Mohon tunggu...
Maryam
Maryam Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Menuangkan pikiran lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Anies Baswedan Dalam Pusaran Buzzer Politik

8 Februari 2020   18:06 Diperbarui: 8 Februari 2020   20:38 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sosial media menjadi alat yang mumpuni untuk mempromosikan suatu hal.

Itulah mengapa saat ini hashtag di twitter didominasi oleh hashtag "berbau" iklan produk atau film tertentu.

Ranah politik pun tidak mau ketinggalan. Kita sudah merasakan sengitnya perang hashtag antar buzzer pendukung kandidat pilpres tahun 2019 lalu. Bahkan sebenarnya jika mau ditarik kebelakang, promosi buzzer akan kandidat pejabat tertentu ini telah dimainkan sejak pilkada-pilkada sebelumnya.

Apakah sah menggunakan buzzer dan trending hashtag untuk menaikkan pamor? Entahlah. Setidaknya setahu saya sejauh ini belum ada peraturan yang melarang penggunaan buzzer dan sejenisnya untuk kepentingan marketing apapun.

Yang menjadi masalah, seperti yang kita tahu bersama, hashtag yang digaungkan oleh para buzzer ini sekarang bukan lagi untuk menaikkan pamor, tapi juga menjatuhkan pesaing (jika tidak mau disebut lawan) .

Walhasil ranah per hastag-an sosial media terutama twitter dipenuhi sentimen (yang kadang berlebihan nan nggak masuk akal) pada tokoh atau kelompok tertentu.

Yang terbaru, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merasakannya. Issue  bahwa Anies akan menjadi calon terkuat untuk pilpres 2024 rupanya telah membuat lawan politiknya bak kebakaran jenggot. Ditambah pihak-pihak yang masih sakit hati dengan kemenangan Anies di pilgub DKI tahun 2017 lalu yang disebut sarat muatan rasisme keagamaan.

Berbagai narasi kritikan halus hingga kasar dimainkan demi menjanggal langkah Anies menuju RI 1. Padahal, yang bersangkutan sendiri mengaku masih tetap fokus untuk Jakarta sampai 2022 mendatang.

Banyak issue yang berusaha diangkat untuk menjatuhkan pamor Anies Baswedan. Salah satunya banjir besar Jabodetabek di awal Januari lalu yang menjadi headline di berbagai media. Sebenarnya, haqqul yakin 100%, para pendukungnya pun mau berkeluh kesah pada Anies Baswedan_hal yang wajar jika dialami oleh seorang pemimpin terpilih.

Yang aneh, adalah ketika gelombang keluhan ini seolah dijadikan "bensin" oleh para lawan politik Anies yang memang menantikan "kartu matinya" keluar. Beramai-ramai hashtag berbau provokasi ditebar, tidak lupa dengan potret banjir di sana-sini. Yang mereka "kelepasan", mengapa banjir di luar DKI Jakarta seperti Tangerang dan Bekasi juga dikaitkan dengan Anies Baswedan? Bahkan demo menuntun Anies mundur pun dipelopori oleh pihak-pihak yang notabene tinggal di luar Jakarta.

Jawabannya jelas hanya satu: sentimen politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun