Pernahkah anda menulis dan ketika membaca komentar dari kompasianers, komentar itu membuat merah telinga anda? Pernahkah anda membaca tulisan dari kompasianers dan tulisan itu membuat emosi anda meluap? Kalau anda belum pernah jangan lanjutkan, karena anda tidak akan mendapat banyak manfaat untuk mebaca tulisan selanjutnya.
Kompor itu bernama kompasianers, yah itulah komunitas dari berbagai latar belakang dan berbagai sudut pandang. Istilah kerennya komunitas yang heterogen. Kompasianers sangat kaya akan keragaman. Kalau kita mencermati profil masing masing kompasianers para penulis itu berasal dari berbagai latar belakang. Entah pendidikan, usia, dan juga keyakinan. Itulah potensi yang dimiliki kompasianers tercinta. Sehingga mau tidak mau perspektif para kompasianers beragam. Ada yang sependapat dengan anda, maupun kontra dengan pendapat anda. Sehingga dinamika di kompasianers sangatlah tinggi. Wajar jika kadang kuping anda-pun mungkin pernah dibuat merah karenanya.
Kedewasaan para kompasianers ini pun sangat beragam. Saya tidak mengatakan bahwa saya cukup dewasa disini, namun prinsip yang saya pegang adalah mencoba menempatkan diri sebagai subyek penulis, sehingga kadang saya mencoba tidak terlalu melibatkan emosi saya dalam membaca tulisan maupun komentar. Kalau tidak begitu, saya akan mengalami apa yang disebut ‘burn-out” atau istilahnya terbakar dengan tulisan tulisan anda he.. he..
Setiap membaca postingan dan komentar, saya mencoba untuk tidak menggunakan emosi saya. Saya coba cermati pesan pesannya. Bukan tidak mungkin misalnya tulisan tulisan yang bernada provokatif, justru ingin mebuat anda tersadar dengan segala pemikiran dan keyakinan anda yang mungkin sudah membatu yang membuat keyakinan anda tak tergoyahkan.
Mungkin jika anda membaca tulisan yang isinya “mencincang’ agama dan tuhan anda, jangan berfikir bila sang penulis ingin 'mencincang' tuhan. Lihatlah dengan arif dan bijaksana tulisannya. Dari situ kita akan banyak belajar dari tulisan tanpa harus menghakimi sang penulis. Justru disini penulis ingin menyadarkan anda tentang bagaimana bertuhan dan beragama yang benar. Tulisan itulah yang disebut tulisan dekonstruksi.
Jangan dikira apabila penulis itu menyudutkan seseorang / golongan, belum tentu si penulis itu merupakan musuh dari orang yang dikiritiknya, bukan tidak mungkin orang ini adalah pendukung orang / golongan yang ingin menyampaikan “self-critics”nya terhadap orang dan golongan yang dikritiknya. Jadi gunakan secara bijak emosi anda dalam membaca pesan yang ingin disampaikan.
Akhirul kalam, ada sebuah pepatah yang mengatakan “undzur ma qoola wala tandzur man qolaa” yang artinya jangan melihat siapa yang mengatakan namun lihatlah isi perkataannya. Dalam konteks ini, siapaun yang mengatakannya yang mungkin itu anda anggap bukan level anda, namun bila kandungan yang dikatakan itu memberi manfaat pada anda, amatilah pesan yang ingin disampaikan. Salam Kompor!
Nijmegen, November 2010
Mas PINK!
Gambar: www.google.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H