Mohon tunggu...
Marwan si Guru Rimba
Marwan si Guru Rimba Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika, Pelatih dan Pembina Pramuka, CGP Angkatan 8, Pendamping Program WIT 2023, Runner Up Duta Teknologi 2022

I'm a mathematic teacher at SMK Kehutanan Negeri Makassar, with glasses, love mathematic and Scout

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru ‘Terbang’ dari Gowa

11 Oktober 2013   21:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:40 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh tidak disangka dan dikira saya bisa menjadi guru matematika. Jika dilihat dari prestasi akademik (khususnya nilai EBTANAS/SKHUN Matematika) biasa-biasa saja. Di SD dapat 7, Di SMP 6,5 dan Di SMA 7. Tapi mungkin karena kemauan yang kuat sehingga saya memilih Prodi Pendidikan Matematika saat kuliah. Tapi sungguh diluar dugaan saya lulus sebagai Wisudawan terbaik.
Selanjutnya saya mencoba mendaftar CPNS di daerah saya (Gowa) tahun 2010. Tapi, sungguh sayang belum rejeki, karena HAMPIR LULUS. Akhirnya saya mencari sekolah untuk mengabdi sebagai GTT. Dengan perjuangan yang berat akhirnya diterima di SMP Negeri 2 Tinggimoncong yang merupakan tempat saya sekolah sewaktu SMP. Tak lama mengabdi di sana, saya mendapat panggilan mengajar di suatu sekolah SATAP yaitu SMP Negeri 4 Tinggimoncong yang letaknya Masya Allah. Karena harus jalan 30 menit terus melewati 2 Sungai besar lalu naik ojek kemudian jalan lagi 30 menit. Selanjutnya melewati 5 sungai kecil dan naik turun gunung pula, barulah sampai. Begitu pula jika pulang sekolah maka akan terjadi hal yang sama. Sehingga badan ini semua pegal-pegal. Untung saya hanya guru mata pelajaran sehingga hanya datang 2 hari ke sekolah. Tetapi capeknya akan terasa empat hari kedepannya. Walau demikian, saya dengan senang hati menerima mengajar di sana karena tidak ada guru matematikanya.
Menjadi guru matematika di SATAP bukan perkara mudah, mulai dari masalah akses jalan yang jelek ditambah pula dana untuk ke sana tidak memenuhi. Pertama kali saya mengajar diberikan Rp. 100.000,- untuk dua bulan. Selanjutnya saya sering diberikan Rp. 250.000 – Rp. 300.000,- per tiga bulan. Sementara untuk biaya ke SATAP Rp. 20.000,- per hari.
Selanjutnya satu tahun kemudian saya dapat panggilan mengajar di SDI Saluttowa, saya pun menerimanya dan mengajarkan bahasa Inggris dan matematika.
Dengan demikian sekarang saya mengajar 3 sekolah. Sehingga teman ada yang mengatakan bahwa jika di Universitas ada yang namanya Dosen Terbang maka katanya saya adalah "GURU TERBANG". Saya tertawa mendengarnya. Saya memang punya tiga sekolah tapi jika dibandingkan dengan dosen, mereka lebih beruntung karena jika mendapatkan banyak tempat mengajar maka rupiah akan banyak mengalir. Sebaliknya saya bukannya rupiah yang mengalir malah cucuran keringat dan panas matahari yang menghampiri di perjalanan. Karena lebih besar pasak daripada tiang.
Jika muncul rasa malas dan mengingat pengorbanan selama ini maka untuk memotivasi diri maka saya mengatakan bahwa daripada saya hanya dapat mala' (capek-bahasa Makassar) maka lebih baik mendapat amal dengan bekerja secara ikhlas.
Tetapi walaupun bagaimana "GURU TERBANG" ini juga butuh makan agar bisa tetap mengabdi di bumi Indonesia ini. Semoga lebih baik ke depannya. Saya berharap Pemerintah dapat lebih memperhatikan Guru di daerah terpencil. Mengapa tidak menjadikan CPNS bagi guru SATAP? Karena menurut hemat saya guru SATAP-lah yang betul-betul guru profesional.
SALAM PENDIDIKAN!!! SEMOGA SAYA BISA TERUS MENJADI GURU TERBANG yang dapat MENGAYOMI ANAK DIDIKNYA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun