Studi tentang jiwa dan segala aspeknya yang sering kita kenal dengan sebutan ilmu psikologi seringkali dikaitkan dengan penemuan dan riset tokoh-tokoh terpelajar dunia yang terkenal umumnya berada di wilayah Barat.Â
Namun, kenyataannya, riset dan penelitian terkait jiwa dan aspeknya sudah lama menjadi studi di kalangan para sufi, jauh sebelum Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi dan terbentuknya kajian psikologi secara formal seperti sekarang. Berbeda dengan psikologi Barat yang dimulai pada awal abad pertengahan, sufisme telah memulai sejarahnya sejak 1400 tahun yang lalu.
Lalu apa yang membedakan antara psikologi sufi dan psikologi barat? Jawabannya cukup simple, psikologi sufisme menekankan bahwa tujuan jiwa manusia paling utama adalah mencapai tingkat tertinggi dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sedangkan psikologi barat yang menekankan kajian kejiwaan dengan segala kompleksitasnya.Â
Ketika jiwa manusia dipandang dari berbagai aspek di dalam psikologi barat, mulai dari pandangan psikoanalisis, humanistik, atau behariovisme, secara sederhana psikologi sufi umumnya memandang jiwa berdasarkan tingkatan jiwa dalam Islam.
Di dalam psikologi islam, manusia sebagai kajian dari ilmu jiwa dipandang istimewa sebagai Al-Insan. Beberapa keistimewaan yang dimiliki manusia sebagai Al-Insan adalah berilmu, pandai berbicara, mempunyai akal dan pikiran, mampu memutuskan suatu perkara dengan baik, mampu mengendalikan dan mengatasi nurani dan kesesatannya, ditunjuk sebagai khalifah di bumi dan memiliki kebebasan berkehendak. Untuk lebih jelasnya, keistimewaan Al-Insan ini disebutkan dalam Q.S. Al-Alaq yang dapat dimaknakan sebagai berikut.
- Memberikan informasi akan penjelasan asal-usul keberadaannya
- Memberikan informasi kelebihan manusia sebagai mahluk yang berilmu
- Memberikan peringatan kepada manusia terhadap perilaku melampaui batas
Untuk lebih melihat perbedaan kajian manusia antara psikologi islam dan psikologi barat, kita dapat melihat perbedaan antara struktur kepribadiandan jiwa yang ada pada kedua aliran psikologi ini. Menurut Freud sebagai pencetus aliran psikoanalisis, manusia didorong oleh dorongan-dorongan dari dalam diri yang berasal dari struktur kepribadian manusia, yakni id, ego dan superego.Â
Sedangkan menurut Frager, jiwa manusia terdiri dari mineral (ruh maddani), nabati (ruh nabati), hewani (ruh hewani), pribadi (ruh nafsani), insani, rahasia (kesadaran batiniah) dan maharahasia. Perilaku manusia menurut psikologi barat didorong oleh adanya ketidaksadaran, kebutuhan akan aktualisasi diri, kognitif, atau lingkungan.Â
Sedangkan, dalam islam ada aql dan qalb yang seringkali dijelaskan sebagai pendorong perilaku manusia. Aql adalah kemampuan berpikir yang diberikan Allah menjadikan manusia menjadi istimewa diikuti dengan qalb yaitu sumber emosi dan pusat iman manusia.Â
Tujuan dari psikologi barat umumnya untuk menemukan sebab akibat dari perilaku manusia, sedangkan psikologi islam umumnya bertujuan untuk mengarahkan jiwa untuk mendapatkan pencerahan menuju kepada Allah SWT.
Tentu saja, pembahasan perbedaan yang terdapat dalam kedua teori dan aliran yang berbeda ini ditujukan bukan untuk memancing perdebatan melainkan untuk menyadarkan bahwa manusia sebagai Allah SWT sangat unik, beragam dan sangat istimewa. Untuk mengkaji dan mempelajarinya saja melahirkan banyak aliran-aliran dan teori yang bisa digunakan untuk mengungkapnya.Â
Perbedaan perspektif ini pula dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperluas pandangan bahwasanya dalam menilai sesuatu hal, terutama hal-hal yang berkaitan dengan perilaku manusia dan segala aspeknya sangat luas.Â