Rentetan pertanyaan senantiasa mengoyak sanubari
Berdeklarasi mengatakan dan mempertanyakan sebuah garis yang sudah tergores menjadi cerita yang kerap terpampang di depan mata.
Teruntuk Jiwa-jiwa yang suka meronta.
Sejenak...
Dengarkanlah sajak tak bertapak dari goresan tangan sang pelawak.
Katanya hidup panggung sandiwara.
Semua hadir dan muncul dengan kepura-puraan atas nama lakon.
Adakalanya berlakon adil bijaksana.
Adapula lakon buruk sang pendengki.
Adapula lakon munafik tak berbudi.
Adapula lakon cerdas dan cadas.
Banyak pula lakon ramah, bersahabat.
Haruskah semua atas nama lakon?
Berlakon hanya dikala pertunjukan dimulai.
Berharap riuh pujian dari banyak pasang mata yang menyaksikan.
Atau berlakon hanya untuk secuil dunia dan isinya.
Sedang jiwa ini memiliki kalbu dan pikir.
Kalbu akan mengarahkan dan pikir yang membenarkan.
Jiwa ini juga memiliki kunci kehidupan dari Sang pembuat hidup.
Harusnya langkah kaki menapak dengan pasti.
Menjadikan kunci Sang pembuat hidup jadi ukuran.
Memberi kesempatan kalbu mengarahkan.
Membiarkan akal yang sudah memahami kunci kehidupan memimpin jalan.
Memilih apa yg harus dipilih.
Mengatakan apa yang harus dikatakan.
Menolak apa yang harus ditolak.
Menerima apa yang harus diterima.
Bersikap dengan berani, dan tegas memutuskan.