Akhir dan Awal Tahun: Bukan refleksi tapi intropeksi
Setiap akhir tahun manusia dibelahan dunia manapun melakukan berbagai kegiatan. Perusahaan menutup tahun laporan bukunya untuk dapat di evaluasi. Manusiapun berbagai resolusi yang dipikirkan bahkan disiapkan untuk merefleksikan kejadian-kejadian masa lalu agar ke depan hasil yang dicapai lebih baik.Â
Ada yang merencanakan pengembangan usaha adapula yang merencanakan memulai hidup baru dengan pasangannya dan bagi yang sudah berkeluarga memikirkan arah dan masa depan anak-anak agar cita-cita terwujud. Sedang dalam bidang pemerintahan menyesuaikan pada perkembangan dan tuntutan jaman serta regulasi yang ada. Proses ini terjadi melalui pesta demokrasi dan politik.
Sebelum era 80 sampai 90an, kami di daerah yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan apalagi metropolitan memiliki kebahagiaan tersendiri. Bermain dengan meriam bambu dan merakit petasan dari bahan busi bekas.Â
Kegembiraan ini semakin tergambar ketika pada saat pergantian tahun, pukul 00:00 kami melakukan kebaktian serta doa bersama. Setelah selesai kebaktian akan menimati makanan kecil-kecilan dan menyalakan lilin di depan rumah. Saling berbagi makanan dan saling berkirim makanan kepada tetangga atau keluarga lainnya. Indahnya saat itu.
Sepuluh tahun terakhir ini, semua kebiasaan itu jelas semakin memudar. Memudar karena jaman memengaruhinya. 'Mungkin' penyebabnya karena demokrasi yang kebablasan. Ketika orang sulit menerima perbedaan, sulit menerima kelebihan orang lain dan sulit mengakui kelemahannya dan/atau 'mungkin' juga karena mereka sudah merasa memiliki/punya apa yang akan dibagikan oleh tetangganya tersebut. Dan, tentu dipengaruhi juga oleh media, di mana masyarakat melihatnya melalui televisi, sehingga mendorong mereka untuk melakukan seperti apa yang ditayangkan oleh media tersebut.Â
Pesta tutup tahun dan menyambut tahun baru dengan petasan sebesar paha orang dewasa dan pesta kembang api. Gaya hidup telah memengaruhi perilaku sosial masyarakat. Padahal kalau dijalankan saja seperti sedia kala, era sebelum demokrasi semua baik dan welcome, karena kami masih menerapkan hal seperti ini. Saling berbagi dalam ikatan kasih dan persaudaraan.
Tahun ini, tahun 2018 tahun politik yang berada pada masa kampanye calon legislatif dan sekaligus kampanye pemilihan presiden RI yang pelaksanaannya serentak. Ini memberi warna tersendiri untuk mengakhiri dan mengawali tahun.Â
Berbagai bencana alam dan polemik dari konstituen dan juga para calon semakin menohok bahkan bila tidak ditangani dengan penuh kehati-hatian akan membuat negara ini 'chaos'. Pemerintah dan pihak keamanan disibukkan dalam mengatasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut yang tentu menuntut biaya, pikiran, tenaga dan energi yang besar.
Semoga melalui doa dan harapan kita bersama pada saat dan waktu pergantian tahun pukul 00:00 nantinya akan merubah arah dan kebijakan kita sebagai bangsa yang besar, yaitu bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, harmonis dan beradab. Doa ini, semoga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Nias sampai Papua mampu menjaga kesatuan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pendiri bangsa ini, sang proklamator Bung Karno mengatakan "Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu golongan adat istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke".Â
Kita berbeda yang merupakan aset dan kekuatan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Perbedaan ini sebagai bukti bahwa kita kuat dan kita semua bersaudara. Bahkan turut dalam menjaga perdamaian dunia. Siapapun yang memimpin bangsa ini kita tetap satu, yaitu Indonesia. Indonesia adalah pelangi dunia. Tuhan memberkati. Â #MSS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H