Mohon tunggu...
M. Suaizisiwa Sarumaha
M. Suaizisiwa Sarumaha Mohon Tunggu... Dosen - Berakit-rakit dahulu. Aeru tebai aetu.

Truth Hunter Founder dan Coordinator Luahawara Young Community (LYC) Founder Komunitas Bale Ndraono (KBN)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar = Bermain

9 September 2018   23:13 Diperbarui: 12 Desember 2019   23:37 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disajikan dan dilaksanakan dalam setiap kegiatan Komunitas Bale Ndraono (KBN) yang berpusat di Nias Selatan sebagai bagian dalam meliteralisasi masyarakat.

Belajar itu bermain dan bermain itu belajar. Dua kegiatan ini seolah berlawanan. Bila dilihat dari makna katanya menunjukkan bahwa belajar itu ketika orang memegang buku atau sedang membaca, sedangkan bermain menunjukkan sesuatu yang membuang-buang waktu atau bahkan tidak berarti. 

Oleh karena itu, melalui tulisan kecil ini, saya mencoba menguraikan bahwa kedua kata belajar dan bermain adalah satu kegiatan yang mampu mendukung kegiatan dan aktivitas serta tumbuh kembang individu apalagi seorang anak/peserta didik. 

Dengan harapan bahwa orang dewasa/fasilitator ataupun guru dalam proses akademik yang dilaksanakannya dapat melakukan kegiatan ini secara bersamaan, yaitu belajar dan bermain (baik dalam kelas maupun di luar kelas).

Belajar merupakan kegiatan yang mengasah proses dan cara berpikir setiap individu/peserta didik, sedangkan bermain merupakan kegiatan yang mengasah proses psikomotorik dan sikap (attitude) setiap individu/peserta didik sehingga mampu mengkolaborasikan dengan lingkungan yang terbuka dan tak terbatas dimana anak tersebut belajar dan bermain. Tidak terbatas pada kompetisi. Kompetisi penting namun kolaborasi adalah sesuatu yang sangat penting sehingga anak dapat saling membelajarkan.

Misalnya dalam kegiatan yang bertepatan HUT Proklamasi kemerdekaan, banyak anak dan masyarakat melakukan kegiatan yang turut merayakan dan memeriahkan hari kemerdekaan dengan berbagai kegiatan permainan rakyat misalnya, lomba makan kerupuk, tarik tambang, lari goni, lari kelereng, lari bakiak, panjat tebing dan berbagai lomba lainnya misalnya lomba masak, lomba kreasi, dan bidang olah raga misalnya lomba volly, volly pantai, sepak takraw, bola kaki atau futsal dan lain sebagainya.

Dari berbagai kegiatan tersebut bukan saja untuk mendapatkan hadiahnya melainkan membangun kerjasama dalam team, solidaritas dan integritas agar dapat memenangkan permainan-permainan tersebut. Proses ini menjadi sumber pembelajaran yang berharga dan bahkan tak terlupakan bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan dimaksud.

Ketika mereka bekerjasama, hal ini menunjukkan bahwa mereka saling pecaya, saling memberi semangat dan bahkan saling berkorban agar team mereka dapat mencapai keberhasilan atau kemenangan. 

Melalui permainan ini juga anak-anak dilatih untuk bersabar, mengorganisir, memimpin dan belajar memahami lawan ataupun memahami kemampuan teamnya sendiri.

Jadi, di dalam bermain kita dapat belajar dan di dalam belajar kita dapat mengembangkan berbagai bentuk kegiatan atau permainan lainnya sehingga belajar itu semakin asyik dan digemari oleh anak-anak. Hal ini menuntut kemampuan orang dewasa atau fasilitator ataupun guru dalam mengkonstruk pembelajaran dengan berbagai bentuk permainan atau sebaliknya permainan menjadi bagian pembelajaran.

Melalui belajar dan bermain, anak-anak semakin mengaktualisasikan dirinya dengan segala kemampuan yang dimilikinya selain itu melatih anak untuk belajar lebih rileks dan santai tanpa tekanan, nyaman dan menghargai sportifitas sehingga semakin terus mengoreksi atau mengevaluasi dirinya dari keberhasilan bahkan dari kegagalan demi kegagalan yang terjadi baik dalam belajar maupun dalam bermain. Gurupun harus mampu menjadi fasilitator, mediator, konduktor, motor, inovator dan tor tor tor laiinya sehingga proses dan ruang belajar jadi milik peserta didik/anak.

 Teruslah belajar dan bermain. Belajar dan bermain itulah kemerdekaan dalam proses pembelajaran. Siapapun dapat bermain dan sekaligus dapat belajar. Siswa dapat berperan jadi fasilitator dan demikian juga guru yang selama ini jadi fasilitator dapat menjadi siswa. Secara tidak langsung, telah menjadi role model yang selanjutnya akan saling membelajarkan. 

Belajar = Bermain dan Bermain = Belajar :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun