Mohon tunggu...
Marwa Ulfa
Marwa Ulfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Membaca dan menulislah karena itu salah satu cara untuk mendapatkan ilmu

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyyah Prof Dr HAMKA Peminatan Hubungan Masyarakat / Publik Relation

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pandangan tentang Siswa Tidak Diberikan PR Lagi

27 Oktober 2022   11:55 Diperbarui: 27 Oktober 2022   12:02 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hello everyone kali ini saya ingin memberikan sedikit pandangan saya terhadap  tindakan pemerintah kota surabaya yang menghapus  PR atau pekerjaan rumah kepada para siswa sekolah dasar(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). 

Terlepas dari benar atau salahnya disini tanggapan saya murni subjektif  benar dan salahnyaini berdasarkan penilaiaan dan pengamantan saya sendiri yang juga juga pernah menjadi seorang siswa.  

Pemerintah kota surabaya pada tanggal 10 november 2022 dengan resmi menyatakan akan melakukan pelarangan kepada guru untuk memberikan PR kepada para siswanya yaitu bertepatan dengan peringatan hari pahlawan hal ini di lakukan oleh eri selaku wali kota surabaya agar para para  guru lebih mengedepankan pendidikan karakter kepada para siswanya . berikutt pandangan saya atas polemik yang sedang hangat di bahas saat ini  

1. Dalam hal ini terdapat plus dan minusnya bagi saya pribadi positifnya  penghapusan pemberian PR tersebut artinya memberikan Ruang tersendri untuk anak berkreasi setalah lelah belajar di sekolahan, jika di sekolah para siswa telah menghabiskan energi yang cukup banyak untuk belajar dan mengasah pikirannya dan ketika pulang jika ia di bebankan lagi dengan Pr yang banyak maka ia akan kehabisan energi dna pada akhirnya  burn out sejak dini. 

Kalau memang rasionalisasinya adalah sebagai letihan agar para siswa ini kembali mengingat materi yang telah di ajarkan di sekolah mengapa tidak sistem atau polanya saja yang di ubah oleh karena itu saya meyarankan kepada para guru atau pendididik alangkah baiknya  jika memaksimalkan saja permbelajaan itu di sekolah yang notabanenya memang sebagai temoat mereka fokus belajar. 

Misalnya di hari yang sama guru menjelaskan dan memberikan rumus maka setelah mreka memahami alangkah sebaiknya langsung di berikan latihan di saat itu juga , latihannya tidak kperlu banyak cukup 1- 2 soal saja maka disinilah siswa akan melatih dn mengingat rumjus ataupun penjelasan yang sebelumnya, yang saya perhatikan mengapa kerapkali terjadi pr yang berawal dari sebuah tugas yaitu " karena kuantitasnya terlalu banyak" dan akhimya latihan tersebut di bawa pulang jerumah dan di jadikan PR. .

jika rasionalisasniya  kalau tugasnya hanya 1-2 dan di kerjakan di kelas kemungkinanan tingkat menyonteknya akan lebih besar ? artinya disini oeningkatan pengawasan gurunya harus di perketat (Tegas ) jika sulit maka guru bisa mencari cara lain dengan memberikan tugayang berbeda-beda kepada seluruh siswa misalnya siswa satu dapet soail 1+6 maka siswa satunya 3+2dst. bagi saya yang terpenting dari pelajaran adalah sebuah pemahaman jangan ajarjkan mereka  hanya fokus terhadap kuantitas yang banyak dan pada akhirnya mereka tidak akan terlelu mementingkan sebua kulitas pemahaman. 

2.  Dengan penghapusan pemberian PR maka akan meminimalisir  sistaem " Reward and Punishment" yang tekah tertanam saat ini di benak siswa. yaps jika kalian tidak mengerjakan pr maka akan dihukum, jika kalian menjadi juara kelas maka akan mendapat hadiah.. 

Trus bagaiamana dengan siswa-siswa yang di tengah-tengah ? saat kecil ketiak sekolah dasar saya kerapkalo mendengarkan percakapan teman-teman saya mengenai sebuah penugasan mereka mengartikan pr tersebut sebgaia " yang pwnting kelar tugasnyay bener salah mah bodo amat " " yang pentimg naik kelas gab ngulang ? " "yang penting ga kens hukum aja deh " dst. disini sistem reward and punishment memnag memberikan sisi positif yitu untuk memotivasi siswa dan membuat siswa takut.  

Akan tetapi bukannya kita sama-sama mengetahui bahwa kemampuan seorag anak itu berbeda-beda ? ada yang pintar dalam segi akademik misalnya peringkat kelas  ada juga yang berbakat dalam segi seni ada juga yang berbekat dalam segi olahraga dna masih banyak lagi, jika sistem " punish dan reward " dalam segi akademik ini terus di adakan bukanya akan lebih terkesan memaksakan  siswa untuk  pintar ? 

Kenapa pendidikan formal tidak mencoba untuk mengexplore saja keahlian apa yang mereka bisa satu persatu tanpa harus menghukum. benar salah jugakan sebuah bagian dari proses pemikiran. jika memang ada yang tidsk mengerjakan soal latihan  coab guru terlebih duu mencari tau apa salahnya jika memang karena kemalasan individual , coba carikah motif baru agar siswanya semangat. membuat guru di segani tidaklah hanya brdasarkan watak yang sangar, kerap mengukum siswa tetapi lebih ke profesional dalam bersikap kapan guru harsu tegas dan kapan ia harus santai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun