Mohon tunggu...
DR. H. Marzuki Alie
DR. H. Marzuki Alie Mohon Tunggu... Dosen - Rektor Universitas IGM 2015 - 2023 ; Ketua DPR 2009-2014

Pendidikan S1 Manajemen Operasional Pendidikan S2 Manajemen Keuangan Pendidikan S3 Manajemen Pemasaran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

LPP TVRI dan Konvensi Capres Parpol

17 September 2013   08:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:46 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LPP TVRI dan Capres Oleh Marzuki Alie - Indonesia Bermartabat [caption id="attachment_288854" align="aligncenter" width="623" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption] Demokrasi itu indah, kita bisa beda pendapat di banyak tempat dan ruang, termasuk dalam berita media, tapi hendaknya beda pendapat itu tidak dimaknai dengan membuat permusuhan, berkata menghina, atau melecehkan, tapi dengan mendiskusikan atau mengklarifikasi. Itulah pemahaman saya tentang demokrasi. Terkait pertanyaan wartawan tentang TVRI melakukan liputan acara Konvensi Capres PD yang saya jawab bahwa Konvensi termasuk urusan Negara dan jawaban tersebut mendapat tanggapan yang beragam. Sebenarnya kalau saya tidak mau membuat masalah, saya jawab sederhana saja, saya tidak mau komentar karena itu bukan urusan saya, tapi Komite Konvensi. Saya hanya Peserta Konvensi, tidak ikutan dalam urusan Komite. Tapi dalam hal ini saya ingin membangun pemahaman dengan membuka ruang polemik dan diskusi terbuka bahwa Konvensi ini adalah bagian dari usaha untuk membangun demokrasi yang lebih substantif dikala rakyat selalu disodorkan dengan pilihan capres yang dipaksakan oleh Parpol karena Oligarki Parpol. Konvensi ini hakekatnya membangun ruang dimana rakyat ikut berpartisipasi menentukan pilihannya dari alternatif yang lebih banyak dan mengawalnya sampai proses itu memenuhi harapan masyarakat. Kita menyadari bahwa  rekruitmen kepemimpinan politik secara sistimatis dan berjenjang tidak terjadi di Partai Politik, semua lebih banyak karena kebetulan dan dikuasai Para Pemimpin Politik itu sendiri. Siapapun Ketua Umum, seolah punya hak penuh untuk menetapkan apa saja, termasuk untuk menjadi Capres. Sebagaimana diketahui bahwa Parpol itu Pilar Demokrasi dan milik Publik, bukan milik pribadi, trah keluarga tertentu, komunitas atau Kelompok tertentu. Siapa saja masyarakat Indonesia bisa masuk parpol mana saja dan menjadi Pemimpin di Parpol itu. TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang juga milik publik. Sebetulnya TV swasta juga adalah LPP dimana pemilik modal tidak bisa seenaknya memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri, karena frequensi udara yang mereka gunakan sangat terbatas dan itu milik Publik. Tapi masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa terhadap LPP swasta, karena otoritas pemilik modal. Harapan publik satu-satunya adalah LPP TVRI, walaupun TVRI masih banyak persoalan, rating sangat rendah artinya tidak menarik pemirsanya  untuk menontonnya. Seharusnya, semua berita yang terkait dengan kepentingan publik, harapannya diberitakan oleh TVRI, termasuk Konvensi yang dilaksanakan oleh PD atau Partai apa saja, karena capres yang diusung oleh partai apa saja harus dipublikasikan, dibedah seluas luasnya di ruang publik. Rakyat harus tau rekam jejak, track record, Integritas, kapasitas calon Pemimpin mereka,  jangan sampai rakyat diberikan pilihan yang dipaksakan atau terbatas dan hanya beli kucing dalam karung, hanya melihat iklan saja, karena memiliki kapital besar. Capres itu calon pemimpin negara/ pemerintah yang menentukan nasib bangsa ini ke depan, jangan sampai kita dihadapkan kepada Penyesalan di belakang hari. Artinya bicara capres adalah bicara kepentingan masa depan Bangsa, bicara tentang Negara. Oleh karena terkait kepentingan negara, maka konvensi partai apa saja tidak hanya PD, harusnya TVRI satu-satunya Lembaga Penyiaran Publik yang masih Independen ikut berperan menyampaikan ke publik, sehingga masyarakat mendapat info yang lengkap tentang Capres yang akan diusung oleh Parpol.  Kalau TVRI tidak berperan, lalu lembaga apa yang bisa menginfokan tentang calon-calon potensial, calon-calon yang bagus tapi tidak punya dana yang cukup untuk mencalonkan diri menjadi presiden. Apakah hanya orang yang punya kapital saja yang boleh menjadi presiden? Inilah pandangan saya terkait peran LPP TVRI yang berkaitan dengan kepentingan publik, karena jangan harap LPP swasta akan memberitakan yang massive dan terbuka kalau tidak mampu membayar dengan jumlah yang besar. Saya beri contoh, ada capres-capres muda, ada juga yang sangat senior yang punya rekam jejak dan prestasi bagus, yang tidak memiliki kapital cukup besar, kalau tidak diberi ruang yang cukup, kita khawatir nantinya ada pemilik kapital yang mendanai, mereka bisa tersandera dan akhirnya harus bayar hutang saat berkuasa, rakyat dirugikan. Inilah harapannya terhadap LPP TVRI yang masih independen, yang masih bisa memenuhi harapan publik. Apabila pandangan saya ini tidak terbiasa didengar, itulah saya si Juki selalu membuat ruang yang menarik untuk didiskusikan agar rakyat mendapat pencerahan dan memiliki kecerdasan politik. 2 tahun yang lalu, saya pernah melontarkan tentang perlunya kampanye parpol dibiayai negara, agar parpol tidak cawe-cawe mencari uang yang akhirnya merugikan negara yang jauh lebih besar. Waktu itu banyak yang meresponse negatif dan memaki karena dianggap memboroskan uang negara, tapi sekarang, hampir semua pengamat menyatakan hal yang sama justru tidak hanya kampanye parpol, justru dikatakan parpol harus dibiayai negara agar demokrasi ini bisa berkualitas, bukan demokrasi kriminal. Mudah-mudahan tulisan ini semakin memahami tentang pemikiran Si Juki yang selalu berusaha berpikir berbeda agar Bangsa ini semakin cerdas karena banyak ruang diskusi untuk membangun Bangsa ini lebih baik ke depan. Terakhir apabila tulisan ini pun dianggap tidak benar, bodoh dan menyesatkan, sekali lagi tidak perlu marah, ini hanya ruang dialog antar-anak bangsa, agar Bangsa ini menjadi unggul dan bermartabat, melalui proses diskusi yang juga bermartabat. Ini hanya untuk referensi saja, saat saya tammt SMA Xaverius I Palembang, Pimpinan sekolah yang sering kami panggil Pastor, memanggil Bapak saya. Dijelaskan bahwa anak Bapak boleh masuk kemana saja, fakultas apa saja, tapi tidak boleh masuk Fakultas Kedokteran. Setelah saya menjalani kehidupan dalam berbagai profesi, saya baru sadar, bahwa saya seringkali berpikir berbeda, sering berinovasi terhadap apa saja. Ini tidak boleh dalam Profesi Kedokteran. Dokter harus taat azas, tidak boleh mencoba coba yang bisa membahayakan pasien. wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun