Maka sudah selayaknya perubahan tidak mampu diwujudkan dalam demokrasi. Justru memunculkan berbagai polemik.
Kondisi ini berbeda dengan Islam, Islam menetapkan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengurusi urusan umat (rain) dan menjaga mereka (junnah). Oleh karenanya, penguasa wajib mengerahkan segala daya untuk menyejahterakan umat dan menjauhkan mereka dari semua hal yang membinasakan. Bahkan bukan hanya untuk urusan di dunia, tetapi juga urusan akhirat rakyatnya. Dalam sistem pemerintahan Islam, ada struktur yang disebut sebagai Majelis Umat. Anggota Majelis Umat dipilih dari individu-individu yang menjadi representasi umat atau rakyat. Majelis Umat dalam sistem Islam memiliki dua peran. Peran pertama adalah menjadi rujukan khalifah dalam meminta nasihat atas berbagai urusan. Dalam hal ini, Majelis Umat memberikan pendapat atau dimintai pendapatnya oleh khalifah dalam berbagai hal praktis terkait dengan pengaturan urusan umat.
Peran kedua adalah mewakili umat dalam memberikan muhasabah lil hukam, yaitu mengontrol dan mengoreksi para pejabat pemerintahan. Majelis Umat mengontrol dan mengoreksi pelaksanaan tugas dan kebijakan penguasa. Tentu saja yang menjadi standar adalah aturan Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Islam juga memiliki metode yang praktis, sederhana, dan hemat biaya, tetapi menghasilkan wakil umat yang memiliki kualitas dan amanah. Pertanggung jawaban di akhirat akan menjadi benteng penjaga para anggota Majelis Umat agar berada dalam ketaatan kepada Allah. Keberadaan Majelis Umat sebagaimana dalam tuntunan Islam akan menjaga tegaknya aturan Allah dan Rasul-Nya, dan menjadikan pengurusan rakyat berjalan dengan semestinya.