Ada beberapa penyebab kehancuran peradaban bangsa, seperti kepuasan diri para ilmuwan para pemimpin, sikap hedonis dan rusaknya moral dan akhlak masyarakatnya, atau dihancurkan oleh faktor luar seperti serbuan bangsa lain atau kerusakan alam. Faktor kerusakan alam atau serbuan dari bangsa lain, tercatat pernah dialami oleh bangsa manapun. Bencana alam pernah menggilas beberapa peradaban dunia, seperti bencana gunung Vesufius di Italia, dan bahkan sampai saat inipun, beberapa peradaban masih saling curiga dan saling berperang.
Dari faktor pemimpin, dalam kajian siyasah Islamiyah seorang pemimpin haruslah dapat dipercaya, berkata benar, menyampaikan kebenaran, dan memiliki kekuatan yang menunjukan kemampuan dia dalam memimpin (al qudwah). Begitu pentingnya komitmen kejujuran seorang pemimpin kepada rakyatnya, sampai-sampai agama mengharamkan surga bagi pemimpin yang mati dalam keadaan menipu rakyat. Rakyat-pun diharamkan taat kepada pemimpin yang tak bermoral yang suka membuat kezaliman. Namun sebaliknya, rakyat wajib taat kepada pemimpin yang memiliki moral yang baik sesuai ajaran agama. Pemimpin yang bermoral tentunya bekerja keras untuk kemakmuran rakyatnya, melihat dengan mata rakyat, berbicara dengan bahasa rakyat, dan menangis ketika melihat rakyatnya dihimpit kemiskinan.
Dari faktor masyarakatnya, dijelaskan oleh ilmuwan Muslim Ibn Khaldun, bahwa yang merusak peradaban diantaranya adalah tenggelamnya masyarakat dalam kemewahan dan memperturutkan hawa nafsunya sehingga terjerumus dalam kehancuran. Ibn Khaldun juga menjelaskan bahwa tujuan pembangunan adalah terbentuknya peradaban dan kemegahan. Apabila tujuannya telah tercapai, maka secara perlahan akan berbalik menuju kehancuran dan mulai memasuki usia senja, seperti layaknya terjadi pada daur kehidupan. Peradaban adalah tujuan pembangunan dan sekaligus merupakan penyebab kehancurannya. Lebih lanjut, berpendapat, moralitas yang dihasilkan oleh peradaban dan kemegahan adalah sebuah kerusakan. Maka apabila manusia telah rusak moral dan agamanya, maka rusak pulalah kemanusiaannya dan jati dirinya. Sebab manusia dianggap sebagai manusia karena bergantung pada sejauhmana dia mampu mengambil manfaat dan menghindari bahaya secara konsisten. Namun karena keterbatasannya, manusia tidak mampu menjaga sikap konsistennya. Baik disebabkan oleh ketidakberdayaannya mensyukuri kesejahteraan, maupun karena merasa ujub dengan kemegahan yang diperolehnya.
Korupsi Anti-Peradaban
Seorang bangsawan Inggris Abad ke-19 Lord Acton mengatakan: “power tends to corrupt; absolute power tends to corrupt absolutely”. Kekuasaan memiliki korelasi positif dengan perilaku korupsi. Korupsi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki kuasa, sedangkan cara berkuasa bisa dilakukan dalam sistem politik apapun. Dengan kata lain, perilaku korup sering dilakukan oleh para pemimpin, dan perilaku ini, juga bisa berlangsung dalam peradaban manapun. Korupsi telah menjadi penyakit bagi setiap peradaban dan menjadi kejahatan kemanusiaan.
Ironisnya, tema korupsi, saat ini masih menjadi tema yang terus mengemuka dalam kehidupan bangsa kita. Bukan hanya terhadap masyarakatnya, para pemimpin bangsa ini, kerap diberitakan terlibat dalam berbagai kasus korupsi yang akut. Maraknya perilaku korup yang melanda bangsa ini, dikhawatirkan akibat pendidikan dan pola pembangunan masa lalu yang keliru, yang tidak dilakukan secara menyeluruh tetapi hanya dititikberatkan pada pembangunan empirik yang hanya mengacu pada tujuan-tujuan hedonis semata.
Ibnu Khaldun mengatakan, bahwa pembangunan sebuah peradaban yang berkesinambungan, seharusnya tidak meninggalkan aspek-aspek spiritual dan moral bangsa. Sebab makna membangun peradaban mencakup makna umur dan kemakmuran sebagai objek tujuan. Artinya, setiap jiwa yang diberi umur harus membangun. Sebab kerja-kerja pembangunan adalah ibadah yang wajib dilakukan manusia selaku pemimpin (khalifah) di muka bumi demi tercapainya kemakmuran dunia akherat.
Sementara, perilaku korupsi adalah perilaku yang bertolak belakang dengan upaya membangun peradaban. Kejahatan korupsi ini adalah perilaku yang jauh meninggalkan aspek-aspek spiritual dan moral sehingga jauh dari upaya membangun sebuah peradaban yang kuat. Dalam catatan sejarah pula, disimpulkan bahwa sebuah peradaban bangsa akan cepat runtuh, tatkala korupsi telah menjadi penyakit dan menggerogoti masyarakatnya.
Dengan bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban akibat adanya korupsi, sesungguhnya kita telah diperingatkan agar membangun sebuah peradaban yang benar-benar beradab, baik kepada Tuhan, kepada sesama, maupun kepada alam sekitar kita. Membangun peradaban ini, dapat dilihat jelas melalui konsep madinah atau civil society, dimana berkumpulnya sebuah komunitas yang bersama-sama membangun peradaban yang didasari supremasi moral dan ruh keagamaan. Wallahu’alam Bissawab.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H