Mohon tunggu...
Siti Marwanah
Siti Marwanah Mohon Tunggu... Guru - "Abadikan hidup melalui untaian kata dalam goresan pena"

"Tulislah apa yang anda kerjakan dan kerjakan apa yang tertulis"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ied Kelabu

20 Juli 2021   16:38 Diperbarui: 20 Juli 2021   16:41 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangan akan mimpi satu Minggu yang lalu, kembali bermain di benakku. Ketakutan dan kekhawatiran seolah menyelimuti setiap relung hati. Akankah terjadi peristiwa yang sama, menimpa orang terkasih, yang berujung kematian.Dinginnya AC rumah sakit, ternyata tidak bisa mendinginkan kegalauan yang sedang ku rasakan. Hasil lab menunjukkan trombosit yang mengalami penurunan dan gejala tipus mulai tampak. 

Aku bersyukur dugaanku meleset. Namun tidak berapa lama pak su terus muntah-muntah dan bolak balik buang air besar. Wajahnya tampak semakin pucat.
Dengan sisa tenaga dia berusaha menenangkan ku.

Kondisi pak su semakin lemah. Kucoba keluar ruangan, sekedar menenangkan diri. Tak kuasa melihat raut wajahnya yang tampak lesu. Lantunan ayat Al-Quran terdengar keluar dari sisa tenaganya yang ada.  Tangannya melambai memberikan isyarat kepadaku untuk mendekat. Satu demi satu pesan dan amanat keluar dari bibirnya, seakan menyiratkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan.

Dadaku terasa sesak, napasku seakan tersekat di tenggorokan. Ku coba menahan butiran bening yang ingin menerosbos keluar. Tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Aku tertunduk lesu. Aku tidak ingin dia melihat derai air mataku yang akan tumpah. Tanpa terasa butiran bening itu keluar dengan derasnya.

Ku tetap berusaha tegar walau badan ini sudah terasa sempoyongan. Mataku sulit diajak kompromi, hanya lantunan doa dalam setiap desahan napas yang membuatku berusaha kuat.

Sepekan berlalu, kondisi pak su berangsur-angsur membaik, satu sendok, dua sendok makanan sudah bisa masuk. Hati terasa agak lega, tapi penciuman sudah mulai hilang, pihak rumah sakit melakukan pemeriksaan lanjutan sweb dan PCR. Apa yang ku takutkan dan khawatirkan terjadi, terbukti juga bahwa suamiku ternyata positif.

Sepekan bergelut dengan aktifitas mengurus pak su membuat raga ini ternyata sudah berada di ambang keterbatasannya. Hidung yang setiap hari mengeluarkan air, membuat pita suaraku sudah mulai terdengar sengau, badanku mulai menggigil, kepala seakan tertimpa beban berat, sekujur tubuh terasa sakit. Penciuman sudah mulai hilang, makanan tidak berasa sama sekali.

Kondisi ini mengharuskan kami untuk berdamai dengan pihak rumah sakit dan meminta melakukan perawatan di rumah saja. Dengan membawa pulang sekantung obat akhirnya kami melanjutnya pengobatan di rumah dan melakukan isolasi mandiri.

Lantunan takbir berkumandang dari masjid yang tidak terlalu jauh dari rumah. Butiran bening itu tak kuasa ku tahan, rasa haru menyeruak memenuhi rongga dada, bukan karena tidak ada hidangan apapun di meja makan, tapi membayangkan kondisi diri, saat orang berduyun-duyun mendatangi masjid, justru aku dan pak su terbaring lemah di tempat tidur.

Semoga peristiwa ini akan menjadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa virus itu masih bertebaran dan siap menyerang siapa saja, dan semoga kejadian ini membuat kami menjadi hamba yang lebih baik lagi dan mampu mensyukuri nikmat lain yang tak terhitung hingga membuat kami lupa bahwa kami sedang diuji. Kondisi ini membuat kami sadar Allah sedang berbicara dengan kami dalam bentuk kasih sayangnya seperti ini.

Satu kenyakinanku ada hikmah di balik semua kejadian, peristiwa besar terkandung hikmah yang besar pula, dan saya nyakin Allah tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun