Mohon tunggu...
Mas Pink
Mas Pink Mohon Tunggu... -

Berangan-angan jadi Jurnalis, namun garis hidup menentukan lain. Disela aktifitas yang lumayan padat, kadang ingin menulis. Bagiku, menulis adalah membagi pengetahuan dan pengalaman. Pernah dipercaya segelintir orang untuk menjadi Pimpinan Redaksi ataupun Pimpinan Umum pada majalah sekolahan, bulletin, tabloid dan majalah mahasiswa. Semoga mendapatkan manfaat dari apa yang saya ungkapkan... Terbuka terhadap pertemanan tanpa memandang SARAP (Suku, Antar Suku, Ras, Agama dan Penghasilan) :p

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama Vs Madilog

27 November 2010   14:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:15 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Membaca beberapa artikel di kompasiana yang membahas mengenai pergulatan antara agama dengan logika, saya teringat tentang karya seorang pemikir bernama Tan Malaka yang terkenal dengan manifesto revolusionernya yaitu MADILOG. Pola pikirnya memang membenturkan keyakinan yang jumud dengan paham materialisme, dialektika dan logika.

 

Memang jika dibaca dengan kondisi sekarang, karya sang Tan Malaka ini tampak ketinggalan jaman. Karena memang buku ini ditulis dengan setting masa itu. Namun jelas kontribusi pemikirannya memang luar biasa untuk mendekonstruksi pemikiran jumud yang sudah mengakar dalam pikiran rakyat di jaman itu. Selain materialisme, tentunya diperlukan dua senjata lain untuk memecahkan persoalan. Jadi disini diperlukanlah dialektika dan logika. Dijelaskan pula dalam buku tersebut bagaimana cara mengambil sebuah hipotesis yang didasarkan dengan cara induksi maupun deduksi. Kedua cara yang digunakan sekarang inilah yang menjadi dasar cabang filsafat ilmu.

 

Permasalahan yang saya angkat adalah ketika pemikiran seperti itu dibenturkan dengan “keyakinan”, tentu saja kedua hal ini tidak akan bertemu. Apalagi bila cara pandang pemikiran ala madilog ini dibenturkan dengan pengetahuan yang hanya bersumber pada satu buku saja (kitab suci) tanpa menggunakan tool lain. Tentunya diskusi yang diharapkan malah menjadi sebuah debat kusir yang sulit ditemukan jalan keluarnya. Alih-alih bukan diskusi yang enak untuk dibaca, yang terjadi hanyalah stigmatisasi atas keduanya. Yang satu menganggap “kafir” sedangkan pihak lain mengatakan lawannya ‘jumud’

 

Nah, perbedaan pandangan ini tidak hanya di kompasiana ini, didunia nyata-pun ini masih terjadi. Sampai saat ini, saya belum bisa melihat titik temu dikedua belah pihak. Hal ini tentunya akan memperkuat stigma bahwa agama itu harus dipisahkan dengan sains. Bagi saya justru sains itu yang harusnya bisa menambahkan sesuatu pemahaman lain tentang agama dan bukan menjadi sesuatu yang terpisah. Sayangnya, disini pemikiran bangsa ini sepertinya masih tidak bisa menerima penggabungan kedua paham tersebut. Kapan ya pemikiran bangsa ini terbebas dengan hal hal yang dicitakan Tan Malaka? Mempunyai pola pikir yang benar dan terbebas dari selimut kebodohan?

 

Nijmegen, November 2010

Mas PINK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun