Tanggal 24 Desember 2013 saya pulang ke Jogyakarta daerah sekitar TVRI Jogja, sebelum sampai rumah saya ke Jl Malioboro dulu untuk beli kaos pesanan anak yang ada tulisannya I Love Jogja. Dari arah Jalan Solo belok ke kiri di perempatan Gramedia , muter stadion Kridosono lurus Jl Suroto Kotabaru. Lha kok ternyata arah ke Malioboro macet , langsung belok kiri ke Jl Perwakilan, pas kebetulan belakang hotel Garuda selatan dikit ada kios penjualan kaos. Blaa..blaaa.. blaaa dengan mas penjual memakai basa jawa dengan harapan harga tdak dithuthuk, soalnya plat motorku luar daerah.
Tiba -tiba ada mobil plat B berhenti disamping kios, seseorang dari dalam mobil keluar menemui mas penjaga kios menanyakan kalau mau beli bakpia itu arahnya kemana. wessss..sssttt ..blaaa baaa sepuluh ribu ( jawabanya gak begitu jelas, hanya kata sepuluh ribu saja yang terdengar ). Lha orang yang bertanya tadi kaget dan pergi sambil ngedumel , " Cuma nanya kok suruh bayar sepuluh ribu ".
Perkiraan saya mas jaga kios tadi mau menunjukan tempatnya asal dibayar sepuluh ribu. Wah payah kalau gitu, semua dibisniskan. Membuat nama Jogya tidak ramah lagi. Tidak nyaman lagi.
Lebih baik Dinas yang terkait dengan pariwisata mensosialisasikan kepada warga Jogjakarta bagaimana menyambut para wisatawan agar merasa nyaman. Yaaa.. mungkin dimulai dengan warga disekitar tempat kunjungan wisata , coba sebar petugas untuk menerima keluhan atau saran dari para wisatawan, buat quisoner, apa yang yang kurang pas nanti bisa di perbaiki dengan dicari solusinya. Dengan begitu niscaya nanti akan menjadikan kota Jogyakarta menadi tempat tujuan wisata yang menyenangkan dan ngangeni.
Sampun , matur nuwun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H