan bersepeda ini. Kondisi pandemi yang terjadi dengan berbagai kebijakan pembatasan, membuat banyak orang menajadi bosan untuk tetap tinggal dirumah. Dengan hal tersebut kemudian bersepeda menjadi solusi pemecah kebosanan tersebut. Mengasikan, menyehatkan dan murah, mungkin alasan-alasan tersebut yang paling masuk akal.

Trend gowes tersebut sepertinya yang juga menyeret anak saya untuk ikut-ikutan meminta sepeda baru. Beberapa waktu yang lalu dia sempat diajak oleh ibunya untuk ikut-ikutan gowes dengan kawan-kawannya. Sepedanya menyewa tentunya. Katanya cukup murah harga sewanya.

Dari prosesi ini saya sendiri belajar beberapa hal. Selain proses pendidikan atau keterampilan seorang anak yang mesti kita perhatikan, ternyata trend yang terjadi dalam masyarakat luas berdampak juga pada tatanan kehidupan keluarga. Nah, apakah anda juga hobi gowes akhir-akhir in?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun