Mohon tunggu...
Marwan
Marwan Mohon Tunggu... Penulis - Analis sosial dan politik

Pembelajar abadi yang pernah belajar di FISIP.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inspirasi Dari Affandi; Tidak Perlu Formal Dan Keluarlah dari Mainstream

24 Desember 2013   23:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:31 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sesungguhnya setiap manusia memiliki sesuatu yang dapat di inspirasi. Sebut saja Affandi. Aku tidak pernah bertemu langsung dengannya. Dia adalah seorang pelukis yang aku hanya kenal dalam sebuah acara televisi. Dia cukup fenomenal untuk di kenang. Pasalnya, dalam acara itu hanyalah sebuah memoar seorang maestro lukis, tentang kisah dan karya-karya besarnya hingga menginternasional.

Autodidak

Jika melihat perjalanan hidupnya, Affandi merupakan manusia yang tidak sama dengan para pelukis lainnya di zamanya. Dia tidak pernah mengenyam pendidikan formal setingkat universitas sebagaiamana beberapa pelukis hebat di zamannya. Melalui sistem belajar yang autodidak yang bisa dikatakan di mulai pada poster-poster film di bioskop yang sudah tidak di pake lagi, dia memulai mengukir ide-idenya dalam gambar. Karena saat itu dia hanya seorang yang bekerja sebagai penjaga karcis di sebuah bioskop.

Banyak hal yang menarik lain yang patut dicontohi. Saat itu dia adalah pelukis yang keluar dari mainstream para pelukis. Dia menggambar dengan gaya dan tipenya sendiri. Ada yang menarik menganai bagaimana dia melukis.Bahwa sebelum menuangkan imajinasinya dalam sebuah kanvas terlebih dahulu yang dilakukan adalah menyerap (melihat) objek-objek yang akan di gambaranya kurang lebih 30 menit, kemudia dia menggambarnya dengan cepat.

Sebenarnya dia pernah ingin belajar pada seorang pelukis handal saat itu. Pelukis itu adalah lulusan sekolah seni di sebuah sekolah di Eropa. Tapi sayang, sang pelukis tidak ingin menularkan ilmunya pada Affandi. Salah satunya, karna alasan inilah dia terus berusaha mengeksplorasi potensi dalam dirinya dengan caranya sendiri (autodidak) sehingga menjadi pelukis yang hebat. Dia terus melukis hingga gaya (aliran) pelukis itu menmui dirinya. Ke konsistenan ini kemudian membawanya untuk memperoleh berbagai penghargaan internasional bahkan mendapat gelar doktor honoris causa dari University of Singapore tahun 1974.

Ekspresionis. Aliran apa itu?

Terkait lukisannya tersebut, ada hal yang lucu. Ketika di tanya oleh kritikus dari barat bahwa aliran apa lukisannya? Dia tidak tahu mau jawab apa, karena selain hanyalah ekspresi jiwanya yang bebas juga tidak pernah membaca tentang aliran-aliran dalam lukisan. Yang dia lakukan hanya melukis dan melukis. Dia mengatakan melukis adalah kehidupannya apalagi dia bukanlah orang yang pandai dalam berbicara dan menulis. Mengetahui ketidaktahuannya, sang kritikus akhirnya menamai aliran lukisannya sebagai aliran ekspresionis. Mendengar nama itu, Affandi semakin bingung dan balik bertanya: aliran apa itu?

Non formal

Sebenarnya banyak cerita tentang sang maestro di atas kanvas ini. Setidaknya sekelumit certira tentang sosoknya dalam paragraph-paragraf di atas dapat memberikan kita inspirasi.

Betapa kehebatan tidak harus terfaislitasi dengan cara-cara yang formal dan mainstream. Pendidikan itu wajib tapi sekolah tidak berarti harus dalam kondisi formal. Alam bisa memberikan sejuta makna bagi yang mampu  membaca serta memaknainya. Bahkan cara-cara yang formal terkesan membatasi daya kreatifitas seorang pelajar. Karna kita telah disiapkan peta jalan (blue print) melalui kurikulum, seolah-oleh kurikulum maupun penyusun kurikulumnya mengatahui kondisi dalam diri setiap penuntut ilmu.

Luar mainstream

Demikian juga zaman yang mainstream, tak jarang mengarahkan orang lain agar memiliki karya yang seragam. Banyak orang yang sukar untuk keluar dari kebekuan sehingga sulit untuk  mengahasilkan hal yang lebih baru dan segar. Tapi seorang Affandi dengan kebebasannya, berhasil mendobrak kebekuan itu. Dia menciptakan karya-karya yang tergolong baru di zamanya. Mungkin selera pasar yang mainstream tidak banyak yang menyukai lukisan-lukisannya tapi itulah seniman berjiwa merdeka. Kebebasan dalam berkayra adalah keharusan. Dan kebebasan itu, harus dimillikin oleh siapapun dalam “batasan-batasan tertentu”. Sehingga tak heran banyak kekaguman selalu tersemat padanya meskipun dia telah meninggal.

Sebagai manusia yang harus terus berkarya, hal yang di lakukan Affandi patutlah menjadi saran. Bukan hanya dalam melukis tetapi dalam kekaryaan lain pun temasuk dalam menulis. Kehebatan (sukses) selalu memilki banyak cara bahkan setiap orang memiliki cara sendiri untuk merainya. Inilah yang setidaknya penulis menjadikannya inspriasi sehingga salah satunya, tulisan ini terselesaikan.

~Makassar, pukul 00: 13, 25 Desember 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun