Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, narasi tentang "jangan campurkan olahraga (sepakbola) dan politik" semakin terdengar.Â
Menjelang dan setelah putusan FIFA tentang dicabutnya statusNarasi ini sebagai ekspresi kekecewaan para pihak yang tetap ingin membiarkan Timnas Israel bermain di Indonesia. Pasalnya, dengan membiarkan Israel main di Indonesia maka kita akan terbebas dari dicabutnya status Indonesia sebagai tuan rumah.Â
Tapi benarkah olahraga/sepak bola benar-benar tidak tercampur dengan politik? Mari kita lihat contoh dinamika olahraga dan politik di Italia dan kemudian kita mencermati Indonesia.
AC Milan dan Kejayaan Politik Berlusconi
Menurut Tamr Bar-On (2014) dalam buku The World Through Soccer The Cultural Impact of a Global Sport, kesuksesan Berlusconi dalam pentas politik Italia disebabkan oleh andil yang besar dari Klub sepak bola AC Milan yang dimilikinya.Â
Saat itu Milan di tengah kejayaannya. Kejayaan Milan ikut memberi dampak pada keberhasilannya terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) Italia. Dia menyakinkan rakyat Italia bahwa keberhasilan Milan disebabkan oleh keberhasilannya juga sehingga ke depan Italia akan berjaya seperti kejayaan Milan.Â
Dia mengasosiasikan diri sebagai Milan. Milan adalah Berlusconi. Berlusconi adalah Milan. Slogan-slogan Milan diintegrasikan dalam slogan Kampanye partainya, Partai Forza Italia. Hasilnya ampuh. Dia berjaya.
Kepentingan Politik dan PSSI
Sekarang mari bergeser ke Indonesia. Bagi saya, sangat sulit untuk mengatakan sepak bola Indonesia independen dari politik. Dari dulu ketidakberesan sepak bola kita karena banyaknya kepentingan politik yang ikut terlibat.Â
Hal itu berdampak pada kurang maksimalnya kompetisi liga sepak bola kita hingga salah satu puncaknya adalah Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan lebih dari seratus orang. Bahkan disinyalir juga, salah satu pertimbangan FIFA untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 adalah karena tragedi kanjuruhan tersebut.Â
Frase "Tragedi" ini disebut dalam surat resmi yang dikeluarkan oleh FIFA. Walakin, FIFA tidak menyebut secara spesifik penyebab gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah tersebut. Namun, ini merupakan indikator tentang buruknya manajemen persepakbolaan Indonesia.