Mohon tunggu...
M. Suaizisiwa Sarumaha
M. Suaizisiwa Sarumaha Mohon Tunggu... Dosen - Berakit-rakit dahulu. Aeru tebai aetu.

Truth Hunter Founder dan Coordinator Luahawara Young Community (LYC) Founder Komunitas Bale Ndraono (KBN)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

79 Tahun Indonesia Merdeka, di Mana Ruang Pembentukan Karakter?

15 Agustus 2024   11:32 Diperbarui: 17 Agustus 2024   06:52 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Program penguatan pendidikan karakter menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan bangsa. (Dok. Wahana Visi Indonesia via kompas.com)

Ruang publik merupakan ruang terbuka dalam memandang apa yang ada disekitarnya selain apa yang ditimbulkan atau apa yang terjadi di areal dan ruang publik tersebut. 

Ruang publik semakin kuat dan berkualitas ketika ruang lain yang dianggap sebagai pembentukan karakter telah benar-benar mendapatkan manfaat kahadirannya. 

Ruang itu tentu ruang kelas yang juga sengaja dibentuk oleh masyarakat yang akhirnya melembaga dan menjadi kebutuhan di era modernitas ini. Ruang tersebut adalah sekolah, selain ruang keluarga yang merupakan basicnya.

Sekolah dengan segala fungsinya sebagai ruang yang disengaja dibentuk oleh masyarakat bahkan akhirnya melembaga baik sekolah in-formal, sekolah non-formal dan sekolah formal dengan kemampuan interaksi antar warga sekolah tersebut yang melahirkan budaya organisasi yang harus dan patut ditaati oleh seluruh warga sekolah tersebut. 

Sekolah tentu tak asing lagi tujuannya sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Kata yang digunakan disini adalah cerdas bukan pintar. Pintar hanya untuk dirinya bahkan kadang seseorang saking pintarnya bisa ngakali sesuatu yang sulit dibikin mudah atau yang mudah dibikin sulit apalagi bila ngakali orang-orang yang kemampuan pengalamannya kurang. Dalam situasi kata pintar ini lebih sering yang pintar memanfaatkan kemampuan orang lain yang lemah.

Berbeda dengan cerdas. Cerdas, yaitu kemampuan seseorang yang bukan hanya knowladgenya saja akan tetapi sikap atau attitude seseorang ikut memengaruhi lingkungan sekitarnya. 

Cerdas artinya seseorang yang mampu memilah mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang berkenan dan yang tidak berkenan, dan/atau mana yang baik dan mana yang tidak baik tanpa merugikan orang lain. Hal ini karena bersekolah itu untuk membentuk seseorang memiliki nilai religius, berakhlak mulia dan tentu untuk memiliki keterampilan hidup.

Jadi, pertanyaannya "dimana ruang pembentukan karakter tersebut? Bukan kah tujuan sekolah itu jelas bahkan diamanatkan dalam undang-undang dengan tujuan untuk ditaati dan diikutii oleh setiap warga masyarakatnya. 

Semua pegawai apalagi 'pejabat' pasti pernah dan telah mendapatkan pendidikan atau pernah sekolah bahkan di tempat yang katanya 'sekolah mewah' yang dibuktikan dengan telah memilikinya ijazah. 

Ijazah adalah bukti seseorang pernah sekolah bukan untuk gagah-gagahan atau untuk menakut-nakuti orang lain. Walau sebagian besar pikiran masyarakat bahwa ketika sudah sekolah maka akan menjadi pegawai. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Situasi ini terjadi bahkan cenderung dipaksakan karena tuntutan kebutuhan. Pada akhirnya sekolah adalah untuk menjawab kebutuhan industri. 

Kebutuhan insudri itu adalah ketika seseorang melamar pekerjaan harus menyertai bukti berupa ijazah dengan kualifikasi yang diharapkan oleh penyedia lapangan kerja baik di lembaga pemerintah maupun non-pemerintah.

Berdasarkan persoalan di atas, disinilah sebenarnya peran sekolah yang awalnya untuk pembentukan karakter dan ketika seseorang telah keluar dari pintu gerbang sekolah maka perilaku itu turut memengaruhinya, yaitu ketika berhadapan dengan lingkungan yang berbeda dari situasi kelas di sekolah. 

Sekalipun seseorang peserta didik bermasalahan di ruang publik tentu akan kembali ke sekolah yang disebut sebagai ruang pembentukan karakter. Inipun tentu tidak mutlak untuk tujuan pembentukan karakter melainkan untuk 'segera' mendapatkan ijazahnya.

Maka pembentuk akhir dari karakter itu sebenarnya adalah lingkungan, yaitu ketika mereka yang sudah mendapatkan ijazah dengan segala kemampuan knowladge itu bahkan berusaha untuk lebih baik dengan lainnya sampai saling berkompetisi untuk mendapatkan jabatan dan juga keuntungan yang sebesar-besarnya. 

Alih-alih menghalalkan segala cara. Hal ini juga turut membentuk karakter ambisius. Bahkan seseorang yang secara administrasi (raport) memperoleh nilai paling baik diantara temannya yang lain, namun karena saking proud-nya dengan dirinya maka muncul ambisi-ambisi lain. 

Semua ini karena tuntutan lingkungan. Hal ini sebagaimana adagium 'semua karena kepentingan' artinya lingkungan seseorang turut memengaruhi idealismenya. 

Dengan harapan ideologi negara ini juga tidak mudah berubah hanya krena kepentingan. Jadi, pertanyaanya kemudian "apakah fungsi dan pentingnya sekolah itu? S

ehingga pada akhirnya output sekolah itu tidak lagi sebagaimana fungsi dan tujuan kelembagaannya. Inipun masih kita pertanyakan. Dirgahayu RI-79. Pendidikan kita kemana arahnya? Mari kita renungkan. @mss.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun