Mohon tunggu...
Mariza Rizqi
Mariza Rizqi Mohon Tunggu... Petani - Hidup seperti naik sepeda motor

Ikatlah ilmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbagi Kebahagiaan dengan Orang Lain

30 Maret 2019   12:26 Diperbarui: 30 Maret 2019   12:45 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nyenengno wong liyo iku sejatine nyenengno awake dewe, walikane yo ngono, nyusahno wong liyo iku sejatine nyusahno awake dewe. (Membahagiakan orang lain itu sejatinya membahagiakan diri sendiri, sebaliknya pun begitu, menyusahkan orang lain itu sejatinya menyusahkan diri sendiri.)" begitulah nasihat penting yang turun temurun dari nenek buyutku dan diceritakan kembali oleh ayahku. Bukan sekedar kata mutiara yang tak terealisasi, namun itu adalah nasihat yang tercermin lewat perbuatan dan kebiasaan beliau sehari - hari. 

Beliau adalah panutan dalam bersedekah. Setiap hari, beliau selalu memasak banyak sekali seolah - olah akan ada slametan di rumah. Meskipun lauk atau sayur yang dimasak sederhana namun selalu dalam porsi lebih jika dimakan untuk 4 orang di rumah.

Setelah semua matang dan siap untuk disantap, kakek buyutku akan menuju teras dan memanggil siapapun yang lewat di depan rumah untuk ikut makan bersama. Entah kenal atau tidak. Bahkan pernah suatu hari beliau melihat orang yang terkena gangguan jiwa (red. gila) dan tetap mengajaknya. Namun karena orang itu tidak mau masuk rumah dan hanya duduk di teras, maka nenek buyut mengambilkan makanan untuk diberikan kepada orang tersebut.

Jika ditanya mengapa beliau berbuat demikian, maka sederhana saja jawabannya "Lek awakmu iso nyenengno wong liyo, mesti awakmu rumongso seneng. Iku tandane atimu sehat. Lek ndelok wong liyo seneng tapi kok ora melu seneng. Iku berarti atimu wes kenek penyakit seng diarani iri. Bahaya iku! Kudu akeh wiridan.( Jika kamu bisa membahagiakan orang lain, pasti kamu ikut merasa bahagia. Itu tandanya hatimu sehat. Jika melihat orang lain bahagia tapi kok tidak ikut bahagia, itu berarti hatimu sudah terkena penyakit yang disebut iri. Bahaya itu! Harus banyak berdzikir.)".

Begitulah kakek dan nenek buyutku. Generasi jaman old yang begitu sederhana dalam berfikir namun mewah dalam bertindak. Tiap mereka mendapat ilmu, mereka tak lantas berbangga- bangga dan bersombong ria, lalu menyalahkan yang tak sama. Tidak! Sama sekali tidak seperti itu karakter orang jaman dulu.

Mereka akan berusaha menerapkan ilmu yang didapat terlebih dahulu baru mencari ilmu lain. Semakin banyak ilmu yang dimiliki, semakin mereka merasa diri begitu miskin ilmu. Itulah karaker leluhur yang harusnya kita tiru. Mereka mudah bahagia dan senang berbagi kebahagiaan. 

Jangan sampai seperti sebagian besar orang jaman sekarang yang sulit bahagia dan tidak suka berbagi kebahagiaan.  Memiliki sedikit ilmu saja, seolah semua ilmu tlah dimiliki. Kemudian, bukannya sibuk berbagi ilmu malah sibuk menyalahkan sana sini. 

Mari kita belajar dari watak orang lampau. Sedikit namun berarti itu lebih baik daripada banyak namun tak berarti. Ada lagi yang jauh lebih baik yaitu, banyak dan selalu memiliki arti.

Sudahkah kita bahagia hari ini? Sudahkah kita berbagi hari ini? Jika tak mampu membahagiakan, setidaknya jangan menyusahkan! Semoga bahagia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun