Mohon tunggu...
Marwanto M.Si
Marwanto M.Si Mohon Tunggu... Konsultan - PENULIS dan PENELITI

Penulis dan peneliti di Studi Literasi Demokrasi dan Budaya (StiL_Daya), penggiat kebudayaan (sebagai anggota Dewan kebudayaan Kulonprogo) dan penggerak sastra di Komunitas "Sastra-Ku", komunitas "Lumbung Aksara", serta Forum Sastra Kulonprogo. Pernah berkhidmat sebagai komisioner di KPU Kabupaten Kulonprogo dua periode (2008-2013, 2013-2019). Anggota Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) DIY.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Antara Deklarasi "JaDI" dan Urgensi Pemantau Pemilu 2019

17 November 2018   08:49 Diperbarui: 19 November 2018   14:16 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang saat ini kewenangan Bawaslu bertambah sehinga lebih punya taring menindak pelanggaran. Namun tak menutup kemungkinan justru pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara, baik jajaran KPU/Bawaslu atau pelanggaran yang merupakan kolaborasi antar keduanya. Banyaknya pengaduan atas pelanggaran kode etik ke DKPP membuktikan malpraktik pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara (Ardiles R.M. Mewoh, 2015).

Hal itu menunjukkan, desain lembaga penyelenggara pemilu yang diisi orang-orang independen sekalipun (sehingga memungkinkan pemilu berlangsung luber-jurdil dan demokratis) masih punya potensi adanya pelanggaran. 

Oleh karena itu, perlu tetap dibuka ruang dan mekanisme pengaduan pemilu. Paling tidak ada tiga unsur  yang berhak menyampaikan pengaduan dan melaporkan dugaan atas pelanggaran pemilu, yakni: pemilih, peserta pemilu dan pemantau (Ramlan Surbakti at.a, 2011: 24).

Dengan demikian, keberadaan pemantau masih diperlukan guna mengawal pemilu di negeri ini. Disamping karena potensi pelanggaran bisa dilakukan penyelenggara juga akhir-akhir ini masih adanya ego sektoral penyelenggara dalam menyikapi perbedaan penafsiran regulasi pemilu. Kita masih ingat beda pendapat antara KPU dan Bawaslu terkait status mantan terpidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.

Pemantau dan pengawas pemilu pada hakekatnya adalah lembaga kontrol untuk menjamin pemilu berlangsung luber jurdil, transparan, akuntabel, dan sesuai kaidah undang-undang. Bedanya, pengawas punya kewenangan menyelesaikan pelanggaran dan sengketa. 

Anggaran operasional pengawas juga dijamin negara. Sedangkan pemantau pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi publik sebagai ikhtiar meminimalisir kecurangan, baik yang dilakukan peserta pemilu maupun penyelenggara.

Meski tak punya kewenangan menyelesaikan pelanggaran dan sengketa, pemantau diharapkan menjadi "kekuatan penyeimbang". Baik ketika ego sektoral muncul di antara penyelenggara pemilu maupun saat ada ketegangan antara penyelenggara dan peserta pemilu. 

Selain itu, pemantau diharapkan selalu punya elan vital untuk menggerakkan moral publik agar terus mengawal pemilu. Dua hal itulah yang mendasari urgensi pemantau Pemilu 2019.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun