Â
Kesetaraan gender adalah salah satu pondasi utama dalam membangun masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan. Sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 5, kesetaraan gender bukan hanya menjadi isu global, tetapi juga tantangan nyata di berbagai sektor kehidupan. Dalam dunia kerja, perempuan seringkali menghadapi hambatan struktural, stereotip, dan tantangan lainnya yang menghambat kemajuan mereka. Isu ini relevan tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga menjadi tema yang sering diangkat dalam berbagai bentuk media populer.
Media, khususnya drama Korea, memiliki peran signifikan dalam membentuk dan merefleksikan pandangan masyarakat terhadap isu-isu sosial, termasuk kesetaraan gender. Drama Korea tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga menyajikan kisah-kisah yang menggugah tentang perjuangan perempuan dalam mengatasi hambatan di dunia kerja. Salah satu drama yang berhasil menyentuh isu ini adalah Good Partner. Drama ini menyajikan perjalanan seorang perempuan yang berusaha menegakkan keadilan dan membuktikan kemampuan di bidang hukum, sebuah profesi yang kerap dianggap maskulin.
Melalui artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana Good Partner merefleksikan isu kesetaraan gender dalam dunia profesional, serta pelajaran apa yang dapat diambil dari drama ini untuk mendukung perjuangan mencapai SDGs nomor 5.
Analisis Drama Good Partner
Drama Good Partner menghadirkan kisah yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menyuarakan isu sosial yang relevan tentang kesetaraan gender di dunia profesional. Mengambil latar di firma hukum ternama, drama ini berpusat pada perjalanan Cha Eun-Kyung, seorang pengacara perempuan yang mencoba menyeimbangkan kariernya yang gemilang dengan berbagai tuntutan pribadi dan sosial. Melalui karakter dan alur ceritanya, Good Partner menjadi cermin dari tantangan yang dihadapi perempuan di dunia nyata.
Gambaran Singkat Alur Cerita
Good Partner berfokus pada perjalanan Cha Eun-Kyung, seorang pengacara senior dengan reputasi yang luar biasa. Ia dikenal sebagai sosok tegas, disiplin, dan sangat kompeten dalam menangani kasus hukum yang kompleks. Namun, posisi Cha Eun-Kyung tidak diraih dengan mudah. Sebagai perempuan di bidang hukum, ia menghadapi bias gender, persaingan tidak sehat, dan ekspektasi sosial yang sering meremehkan perempuan di posisinya.
Kisahnya semakin menarik ketika ia menjadi mentor bagi Han Yu-Ri, seorang pengacara muda dengan semangat besar, tetapi masih terjebak dalam ketidakpercayaan diri. Hubungan mentor-mentee antara mereka menjadi inti dari drama ini, menggambarkan dinamika yang tidak selalu mulus, tetapi penuh pelajaran berharga. Sementara itu, drama ini juga mengeksplorasi bagaimana Cha Eun-Kyung berjuang menjaga keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi, memberikan pandangan yang realistis tentang tantangan yang dihadapi perempuan modern.
Karakter Cha Eun-Kyung sebagai Representasi Perempuan Kuat
Cha Eun-Kyung adalah sosok yang sangat mencolok dalam drama ini. Ia menjadi representasi perempuan yang tidak hanya berdaya, tetapi juga berjuang melawan hambatan struktural di dunia kerja. Dalam setiap kasus yang ia tangani, Cha Eun-Kyung menunjukkan kecermatan dan keberanian yang luar biasa. Salah satu adegan yang menggambarkan kekuatannya adalah saat ia berhasil memenangkan kasus yang melibatkan diskriminasi gender di tempat kerja, meskipun menghadapi tekanan besar dari rekan-rekannya yang mayoritas laki-laki.
Namun, kekuatannya tidak hanya terletak pada kemampuannya sebagai pengacara, tetapi juga dalam caranya menghadapi kritik dan keraguan yang diarahkan kepadanya sebagai perempuan. Dalam salah satu momen emosional, ia mengatakan, "Keahlian saya tidak bisa diukur dari gender saya," yang menjadi pesan kuat tentang pentingnya meritokrasi di dunia kerja. Karakter ini menjadi simbol perlawanan terhadap stereotip gender, yang sering kali menganggap perempuan kurang mampu dalam profesi yang dianggap maskulin seperti hukum.
Dinamika Mentor-Mentee antara Cha Eun-Kyung dan Han Yu-Ri
Hubungan Cha Eun-Kyung dan Han Yu-Ri menjadi elemen penting dalam drama ini. Pada awalnya, hubungan mereka penuh dengan ketegangan. Cha Eun-Kyung dikenal sebagai mentor yang keras, sering memberikan kritik tajam pada Han Yu-Ri. Namun, seiring waktu, Han Yu-Ri mulai memahami bahwa pendekatan ini adalah cara Cha Eun-Kyung mempersiapkannya untuk menghadapi dunia kerja yang penuh tantangan.
Salah satu momen paling berkesan dalam hubungan mereka adalah ketika Cha Eun-Kyung membela Han Yu-Ri di depan rekan-rekan pria yang meremehkan kemampuannya hanya karena ia seorang perempuan muda. Dalam adegan itu, Cha Eun-Kyung mengatakan, "Dia lebih dari sekadar pengacara baru. Dia adalah pengacara yang berani, dan keberanian itulah yang membuat kita menang." Hubungan ini merefleksikan pentingnya solidaritas perempuan dalam melawan hambatan gender di tempat kerja.
Di sisi lain, Han Yu-Ri juga memberikan pengaruh positif bagi Cha Eun-Kyung. Sebagai generasi muda, Han Yu-Ri membawa perspektif baru yang sering kali mengingatkan Cha Eun-Kyung untuk tetap terbuka terhadap perubahan. Hubungan mereka menunjukkan bahwa pembelajaran tidak hanya satu arah, tetapi juga saling melengkapi.
Tantangan Perempuan dalam Menyeimbangkan Karir dan Kehidupan Pribadi
Cha Eun-Kyung, sebagai karakter utama dalam Good Partner, menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan kariernya yang menuntut dengan tanggung jawab keluarga. Sebagai pengacara yang berdedikasi, ia seringkali mengutamakan pekerjaannya, yang memicu ketegangan dengan suaminya, Kim Ji-Sang, seorang dokter. Konflik rumah tangga ini mencapai puncaknya ketika Kim Ji-Sang merasa kesal karena Cha Eun-Kyung jarang berada di rumah untuk menjalankan perannya sebagai istri dan ibu bagi anak mereka, Kim Jae-Hee. Ketegangan yang terus terjadi akhirnya membuat mereka memutuskan untuk bercerai.
Namun, di balik obsesinya terhadap pekerjaan, ada alasan mendalam yang mendorong Cha Eun-Kyung menjadi seorang workaholic. Ia ingin memastikan bahwa anaknya memiliki kehidupan yang baik dan terjamin secara finansial. Setelah perceraiannya, Cha Eun-Kyung perlahan menyadari pentingnya keseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi. Ia mulai berusaha menjadi sosok ibu yang lebih hadir untuk anaknya, Kim Jae-Hee. Perubahan ini tidak hanya menunjukkan sisi manusiawinya tetapi juga menggambarkan perjalanan emosional yang sering dihadapi perempuan pekerja di dunia nyata.
Kisah Cha Eun-Kyung mencerminkan dilema yang dihadapi banyak perempuan modern, termasuk di Indonesia, yang kerap berada di persimpangan antara ambisi profesional dan ekspektasi keluarga. Drama ini dengan realistis menggambarkan bagaimana perempuan sering kali harus menghadapi kritik dan tekanan, baik dari pasangan, keluarga, maupun masyarakat, ketika mencoba menjalankan berbagai peran dalam hidup mereka.
Melalui perjuangan Cha Eun-Kyung, Good Partner menyampaikan pesan bahwa kesuksesan tidak hanya diukur dari pencapaian profesional tetapi juga dari hubungan yang sehat dan peran yang seimbang dalam keluarga. Ini menjadi refleksi penting untuk memahami kebutuhan perempuan pekerja akan dukungan, baik dari pasangan maupun lingkungan sosial mereka.
Drama Good Partner tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga media refleksi tentang perjuangan perempuan di bidang hukum atau profesi lain. Kisah Cha Eun-Kyung mencerminkan perjuangan melawan hambatan gender, stereotip, dan ekspektasi sosial, yang sangat relevan dengan realitas di Indonesia.
Relevansi dengan Realitas Perempuan di Indonesia
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Indeks Pemberdayaan Gender 2023, indeks partisipasi perempuan di bidang hukum dan legislatif hanya mencapai 25,7%. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan masih kurang terwakili di posisi pengambilan keputusan di sektor-sektor strategis. Selain itu, penelitian dari Komnas Perempuan (Catahu 2023) mengungkapkan bahwa diskriminasi berbasis gender masih menjadi tantangan besar di tempat kerja, termasuk di sektor hukum.
Di Indonesia, perempuan profesional sering kali menghadapi tantangan serupa dengan Cha Eun-Kyung. Misalnya, banyak pengacara perempuan yang harus membuktikan kompetensi mereka lebih keras daripada rekan laki-laki untuk mendapatkan pengakuan yang setara. Selain itu, perempuan seringkali dihadapkan pada ekspektasi tradisional, seperti mengutamakan peran domestik, yang mempersempit ruang untuk mengembangkan karier. Tantangan ini diperburuk oleh kurangnya kebijakan tempat kerja yang mendukung, seperti fleksibilitas waktu kerja atau cuti bagi pekerja perempuan.
Inspirasi untuk Perempuan
Good Partner memberikan inspirasi kepada perempuan Indonesia untuk terus berjuang meskipun menghadapi berbagai hambatan. Karakter Cha Eun-Kyung menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin yang kompeten dan berpengaruh di bidang yang didominasi laki-laki.
Selain itu, hubungan mentor-mentee antara Cha Eun-Kyung dan Han Yu-Ri dalam drama ini dapat menjadi inspirasi untuk membangun solidaritas antar perempuan di tempat kerja. Di Indonesia, solidaritas semacam ini sangat diperlukan, terutama karena data dari Global Gender Gap Report 2023 menunjukkan bahwa kesenjangan gender dalam partisipasi ekonomi masih tinggi, dengan skor 0,646 (di mana 1 menunjukkan kesetaraan sempurna).
Kaitannya dengan SDGs Nomor 5
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 5 menekankan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia kerja. Drama Good Partner relevan dengan tujuan ini, karena menyoroti perjuangan perempuan dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.
Pemerintah Indonesia sendiri telah berupaya mendorong kesetaraan gender melalui berbagai kebijakan, seperti Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian SDGs. Namun, tantangan seperti bias gender di tempat kerja dan stereotip tradisional masih perlu ditangani dengan serius.
Good Partner adalah cerminan perjuangan perempuan untuk mencapai kesetaraan gender di tempat kerja, termasuk di bidang hukum. Kisah ini memberikan inspirasi kepada perempuan Indonesia untuk tidak menyerah menghadapi tantangan, dan mendorong solidaritas serta perubahan kebijakan yang mendukung kesetaraan. Drama ini juga mengingatkan bahwa perjuangan perempuan adalah bagian penting dari pencapaian SDGs nomor 5 di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H