Mohon tunggu...
Marwita Oktaviana
Marwita Oktaviana Mohon Tunggu... Guru - Seorang yang sedang belajar menulis

Ibu dua orang anak yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memanen Bahagia

31 Desember 2020   13:42 Diperbarui: 31 Desember 2020   13:49 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru saja menamatkan Fullmetal Alchemist seri 18 yang merupakan seri terakhir komik besutan Hiromu Arakawa. Pertukaran setara sering sekali disebut dalam komik ini. Uang dibayar uang, mata dibalas mata, nyawa dibalas nyawa. Lantas apa mungkin kebahagiaan juga harus ditukar dengan kebahagiaan?

Prinsip pertukaran setara ini tidak sejalan dengan nilai-nilai yang saya yakini. Dalam pemahaman saya bukan tentang tukar menukar tetapi tentang memanen. Dulu sekali saat masih kecil ada seseorang yang mengatakan bahwa kebahagiaan hanya bisa kita ciptakan sendiri bukan oleh orang lain. Saat memasrahkan kebahagiaan pada orang lain saat itu pula kebebasan kita diambil. Cara mencari bahagia bisa saja berbeda bagi tiap orang. Bagi saya mencari bahagia tidaklah sesulit yang dibayangkan. Prinsip memanen tadi saya selipkan di sini. Ketika saya bisa menularkan bahagia pada orang lain ketika itu pula saya sedang memanen bahagia untuk diri saya sendiri.

Lantas bagaimana caranya? Berbagi, itu kuncinya. Dalam Islam bahagia menjadi salah satu hal yang penting untuk diraih baik di dunia maupun di akhirat. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan "Perbuatan paling baik ialah engkau memasukkan kebahagiaan kepada saudara yang mukmin dan muslim, membayar hutangnya atau memberinya roti".

Berbagi, yang pertama dan kebahagiaan yang kedua, maka berbagi kebahagiaan bisa menjadi jalan untuk memanen bahagia. Bagaimana caranya? Tidak perlu sesuatu yang mewah untuk melakukan hal ini. Saya belajar dari orang-orang desa dimana nenek saya tinggal. Berbagi sapa dan senyuman pada mereka yang lewat, as simple as that. Kita tidak pernah tahu sejauh apa senyum dan sapa kita akan berdampak pada orang lain. Di desa itu mungkin lumrah, di kota? Lain lagi cerita. Orang kota terkenal individualis. Memberdayakan saling sapa dan senyum akan banyak bermanfaat. Misalnya mengembalikan semangat, menjalin kembali kerukunan, saling mengenal satu sama lain, dan menciptakan keharmonisan.

Saat sudah bisa berbagi senyum dan sapa tingkatkan dengan memberi apa yang kita punya, minimal pada orang tua dan tetangga. Apa saja bisa kita bagi, misalnya yang hobi memasak, sekali-kali bagilah olahan kita pada tetangga. Yang hobi berkebun bagilah hasil kebun yang didapat pada warga. Apakah ini akan mengurangi rejeki kita? Tidak, justru akan meningkat, bukankah Allah menjanjikan pada mereka yang mau berbagi dengan imbalan berkali lipat. Jadi jangan ragu untuk memberi, di sana akan kita temui perasaan bahagia dan kepuasan dalam diri.

Saat pandemi seperti sekarang, dimana intensitas pertemuan dibatasi, karantina wilayah diberlakukan, kesempatan untuk berkunjung atau bertemu tidak sebebas dahulu. Meski demikian intensitas memberi dan berbagi kebahagiaan tidak perlu dikurangi. Justru saat ini adalah saat yang tepat untuk berbagi kebahagiaan. Banyak yang terimbas pandemi dan mengalami kesulitan hidup. Berbagi kebahagiaan tidak mengharuskan kita untuk hadir saat kondisi tidak mengijinkan. Berbagai aplikasi online sudah banyak diciptakan untuk membantu kehidupan kita berjalan lancar. Misalnya jasa pengiriman online yang dipelopori JNE. Maksimalkan aplikasi ini untuk mengirimkan bermacam barang yang dibutuhkan oleh warga yang terdampak pandemi. dengan begitu mereka akan mendapatkan sedikit kebahagiaan dari apa yang kita bagikan.

Mari kita tingkatkan lagi kesadaran untuk berbagi, dari apa yang kita beri akan menciptakan kebahagiaan pada mereka yang menerima. Dari sana secara tidak langsung kita akan memanen bahagia yang berlipat banyaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun