Mohon tunggu...
Marwah Siti Mardiyyah
Marwah Siti Mardiyyah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Saya adalah seorang Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung jurusan PAI fakultas tarbiyyah dan keguruan. Hobi saya adalah membaca, menulis, olahraga, teaching, dan public speaking, saya menekuni dunia tulis menulis sejak tahun 2019.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rangking dalam Dunia Pendidikan

30 Mei 2024   04:34 Diperbarui: 30 Mei 2024   05:00 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana kita ketahui evaluasi merupakan alat ukur untuk mengetahui tingkat pencapaian keberhasilan yang telah dicapai peserta didik atas bahan ajar atau materi-materi yang telah disampaikan, sehingga dengan adanya evaluasi maka tujuan pembelajaran akan dapat terlihat secara akurat dan terpercaya. 

Evaluasi merupakan  bagian dari program pembelajaran yang perlu dioptimalkan, karena bukan hanya terfokus pada penilaian hasil belajar, tetapi juga perlu adanya penilaian terhadap in-put, proses, dan out-put. 

Evaluasi juga dapat mendorong peserta didik untuk lebih giat belajar secara terus menerus dan juga mendorong Pendidik untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong pengelola pendidikan untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas belajar peserta didik. 

Dunia pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan evaluasi pembelajaran. Mengapa demikian, karena evaluasi merupakan salah satu komponen dasar  sistem pendidikan yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pembelajaran.

Hasil evaluasi dapat dimonitor melalui data yang tertera di raport atau buku laporan hasil belajar peserta didik yaitu proses belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, baik itu berupa angka yang menggambarkan seberapa besar nilai prestasi peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang diajarkan ataupun data keterangan yang menjelaskan bagaimana sikap dan konstribusi peserta didik dalam kegiatan belajar di ekolah.

Ranking merupakan bentuk pengurutan berdasarkan hasil nilai kuantitas maupun kualitas. Dalam dunia pendidikan, ranking memiliki makna mengurutkan kemampuan dan kecerdasan peserta didik berdasarkan nilai yang telah mereka peroleh. Ranking dapat mengklasifikasikan peserta diduik dalam kelas tertentu sesuai tingkatan yang telah ditetapkan.

Ranking, sebagai salah satu bentuk data kuantitatif yang terdapat di raport, dapat menunjukkan posisi atau urutan prestasi seorang peserta didik yang dilihat dari prestasi seluruh peserta didik dalam kelas atau sekolahnya. 

Semakin tinggi nilai ranking yang diperoleh, idealnya dapat menggambarkan semakin tinggi pula tingkat pencapaian tujuan belajarnya. Atau sebaliknya, semakin rendah nilai rankingnya berarti semakin rendah pula tingkat pencapaian tujuan belajarnya. Namun pada kenyataannya, nilai ranking yang ada, tidak selamanya bisa menunjukkan secara akurat seberapa jauh tingkat pencapaian tujuan belajar siswa. 

Hal ini bisa terjadi misalnya karena adanya kecurangan yang dilakukan siswa pada saat pengambilan nilai dilakukan ( misal : siswa menyontek), ketidak validan alat tes evaluasi (misalnya : soal-soal terlalu mudah atau tidak bisa mengukur tingkat penguasaan materi) atau adanya faktor subjektivitas pendidik terhadap penilaian yang diberikan kepada masing-masing  peserta didik (misalnya: "murah" dalam memberi nilai kepada salah satu peserta didik, tetapi :"mahal" memberi nilai kepada peserta didik yang lainnya). 

Apabila hal ini yang terjadi maka pemberian ranking tidak akan bermanfaat dalam membuat gambaran tentang prestasi akademik peserta didik atau gambaran tentang sejauh mana keberhasilan tercapainya tujuan belajar.

Penekanan pada prestasi akademik semata pada saat penentuan ranking yang selama ini dilakukan, juga seringkali dianggap sebagai segi negatif dari adanya pemberian ranking. Karena hal ini dianggap mengabaikan prestasi-prestasi non akademik yang dimiliki peserta didik. 

Anak yang memiliki ranking tinggi atau dianggap pintar, bisa saja sebenarnya memiliki banyak kelemahan dalam bidang non akademis. Atau sebaliknya, seorang anak yang memiliki ranking rendah atau dianggap tidak pintar, belum tentu tidak memiliki keunggulan atau kelebihan. 

Misalnya, Anak yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang matematika akan sangat sulit dibandingkan kemampuannya dengan anak-anak yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang olahraga atau seni. Padahal dalam proses pembuatan ranking, semua bidang kemampuan akademik dinilai setara satu sama lainnya, dan bisa dijumlahkan.

Segi negatif lain dari pemberian ranking adalah adanya kecenderungan untuk memberi label pada anak. Pada anak yang memperoleh nilai ranking yang baik (misalnya 5 atau 10 besar), maka secara tidak langsung akan dianggap "pintar" sehingga tidak memungkinkan bisa saja membuat anak menjadi sombong atau "overconfidence". Sebaliknya, anak yang mendapat nilai ranking rendah tidak memungkinkan bisa saja akan menjadi anak yang rendah diri.

Selain itu juga, pemberian ranking juga bisa membuat sebagian peserta didik menjadi merasa tertekan atau merasa stress, karena peserta didik merasa kalah dalam bersaing dengan teman-temannya. 

Dengan adanya perasaan stress ini, bukan tidak mungkin justru membuatnya semakin tidak bersemangat untuk belajar dan membuatnya semakin mendapatkan nilai ranking yang rendah, demikian seterusnya sehingga konsep dirinya menjadi semakin buruk.

Walaupun demikian, pemberian ranking sebenarnya juga masih memiliki manfaat, misalnya bagi peserta didik dengan gaya belajar tertentu (menyukai tantangan), maka dengan adanya ranking bisa memacu semangat belajarnya. 

Selain itu, dengan adanya ranking, pendidik dapat lebih mudah untuk mengelompokkan peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasannya tinggi dan yang kurang. Sehingga, kelas menjadi lebih homogen dan memudahkan pendidik untuk menyesuaikan metode pengajarannya dengan seseuai daya tangkap kelompok peserta didik  tersebut.

Melihat segi negatif yang lebih banyak ketimbang segi positif dari pemberian ranking di raport peserta didik, seperti diuraikan di atas, maka kebijakan untuk tidak mencantumkan ranking di raport tampaknya dapat menjadi cara alternatif yang bijaksana. Hal ini mengingat bahwa tujuan belajar yang sesungguhnya adalah bagaimana anak bisa menguasai ilmu atau keterampilan yang diajarkan kepadanya, bukan untuk membandingkannya dengan anak yang lainnya, yang bisa mengarah kepada terabaikannya potensi dan kemampuan khas yang dimiliki masing-masing peserta didik.

Kalaupun tetap ingin memberikan ranking, hendaknya ranking cukup diketahui oleh guru atau orangtua murid saja dengan maksud untuk keperluan-keperluan khusus, seperti untuk menjadi bahan pertimbangan pada proses seleksi ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, merencanakan program-program remedial atau program-program yang dapat mengoptimalkan potensi anak, dsb. 

Walaupun demikian, apabila hal ini dilakukan, maka perlu diingat bahwa pemberian ranking tersebut bukan ditujukan untuk membedakan besarnya penghargaan yang akan diberikan kepada peserta didik. Karena setiap peserta didik memiliki bakat,potensi yang berbeda, dan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 

Pengukuran tingkat kecerdasan peserta didik tidak hanya dinilai dari sisi akademik saja, akan tetapi adab dalam bersosialisasi juga termasuk di dalamnya. Bahkan di dunia kerja, nilai akademik mendapat urutan yang sangat jauh di bawah attitude baik untuk diterima dalam sebuah pekerjaan. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun