Mohon tunggu...
Marya Ulfa
Marya Ulfa Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah keberanian

Freelance

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Natal 2018 dan Toleransi Umat Beragama di Indonesia

24 Desember 2018   10:58 Diperbarui: 24 Desember 2018   11:23 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

25 Desember 2018, Umat Kristiani Indonesia akan merayakan Hari Natal. Perayaan natal ini sering mengundang polemik mengenai pengucapan selamat terutama  dari kalangan umat Islam. Hal ini berdampak pada suasana yang tidak kondusif mengenai perbedaan tersebut, terlebih di media sosial. 

Sehingga berkembanglah polemik itu pada pembicaraan yang lebih luas yang menjurus pada ujaran kebencian, isu SARA dan intoleransi antar umat beragama. Tentu sangat menyedihkan, di saat saudara kita umat Kristiani ingin memperingati Hari Natal ini dengan khidmat dan damai justru terusik dengan suasana yang kurang kondisif tersebut. Padahal Islam sangat menjunjung tinggi toleransi dan menghargai kepercayaan lain.

Berdasarkan itu, saya ingin mengangkat kembali pendapat Prof Quraish Shihab mengenai polemik ini. Profesor Muahmmad Quraish Shihab, ahli tafsir dan mantan Menteri Agama menyampaikan bahwa persoalan ini hanya di Indonesia. Ia yang lama di Mesir tahu sekali, ulama-ulama Al Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani mengucapkan selamat Natal. Ia juga tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa bahwa itu boleh. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya Mustafa Al Zarka'a. 

Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari basa-basi, hubungan baik. Ia mengatakan agama membolehkan kita mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini, tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu memahami Natal sesuai kepercayaannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar. 

Jadi syaratnya boleh mengucapkannya asal akidah anda tidak ternodai. Itu dalam rangka basa-basi dan menghormati saja, seperti apa yang dikatakan ulama besar suriah itu. Ada orang sangat ketat dan khawatir. Itu kekhawtiran wajar kalau orang di kampung, tidak mengerti agama.

Bahkan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif mengaku sering mengucapkan selamat Natal pada temannya yang beragama Kristen. Tiap Natal tiba, Syafii Maarif mengucapkan selamat Natal. Menurutnya, ucapan selamat Natal tak perlu menjadi polemik. Dia menegaskan, ucapan selamat Natal hanya sebagai bentuk kerukunan antar umat beragama Buya Syafii berharap, ucapan selamat Natal tidak dikaitkan dengan agama

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin pernah juga mengungkapkan tak ada larangan khusus kepada umat Islam untuk memberikan ucapan selamat Natal. Hal itu merupakan ekspresi budaya masyarakat yang hidup berdampingan. Karena kalau sekadar konteks kultural budaya sebagai refleksi persahabatan maka dapat dilakukan dengan berkeyakinan bahwa itu tidak pengaruhi akidah, tapi sesuai dengan keperluan. 

Menurutnya, pemaknaan agama Islam tidak sempit dengan melarang menghargai dan menghormati hari besar agama lain. Ucapan selamat dimaksudkan untuk saling menyatakan rasa penghormatan. Perayaan Natal meskipun tujuan menghormati Yesus akan tetapi tidak bisa dikaitkan dengan masuk ke akidah," terang dia. 

Selain itu Habibi Rizieq Sihab juga pernah mengingatkan umat islam  untuk tidak mengganggu umat Kristen. Biarkan mereka merayakan Hari Natal, biarkan mereka bergembira di Hari Natal, biarkan mereka memperingati Hari Natal. Jangan kita ganggu gereja mereka, jangan ganggu acara mereka. Haram kalau kita ganggu mereka," ucap Rizieq.

Maka pada perayan Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 ini kita berharap semua pihak, baik Kepolisian, seluruh umat beragama, bias saling menjaga suasana yang kondusif dalam menyongsong hari raya Natal dan Tahun Baru 2018. Mari kita menghormati Natal dan Tahun Baru, bagi terutama saudara-saudara kita dari agama Kristen. Karena persatuan kita, kerukunan antar umat beragama adalah hal yang menunjang kesatuan Republik Indonesia ini, tidak ada ruang untuk ujaran kebencian, intoleransi, teror bahkan radikalisme di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun