Penulis : Maryam H. Dumako, Ansar, Hariadi Said, Arwildayanto.
Filsafat merupakan ungkapan yang tidak saja dibicarakan para cerdik cendekia, bahkan  sering menjadi bahan perbincangan di kalangan masyakat umum.  Dari berbagai sumber bacaan menunjukkan  bahwa filsafat hadir sejak manusia dilahirkan.  Histori  filsafat  hadir sejak berabad-abad sebelum lahirnya Nabi Isa AS (before chrismas). Negara atau wilayah-wilayah yang menjadi banyak sumber informasi tentang filsafat, yakni Yunani, India, Persia (Iran), China, dan bahkan Arab (islam).
Manfaat berfikir secara filsafat, dapat mengajarkan kita cara berfikir dengan kritis. Sebagai dasar mengambil keputusan menggunakan akal sehat pola fikir kita, berfikir secara filsafat dapat menguasai, mendasari, dan spekulatif. Artinya berfikir secara menyeluruh dari pemikiran karakteristik berfikir kita dapat memahami semua materi yang ada. Cara berfikir ini juga ingin mengetahui pengetahuan yang lainnya juga ingin mengetahui kaitan ilmu dan moral, kaitannya dengan ilmu agama dan meyakini apa materi ilmu yang membawa kebagiaan pada manusia (Mardiyanti, 2020).
Berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu meskipun berfilsafat mengandung kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan berfikir berarti filsafat atau berfilsafat. Sutan Takdir Alisjahbana menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan hanya manusia yang telah tiba di tingkat berfikir, yang berfilsafat (Alisyahbana:1981 dalam Widyawati: 2013).
Dalam konteks ilmu pendidikan, terdapat beberapa landasan atau atau azas, yakni Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya, antara lain adalah: (a) landasan religius pendidikan; (b) Landasan filosofis pendidikan; (c) landasan ilmiah pendidikan; (d) landasan yuridis atau hukum pendidikan, dan (e) landasan budaya atau yang biasa dikenal sebagai etnopedagogik (Sutirna dan Asep Samsudin, 2015; Uno, H. dan N. Lamatenggo, 2016). Menurut Falah (2017), bahwa Landasan filosofis pendidikan merupakan seperangkat asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Seperangkat asumsi ini dideduksi atau dijabarkan dari sistem gagasan filsafat secara umum dengan cakupan Metafisika, Epistemologi, Aksiologi yang dirumuskan oleh suatu aliran filsafat tertentu.
Filsafat merupakan induk ilmu pengetahuan yang melahirkan displin ilmu lainnya. Filsafat dapat melahirkan berbagai cabang ilmu dikarenakan peran cabang-cabang filsafat itu sendiri. Cabang filsafat yang kita ketahui bersama adalah Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Ontologi adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang keberadaan sesuatu ilmu, Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang bagaimana mendapatkan sebuah pengetahuan yang melahirkan ilmu, sedangkan aksiologi adalah cabang filsafat yang mengkaji manfaat dari sebuah ilmu.Â
ONTOLOGI
Ontologi dari sebuah pendidikan adalah mengubah baik perilaku, kognitif, dan psikomotor sebagai sebuah perubahan yang riil dimana penerapannya kepada peserta didik harus dilandasi dengan humanisme yang akan merubah dari ketiga aspek tersebut dari background atau intake yang buruk atau kurang baik menjadi lebih baik. Hakekat dari sebuah pendidikan haruslah secara proper berniat dan berperilaku sebagai penerang suatu bangsa dari kegelapan berpikir. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus memiliki peran dan tindakan serius di dalam memecahkan persoalan pendidikan.
Dalam membuat, ataupun menerapkan aturan perundang - undangan di dalam proses pendidikan hendaklah pemerintah menyatukan konsep ontologi dalam tataran praktis bukan dalam tataran teoretis. Pencapaian tujuan pendidikan haruslah benar - benar di imbangi dengan undang-undang yang berhakekat dengan pendidikan agar para generasi pendidik dan peserta didik memiliki wawasan, jiwa, karakter yang benar - benar pembelajar sejati bukan hanya belajar dimaknai sebagai cara untuk mendapatkan gelar ataupun ijasah, tetapi hakekat dari pencarian ilmu haruslah menjadi landasan yang utama di dalam medesain, merumuskan, melaksanakan, mengevaluasi sebuah sistem pendidikan Indonesia.
Proses pelaksanaan pendidikan tidak terlepas dari bagaimana pendidikan itu di rancang, di rumuskan, dilaksanakan, ataupun di evaluasi. Dalam epistimologi dikenal sebuah cara untuk mendapatkan sebuah ilmu, maka di dalam pendidikan mulai dari perancangan sampai evaluasi pendidikan haruslah dilakukan secara benar, tepat dan ilmiah. Pendidikan tidak bisa dilaksanakan secara pengalaman, oleh karena itu di dalam mengkaji sebuah sistem proses pendidikan haruslah sebuah hasil dari kajian yang amat mendalam. Peraturan baik itu perundang-undangan sampai kurikulum harus memiliki dasar ilmiah dan kuat sehingga dalam pengambilan tindakan tidak serta merta berdasakan pengalaman dari sebuah kebijakan masa lampau. Desain sebuah pendidikan merupakan proses yang sangat bermakna di dalam pencerdasan bangsa. Patokan atau pedoman yang akan dilaksanakan merupakan sebuah mekanisme bagi para pelaksana baik di tingkat pusat sampai pada guru yang sebagai ujung tombak pendidikan. Analisis data, pengujian data harus selalu dilakukan agar menciptakan sebuah pengembangan metode ataupun sistem pembelajaran.
AKSIOLOGI
Hasil dari pengembangan tersebut tentulah memiliki implikasi dan dampak yang sangat luas. Apabila semua tindakan epistemologi di lakukan dari tingkat pusat sampai guru, maka proses pendidikan ini tidak akan mengalami bias yang sangat terlihat. Masalah pengangguran bukan hanya karena masalah kurangnya lapangan kerja tetapi sangat kurangnya kualitas lulusan yang siap untuk bekerja, ataupun pengetahuan, ilmu yang mumpuni untuk menciptakan lapangan kerja. Jika pendidikan hanya selalu di jadikan objek pencarian hasil (ijasah atau gelar) semata, maka semakin ironis apabila di Indonesia banyak meluluskan sarjana yang mencetak lapangan pengangguran yang baru. Harapannya jangan sampai pengangguran menjadi sebuah Stag of Unemployment. Sudah barang tentu apabila semua desain, rumusan, tindakan, evaluasi dilakukan secara benar, tepat dan ilmiah, sudah bisa dipastikan HDI (Human Development Index) Indonesia dari sektor pendidikan akan menjadi lebih baik, dan terus membaik yang sustainable dari waktu kewaktu.
Ketiga cabang filsafat inilah yang membuat manusia menjadi kritis, kreatif dan inovatif sehingga mampu melahirkan berbagai disiplin ilmu. Karena sejatinya filsafat merupakan upaya menggunakan logika berfikir yang benar. Ilmu Pendidikan adalah salah satu rumpun disiplin ilmu pasti tak lepas dari peran filsafat sebagai induk dari segala ilmu.
Pendidikan adalah upaya mencerdaskan manusia, memanusiakan manusia, dan memuliakan manusia. Ontologis dari ilmu Pendidikan adalah hakikat keberadaan dari pendidikan itu sendiri. Sementara epsitemologis dari ilmu pendidikan adalah bagaimana insan pendidik dan terdidik mendapatkan ilmu dari dunia pendidikan sementara aksiologis ilmu pendidikan adalah bagaimana ilmu yang didapatkan menjadi bermanfaat di masyarakat.
Seorang terdidik jika belum bermanfaat bagi orang banyak perlu dipertanyakan substansi pendidikan yang ia geluti. Karena seyogyanya semakin bermanfaat seseorang maka semakin cerdaslah dia. Sebaliknya apabila seseorang kurang bermanfaat bahkan menyulitkan urusan orang lain maka dapat dipastikan ia hanya pernah sekolah tapi tidak pernah mendapatkan ilmu pendidikan.
Jalaluddin dan Abdullah Idi (2018: 6) mengemukakan pengertian filsafat pendidikan yang telah dikemukakan para ahli, antara lain menurut : Al-Syaibani (1979: 36), adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai yang mengatur, yang menjadikan filsafat sebagai yang mengatur, menyelaraskan, memadukan proses pendidikan. Â Artinya filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat yang diupayakan untuk pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Â Pengertian filsafat Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari sekaligus bisa melahirkan pengetahuan baru, sains dan melahirkan cabang ilmu baru. Dilihat dari proses kerjanya, filsafat Pendidikan sebagai proses berfikir manusia yang bertujuan untuk memperoleh kearifan dan kebijakan.
Konteks filsafat Pendidikan menurut Brubacher adalah ilmu yang mencari hakikat ilmu dengan pertanyaan yang bersumber pada dunia Pendidikan. Secara singkat, pengertian filsafat Pendidikan sebagai penerapan Analisa filosofis di lapangan Pendidikan. Pengertian filsafat Pendidikan menurut Mr. D. C Mulder adalah proses berfikir tentang diri sendiri ataupun tentang masalah yang terjadi dan yang ditemui di dalam kehidupan sehari-hari, ataupun masalah yang dihadapi dunia. Kemudian kembangkan dan ditemukanlah formula jawaban kesimpulan hasil. Dari hasil inilah yang dapat berubah menjadi cabang ilmu baru atau menjadi tambahan ilmu lama menjadi ilmu baru.
St. Wardah Hanafie (2013), menyatakan bahwa  Korelasi dan Interaksi Filsafat, Manusia dan Pendidikan Filsafat merupakan wacana teoritis dalam mengkaji  setiap  permasalahan  dengan  tujuan mencari  kebenaran  rasional.  Filsafat  sebagai fondasi   berbagai  ilmu   pengetahuan,   akan membentuk  nilai-nilai  dasar  setiap  bangunan ilmu pengetahuan. Filsafat membentuk kerangka pikir yang  orisinil  dan  terarah,  mencari  sumber secara  radikal  dan  menelaah  objek  kajian  secara universal  dan  komprehensif,  sehingga tampak kebenaran   sejati   walaupun   bersifat   relatif. Olehnya  itu,  tujuan  umum  mempelajari  filsafat menurut  Gabriel  Marcell  adalah:  1) Dengan berfilsafat kita semakin memanusiakan diri, lebih mendidik dan membangun diri sendiri. 2) Dapat mempertahankan sikap   yang   objektif   dan mendasarkan  pendapat atas  pengetahuan  yang objektif.   3) Mengajar   dan   melatih   kita memandang  yang  luas.  4) Dengan  pelajaran filsafat,  kita  diharapkan  menjadi  orang  yang dapat berpikir sendiri.
Daftar Pustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H