Mohon tunggu...
Marzuki Umar
Marzuki Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Penulis adalah Dosen STIKes Muhamadiyah Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendongkrak Jiwa Menulis, Kenapa Tidak?

27 Desember 2023   09:52 Diperbarui: 27 Desember 2023   10:01 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Penulisan adalah tata krama, sementara menulis adalah usaha dan tata kelola. Guna menuju ke alam penulisan yang bernilai karya, menulis merupakan upaya yang relevan di dalam mendekla-rasikannya. Jika peradaban ini diusung dengan baik, maka keduanya akan melekat dalam diri seseorang, yang selanjutnya akan timbul jiwa menulis. 


Di satu sisi banyak penulis yang telah dapat mengukir prestasi dan kebahagiaan melalui karya tulisnya itu. Karya-karyanya telah dapat menghiasi dan mengguncang dunia. Dengannya, bukan hanya nama atau identitasnya saja yang kian melambung tetapi dari segi finansial pun cukup menjanjikan. Tulisan-tulisan yang dihasilkannya dapat menjadi petunjuk dan penyejuk jiwa para pembacanya. Terlebih, apa saja yang diungkapkannya itu bertautan erat dan berdekatan dengan pola hidup penikmatnya. Karenanya, secara tidak langsung karya-karyanya tersebut akan terus dinanti dan digandrungi sepanjang buah pikirannya terus dimunculkan.


Namun, di sisi lain berjuta insan terduduk kaku tanpa mencoba. Padahal, dalam dirinya selaksa peristiwa yang sebenarnya dapat dijalankan secara apik ke dalam larik atau baris-baris tulisan yang berguna. Maaf, ini bukan ingin memfitnah tetapi dapat kita perhatikan secara gamblang, bahwa betapa banyak insan yang dalam dirinya memiliki kapasitas untuk menulis tetapi hal itu menjadi kesengsaraan baginya. Hal tersebut dapat kita tilik dalam lembaga pendidikan, roda organisasi, dan lembaga-lembaga lainnya. Rasanya tidak terdapat 30% yang berkeinginan untuk menulis. Jika pun berkeinginan untuk menyampaikan sesuatu, hal tersebut kerap kali dimanifedtasikan secara oral.


A. Chaidar Alwasilah dan Senny Suzanna Alwasilah (2005:47) dalam bukunya yang berjudul "Pokoknya Menulis" menandaskan bahwa "Antara otak - lisan dan otak - tangan bemil-mil jaraknya. Buktinya bagi seorang akademisi sekalipun, jauh lebih mudah berbicara daripada menulis. Banyak ulama besar di Indonesia yang memiliki ribuan santri. Ketika wafat mereka mewariskan mesjid dan madrasah yang megah, dan ribuan jilid kitab kuning. Sedikit sekali yang meninggalkan karya tulis mereka sendiri. Ini lagi-lagi membuktikan bahwa memahami teks dan menyampaikannya secara lisan relatif lebih mudah ketimbang mengungkapkannya dalam bentuk tulisan".


Pantauan pakar menulis sebagaimana kutipan di atas membuktikan banyak pakar ilmu yang tidak atau kurang mampu dalam menulis karyanya. Kiranya, mengapa perasaan negatif ini bisa menghunjam dalam diri yang empunya segudang ilmu? Bukankah figur-figur ilmuan ini merupakan paras yang mampu berbuat dengan bijak, termasuk di dalam menulis? Nah..., bila kita sidik ketidakmampuan para pakar tersebut di dalam mencurahkan isi hatinya ke dalam tulisan salah satunya disebabkan tidak adanya rasa percaya diri. Angan-angan ke ruas itu memang ada tetapi enggan di dalam mengungkapkannya. Mereka merasa takut kalau-kalau gambaran karyanya itu akan mendapat cemoohan dari berbagai pihak. Bahkan, di antaranya merasa malu dengan penulis-penulis sebelumnya.


Manakala kecemasan semacam itu terus saja dipelihara dan tidak berusaha untuk mengubahnyya, segala hal yang mungkin akan dirilis akan terkubur dalam-dalan dan sulit untuk dibangkitkan kembali. Menguliti kekhawatiran dan kegalauan para pemilik ilmu ini di dalam mengaktualisasikan perasaannya ke dalam suatu karangan, perlu adanya sarana pembangkit jiwa yang handal, sehingga dengannya mereka akan mau dan mampu berkarya dengan mudah.


Percaya Diri


Percaya diri merupakan langkah pertama yang mesti dikukuhkan dalam diri calon penulis atau penulis pemula. Dengan adanya modal percaya diri ini, seseorang akan lebih leluasa dalam berkarya. Apa saja yang terselip dalam hati dan rasa, dia akan bisa mengungkapkannya dengan keberanian yang tangguh. Dengan memastikan dirinya mampu, maka apa pun yang tergores dalam jiwanya akan ditunjukkan di dalam tulisannya itu. Sebaliknya, bila perasaan minder yang lebih dominan, menciptakan sesuatu hanya sebatas angan-angan saja. Tulisannya tidak akan pernah dapat dimunculkanya.


Menulis, Hak Privasi


Dalam dunia ini tidak terdapat hak paten bagi satu-satu individu di dalam menulis sebuah karya. Artinya, proses melahirkan karya tulis ini bukan hak penulis ternama belaka atau para wartawan saja. Akan tetapi, menulis itu adalah hak privasi bagi siapa pun yang berkeinginan untuk menulis karyanya. Asal saja yang ditulis itu memiliki data dan fakta tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Di samping itu, para penulis juga perlu mengindahkan undang-undang ITE, sehingga dengannya dapat menyalurkan bakat menulisnya dengan mudah.


Dengan adanya keleluasaan atau kebebasan menyampaikan pendapat, dewasa ini begitu banyak lahir penulis-penulis muda, yang kadang-kadang ilmunya sedikit. Hal tersebut dapat kita jumpai karya-karya anak SMA dan SMP sekalipun yang saat ini bergema di di berbagai situs, baik berwujud puisi maupun cerpen misalnya. Bahkan, karya-karya mereka itu sudah ada yang telah dibukukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun