Mohon tunggu...
Marzuki Umar
Marzuki Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Penulis adalah Dosen STIKes Muhamadiyah Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menulis Itu Sehat, Mungkinkah?

25 Desember 2023   09:08 Diperbarui: 25 Desember 2023   09:18 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Marzuki Umar, M. Pd. 

Kesehatan merupakan pilar bagi kehidupan, baik rohani maupun jasmani. Dengan adanya kesehatan itu, seseorang akan dapat berkiprah siang dan malam secara aman dan nyaman. Sebaliknya, jika seseorang tidak atau kurang memiliki kesehatan dalam dirinya, secaira otomatis kegiatan apa pun yang dijalankannnya akan mengalami kendala. Besar-kecilnya kendala itu pasti akan dirasakan. Hal tersebut sangat tergantung dengan parah tidaknya penyakit yang menimpanya.

Memang..., betapa pun hebatnya seseorang tak akan senang dan tenang hidupnya apabila penyakit selalu menimpanya. Bagaimanapun megah dan kayanya seseorang juga tidak akan menuai kemenangan jika penyakit bersarang dalam dirinya. 

Hal ini dapat kita dapati dalam lingkungan atau daerah kita masing-masing, begitu banyak orang yang memiliki harta yang melimpah tapi hidupnya tak karuan. Begitu juga dengan sosok yang memiliki jabatan hebat, yang dengannya akan dapat mengumpulkan cuan milyaran, namun itu semua tak berarti bagi dirinya karena penyakit yang dideritanya itu. 

Harta dan kekayaan yang dikumpulkannya akan lebih banyak digunakan untuk mengobati penyakitnya. Kondisi ini bukan hanya diwujudkan melalui Rumah Sakit Daerah sendiri, bahkan ada yang terpaksa berobat ke luar negeri. Namun, upaya menghalau komplikasi sangat sulit untuk disembuhkan. Akhirnya, segalanya itu tak dapat dinikmatinya dengan rasa bahagia.

Secara ilmu medis, penyakit itu memang tetap bersarang di dalam setiap tubuh manusia. Besar-kecilnya penyakit pasti ada. Kambuh tidaknya penyakit tersebut sangat tergantung pada imun tidaknya tubuh kita di dalam menghadapi serangan-serangan penyakit itu. Suatu pertanyaan besar yang mesti kita jawab adalah bagaimanakah solusi yang perlu kita gerakkan untuk mengantisipasi timbulnya penyakit? Mampukah kita menjaganya dalam kondisi makanan yang kian beracun? 

Jawaban atas pertanyaan ini sangatlah berat. Namun, meniti berbagai informasi dan perkembangan masa kini, menghindari lebih baik daripada mengobati. Akan tetapi,  menghindari diri dari makanan beracun sangatlah susah. Apalagi makanan tersebut termasuk asupan cimilan yang sangat mudah didapatkannya, mulai dari toko-toko yang paling besar sampai di kios-kios kecil di lorong-lorong pedesaan.

Begitu juga bila ditilik secara psikologis. Melalui area ini pun banyak penyakit yang ditimbulkannya. Penyakit ini kadang kala tidak tanggung-tanggung. Bisa jadi penderitanya sampai-sampai bunuh diri. Hal itu dapat kita perhatikan dalam perjalanan hidup, penderitanya bukan hanya sosok berkepala lima tetapi juga yang masih muda pun terjangkit penyakit yang membahayakan ini. Jika hal ini dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan akan berdampak negatif bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain dan lingkungannya.

Baca juga: Demi Penopang Hidup

Guna dapat membawa diri ke alur yang lebih sehat, bukanlah dokter atau tabib yang selalu harus menjaga kita. Akan tetapi, kita sendirilah yang senantiasa menyelami keberadaan miniatur tubuh yang kita miliki. Sehat atau tidak, kitalah yang terlebih dahulu memahami daripada orang lain. Bahkan, orang tua sendiri pun tak kan tau hal dimaksud. Segala tantangan dan harapan pasti kita rasakan, baik itu tantangan internal maupun tantangan eksternal.

Perlu kita pahami bahwa setiap penyakit itu pasti ada obatnya. Namun, hal itu kembali lagi kepada kita di dalam mensiasatinya. Memang tak dapat kita pungkiri bahwa penentuan kesembuhan mutlak di tangan Yang Maha Kuasa, sedangkan usaha ada pada diri kita sebagai makhluknya. Tak kan mungkin akan didatangkan kesembuhan sehingga menjadi sehat apabila penyakit yang kita rasakan terus saja kita biarkan begitu saja. Untuk itu, perlu adanya solusi yang tepat.

Jika begitu, kiranya hal-hal apa sajakah yang mungkin dilakukan guna menjaga kesehatan? Dapatkah ayunan langkah-langkah tersebut menjadikan kita sehat? Demi meyakinkan diri penulis dan para pembaca semuanya  kiranya langkah-langkah positif berikut dapat dipahami sekaligus diujicobakan sebagai bahan evaluasi diri. Dengannya diharapkan akan menjadi resep renungan saban waktu untuk menuju alam sehat.

Merawat Otak dan Hati

Berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai jenis dan ragam penyakit pun ditemuinya. Yang dulunya tidak pernah kita dengarkan, saat ini bukan hanya gaingnya saja yang bergeming tapi adakalanya sudah kita rasakan masing-masing. Misalnya saja penyakit kangker. Kini berbagai jenis kangker tumbuh dan berkembang di dalam tubuh manusia. Namun, berkaitan dengan tulisan ini, kiranya ada dua jenis penyakit usang yang diungkapkan kembali sepintas, yaitu penyakit otak dan hati. Tinjauannya lebih banyak bersandar pada dinding psikologi.

Mengapa demikian? Sandaran ini kiranya tidaklah berlebihan dikarenakan kegiatan menulis itu sesungguhnya mengacu pada dua organ tersebut. Seperti kita ketahui bahwa otak manusia memiliki dua sisi, yaitu otak kiri dan otak kanan. Keduanya berfungsi untuk mengatur kegunaan tubuh dalam melakukan kegiatan. Sekalipun begitu, keduanya memiliki kapasitas yang berbeda. Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam Alodokter, bahwa "Sebuah penelitian menunjukkan bahwa otak kiri lebih banyak digunakan untuk proses berpikir secara visual, intuitif, dan kreatif", https: //www.alodoktet.com. Diakses 24 Desember 2023, pukul 09.00 WIB.

Kutipan tersebut mengindikasikan peranan daripada masing-masing otak kita. Bagi setiap individu yang lebih dominan menggunakan otak kiri, maka segala hal akan didapatkan akan mampu dipilah-pilah serta dapat diselesaikan dengan baik satu persatu dengan langkah-langkah konkret. 

Kemudian, baginya juga akan memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengungkapkan perasaannya, baik dalam berbicara, membaca, dan menulis. Selain itu, orang semacam ini akan memiliki keterampilan di dalam memadukan atau menyelaraskan ketiga kemampuan tersebut.

Begitu juga dengan sosok yang dominan memanfaatkan otak kanan, dia akan memiliki kemampuan yang luar biasa.

 Secara visualisasi, dengan mendayagunakan peranan otak kanan, maka seseorang akan mahir mewujudkan suatu informasi ke dalam bentuk gambar dan grafis misalnya. 

Di samping itu, raut cekatan ini memiliki naluri yang tajam terhadap sesuatu, sehingga dengannya akan begitu cepat menyimpulkan suatu persoalan dan dengan segera pula menyelesaikannya. Sementara yang lainnya, dengan mengutamakan otak kanan, dirinya akan begitu cerdas di dalam menghasilkan berbagai ide baru yang mungkin berbeda dengan yang lainnya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya otak dan hati bagi setiap insan, terutama di dalam kreativitas menulis. Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa kita tidak mungkin  hidup secara sendirian, semuanya mempunyai kaitan antarsesama, baik dalam hubungan kerja dalam suatu kedinasan, persahabatan dalam berorganisasi, maupun hubungan sosial kemasyarakatan lainnya. Di dalam menjalin persahabatan, sudah barang tentu tidak selamanya mulus sebagaimana mestinya. Di sela-sela kehidupan yang harmonis pasti terjadi disharmonis atau ketidakcocokan.

Sikap dan perilaku seperti itu memang sering terjadi,  terutama dalam kpndisi-kondisi tertentu. Hal ini sebagaimana dijelaskan Muhibbin Syah (2011:125) dalam bukunya Psikologi Belajar, bahwa "Tingkah laku efektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya".

Tentu sikap efektif yang digambarkan dalam kutipan di atas janganlah dianggap spele. Bayangkan apa yang bakal terjadi bila kondisi tersebut dibiarkan tanpa penanganan yang baik, lama kelamaan juga akan menjadi penyakit, yaitu penyakit jiwa. Kalaulah petaka ini bermuara sesaat dalam jiwanya, sungguh tidak menjadi soal, tapi apabila melekat dan menahun, ini akan menjadi bumerang sepanjang hayat. Hal ini tidaklah seorang pun menginginkannya. Oleh karena itu, perlu adanya solusi positif agar keterpurukan jiwa dapat sirna dan kembali ke ranah sehat.

Menulis yang Terlintas

Sebagaimana kita ketahui bahwa penyakit hati yang sering terjadi antara lain marah. Hal ini bisa saja terjadi di lingkungan keluarga, kantor, dan tempat hubungan sosial lainnya. Kadang kala marah ini dipicu oleh hal sepele atau salah persepsi, yang akhirnya timbul penyakit jiwa yang lebih parah, yaitu dendam. Kondisi lara ini bukan saja berlaku dua atau tiga hari saja, melainkan bisa berlanjut sampai berbulan bahkan bertahun sekalipun. Insiden semacam ini sebenarnya tidak boleh terjadi.

Menindaklanjuti duka lara jiwa seumpama itu, melahirkan karya tulis adalah salah satu ikhtiar positif yang bisa dijalankan. Lantas..., dapatkah menyusun karya tulis itu akan menjadi sehat? Dalam masalah ini mari kita telusuri peristiwa yang lazim muncul di tengah kehidupan kita. Jika terdapat suatu problematika dalam masyarakat,  maka orang yang merasa dikhianati terus memberontak. Mulutnya akan mengeluarkan berbagai hujat dengan istilah-istilah kotornya. Begitu selesai mengeluarkan unek-unek yang dirasakannya, maka kepalanya menjadi ringan. Bahkan, perasaannya pun menjadi lega karena semua yang terpendam telah disalurkan dalam bentuk wicara.

Nah..., apabila segala sesuatu yang kita rasakan dapat terungkapkan melalui tulisan, maka bagaimanapun penatnya akan menghilang. Otak kita akan memilih dan memilah dengan berbagai ungkapan, yang kemudian melahirkan secara sistematis ke dalam sebuah karya tulis. Apabila permasalahan kian bertumpuk di alam pikiran, terlebih itu hal-hal negatif, hendaknya tidak kita pendam dalam jiwa. Menumpahkan segala sesuatunya itu ke dalam tulisan, baik tulisan ilmiah, semi ilmiah atau populer, maupun non-ilmiah akan dapat meringankan beban pikiran dan perasaan.

Bagaimana jika yang terselubung itu berbentuk positif? Kiranya tidak jauh beda. Misalkan saja dalam diri kita ada hal-hal tertentu yang kiranya dapat mengubah atau menggerakkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita dan masyarakat. Bila hal semacam ini dipendam tak dikeluarkan ke alur yang tepat,  besar kemungkinan juga akan menjadi penyakit rohaniah. Karenanya, apa saja yang terpikir dan berguna,  sebaiknya dapat diungkapkan secara gamblang ke dalam bentuk tulisan opini. Dengan begitu, unek-unek tersebut tidak membungkam di dalam jiwanya. Akhirnya,  pikiran dan perasaan menjadi cemerlang dan sejahtera.

Senantiasa Berpikir Positif

Guna dapat mewujudkan yang terlintas menjadi karya tulis yang baik, hendaknya kita selalu berpikir positif. Mengapa demikian? Seperti kita ketahui bahwa pikiran itu merupakan gejala jiwa. Apabila kita senantiasa berpikir positif, maka apa pun yang kita perbuat akan menjadi positif, termasuk membuat karya tulis.

Kesimpulan

Berbagai persoalan hidup kian tidak terasingkan dengan lingkungan kita. Jika hal-hal tersebut tidak kita alokasikan ke ranah yang tepat, otomatis itu akan menjadi penyakit. Supaya kondisi duka ini tidak menyelimuti jiwa kita, aktivitas kokret yang dapat kita jalankan tanpa mengeluarkan dana yang banyak adalah menulis. Bila segala sesuatu yang dirasakan sudah kita jabarkan dalam tulisan, maka karat jiwa sudah bersih. Alhasil jiwa kita menjadi segar bugar kembali. Mari...!


Penulis adalah: Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun