Apakah anda pernah memainkan permainan ini:
1. Batu tujuh
2. Galaksin
3. Kelereng
4. Petak umpet / jongkok
5. Cuplak sueng
6. Ular naga
Dan permainan sejenis yang sama nama atau cara bermainnya?
Bagi anda yang lahir sebelum tahun 2000, mungkin pernah merasakannya, Â masa kecil yang jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh anak sekarang. Tidak ada gawai atau internet, yang ada hanyalah ragam permainan yang menuntut daya imajinasi dan kreatifitas tanpa batas seperti yang disebutkan di atas.
Kita pun pernah merasakan bagaimana sensasi mengantri panjang di wartel alias warung telepon, janjian bertemu seseorang dengan harap-harap cemas, atau sekedar menulis surat untuk bertukar kabar dengan seseorang nun jauh di sana.
Sekarang sebenarnya kita juga masih bertukar kabar dengan seseorang yang jauh, tapi dengan gaya dan metode yang lebih kekinian : media sosial.
Bahkan bukan hanya untuk dia yang jauh di sana, kemajuan dunia teknologi informasi juga sudah memungkinkan manusia untuk "berkomunikasi tanpa berbicara".
Berapa banyak dari kita yang berkirim pesan dengan seseorang padahal ia ada di dekat kita? Berapa banyak grup keluarga yang anak dan orangtuanya berada di satu rumah, tapi grup nya lebih ramai dari rumah itu sendiri?
Hal yang lebih menarik lagi, berapa banyak dari kita, yang kemudian lebih nyaman menggunakan status atau bahkan hanya sekedar postingan foto untuk mengutarakan isi pikiran dan hati kita tentang sesuatu?
Ada sebuah ketakutan untuk mengkomunikasikan sesuatu dengan seseorang (atasan/teman/pasangan/keluarga) yang entah datang dari mana sehingga kita putuskan "nanti di WA aja deh"
Pernah?
Kita memang tidak lantas menjadi orang yang gagap, tapi percaya atau tidak, ini seperti efek yang terjadi di alam bawah sadar, yang akhirnya kita tidak lagi terbiasa mencari kata-kata yang tepat dalam waktu singkat ketika berbicara. Sehingga proses memilih dan memadu padankan kata dalam sebuah teks menjadi lebih menyenangkan.
Ironisnya, tidak jarang dalam suatu perkumpulan, kita jadi bingung sendiri harus membicarakan apa, sehingga yang ada hanya sibuk dengan gawai masing-masing. Sebuah penelitian di UNDIP bahkan mengutarakan dengan gamblang bahwa ada kemungkinan berkomunikasi secara online membuat orang merasa lebih didengar atau mereka dapat lebih mudah mengekspresikan dirinya
Anda merasakannya?
Benar.
Ada pergeseran cara berkomunikasi yang kemudian mempengaruhi keberanian kita untuk berbicara secara verbal terutama kepada orang tertentu mengenai hal tertentu. Tidak ada yang salah, namun hati-hati, bisa jadi itu bagian dari kecemasan sosial.
Apa itu kecemasan sosial?  Ia adalah rasa ketakutan ekstrem yang sering hadir ketika berada di tengah-tengah orang banyak atau lingkungan sosial. Dalam studi ilmu komunikasi, kecemasan sosial berkaitan dengan kecemasan kecemasan komunikatif digambarkan sebagai oerassan takut atau khawatir jika berada pada situasi sosial. Bagi penderita gangguan kecemasan sosial, interaksi sosial sehari-hari menyebabkan kecemasan irasional, rasa takut, kesadaran diri, dan malu. Gejalanya mungkin termasuk takut berlebihan terhadap penilaian orang lain, khawatir tentang rasa malu atau penghinaan, atau khawatir akan menyinggung seseorang.
Sebuah penelitian di US telah menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara peningkatan penggunaan media sosial dengan meningkatnya pula penyakit kecemasan sosial (anxiety social disorder) terutama dikalangan anak perempuan.
Memang terlalu dini untuk menyatakan diri kita atau orang di sekitar kita mengalami kecemasan sosial, tapi tidak ada salahnya kita mulai mengantisipasi dengan tidak menggunakan gawai hingga kebabalasan.
Media sosial memang membantu kita untuk mendekatkan yang jauh, namun jangan sampai ia justru menjauhkan yang dekat dan ketika tersadar... Kita hanya tinggal sendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H