Mohon tunggu...
Maryam Faff
Maryam Faff Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatulah Jakarta

Seorang calon jurnalis profesional yang ingin terus belajar apa yang ingin dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Di Balik Viralnya Street Food Grand Indonesia

23 Desember 2022   06:47 Diperbarui: 23 Desember 2022   06:47 2017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Street Food Grand Indonesia (Dokpri)

Wisata kuliner sepanjang jalan atau yang biasa dikenal dengan street food sedang diminati oleh masyarakat, terlebih golongan muda. Baik di dalam maupun luar negeri, sudah banyak street food yang terkenal bahkan sampai ada yang rela mengunjungi kawasan viral demi sekedar mencoba jajanan di sana, walau harus menempuh perjalanan jauh. Salah satu street food yang terkenal terletak di kawasan belakang Mal Grand Indonesia.

Kawasan Grand Indonesia termasuk kawasan elite di ibukota. Keberadaan street food di belakangnya menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berkunjung. Street food dikenal dengan harga makanan dan minuman yang terjangkau. Maka tak heran, jika masyarakat lebih memilih untuk berkunjung ke sini dibandingkan ke area dalam Mal untuk kuliner.

Street food ini terletak di sepanjang jalan Kebon Kacang Raya tepatnya belakang Mal Grand Indonesia (GI), pintu masuk sebelah barat. Street Food GI dikelilingi oleh gedung-gedung elite ibukota. Beberapa gedung tersebut merupakan kawasan pusat perbelanjaan mewah di ibukota. Thamrin City dan Plaza Indonesia merupakan gedung Mal yang dekat juga dengan Street Food GI.

Dengan perkembangan pesat teknologi menjadikan informasi sangat mudah ditemukan bahkan tanpa dicari. Kawasan Street Food GI pun ramai karena viralnya postingan-postingan yang tersebar di media sosial seperti TikTok dan Instagram. Sejak viral tersebut, makin ramai pengunjung di sana. Masyarakat luar ibukota pun banyak yang mengunjungi dengan antusias kawasan street food ini.

Karyawan-karyawan yang memang sudah sering makan di kawasan ini juga tidak keberatan dengan ramainya pengunjung untuk mencoba jajanan pinggir jalan. Mahwan (30) mengungkapkan bahwa makanan-makanan di kawasan ini harganya sangat terjangkau dan tetap higienis.

Wawancara Mahwan (30) di kawasan Street Food GI. (Dokpri)
Wawancara Mahwan (30) di kawasan Street Food GI. (Dokpri)

"Biasanya saya jajan di sini dua kali setiap hari, jam 12 siang dan jam 5 sore," ungkapnya yang merupakan karyawan Plaza Indonesia ketika diwawancarai pada Kamis (22/12).

"Jelas lah. Sekelas karyawan ya biasanya jajan di luar (gedung). Dan itu murah-murah. Harga terjangkau, rasa juga nggak jauh beda lah, 11-12 (re: sebelas-dua belas) dengan yang di tempat lain. Walaupun murah, tapi dia juga higienis, jadi enak. Ayam paket hemat 10.000 tuh, enak dan harga karyawan banget," tambahnya.

Tidak hanya itu, kawasan street food ini tetap memiliki kekurangan seperti penataan yang belum rapi membuat kemacetan terjadi di sepanjang jalan. Terlebih saat akhir pekan, semakin ramai pengunjung yang ingin menikmati sensasi jajan di street food juga menjadi alasan kemacetan tak dapat dihindari.

"Pasti sih macet, ribet, banyak asap. Kurangnya itu saja sih, penataan saja. Tapi, ya, namanya juga kawasan orang, kendaraan lalu-lalang, pasti kan itu rame banget tuh kan. Apalagi kalau weekend, jumat-sabtu tuh udah rame banget. Buat gerak aja susah lahannya. Makan sampai bisa berdiri. Kalau nggak laper mah nggak mau tuh saya makan begitu," ucap Marwan terkait kekurangan yang terjadi di Street Food GI ini.

Ia berharap agar jalan raya tersebut bisa diperlebar untuk mengurai kemacetan dan membuat pengunjung lebih nyaman juga ketika datang.

"Harapannya, ini (jalan raya) sih dilebarin saja, biar lega untuk penataan kawasan kuliner dan biar mengurangi macet juga," imbuhnya.

Hal lain disampaikan oleh Bu Umroh (50) yang merupakan penjual di gerobak warung kopi keluarganya. Ia mengaku telah berjualan selama sekitar 20 tahun di kawasan belakang Grand Indonesia ini.

Di balik viralnya jajanan-jajanan di kawasan Street Food GI ini, ada perjuangan lebih dari tiap pedagang. Contohnya dagangan warung kopi bu Umroh.

"Gerobak ini didorong dari rumah, dek, karena kalau ditinggal di sini ada biaya untuk kontraknya," ujarnya ketika diwawancarai di depan gerobaknya, Kamis (22/12).

Gerobak Warung Kopi Bu Umroh. (Dokpri)
Gerobak Warung Kopi Bu Umroh. (Dokpri)

Pendapatan dari berjualan jajakan warung kopi seperti mi instan, kopi, dan minuman lainnya pun tidak sebanding dengan pendapatan warung tenda makanan lain di street food ini. Makanan yang sedang ramai diminati oleh kalangan masyarakat adalah jenis ayam dan daging, seperti Nasi Ayam Penyet, Sate Taichan, Sate Bakar, dan Bakso.

"300 sampai 400 (ribu rupiah) per hari, dek. Kalau malam minggu, ya, bisa sampai 500 (ribu rupiah). Ya, cuma dagang kopi ibu ini. Kalau kayak ayam penyet itu, kan bisa sampai 1-1,5 juta, dek. Apalagi Ayam AA Sipit tuh, itu mah bukan laku lagi, paling minimal pendapatannya 3 juta, dek," tambahnya.

Warung Kopi Bu Umroh tidak selalu ramai, namun ia memaklumi karena berdagang, pasti ada saat di mana dagangan akan ramai dan sepi. Ia menuturkan, jika libur sekolah tiba, kawasan GI mulai ramai. Pengunjung suka makan di tenda lain, lalu memesan minuman di Warung Kopi Bu Umroh.

"Namanya dagang ya, dek, ada sepinya. Ini karena udah libur sekolah ya, dek, orang suka makan di tempat lain, tapi minumnya beli di ibu gitu," ujarnya.

"Biasanya yang beli itu ada karyawan dari Thamrin City, Grand Indonesia, Plaza Indonesia gitu, dek, makan mi di sini, ngopi-ngopi. Bos-bosnya juga kadang suka minum kopi di sini. Terus juga orang yang jalan-jalan. Biasanya itu, dek," jawab bu Umroh ketika ditanya mengenai pembeli di warungnya.

Untuk keamanan, kawasan street food ini dikelola dengan baik. Ada pembayaran tersendiri dari pihak pengelola kepada penjaga parkir untuk menjaga ketertiban kawasan.

"Kalau pengamen di sini banyak sekali, tapi tidak mengganggu karena sudah ada pembayaran pihak pengelola untuk keamanan anak pengamen dan preman. Yang jaga parkir yang jaga keamanan juga," ujar bu Umroh.

Nah, itu dia kisah dari pembeli tetap dan penjual bertahan di kawasan Street Food GI yang harapannya dapat menginspirasi masyarakat akan kegigihannya. Tertarik untuk mengunjungi wisata kuliner di belakang kawasan elite ibukota? Yuk, segera mampir dan selamat jajan!

Penulis: Maryam Fatiya Robbi Rodhiya, Mahasiswi Semester 3 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun