Mohon tunggu...
Dyah Astiti
Dyah Astiti Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Menyampaikan opini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasib Ironis Perempuan dalam Kapitalisme

8 Desember 2023   07:18 Diperbarui: 8 Desember 2023   07:22 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar: Rakyat Merdeka

Perempuan, gambaran manusia mulia yang dipenuhi keelokan adab dan rupa. Sepertinya memang itulah yang cocok disematkan pada perempuan. Sekeras apapun dia, pastilah ada satu bentuk kelembutan dan kasih sayang dalam dirinya. Manusia yang sangat mengedepankan perasaan ini adalah harapan kelangsungan masa depan peradaban. Bagaimana tidak? Jika dari tangannyalah generasi bangsa akan tercetak. Mau seperti apa nasib generasi ke depan, semuanya tergantung bagaimana para perempuannya.

Namun kerasnya hidup, apalagi di tengah carut marut yang terjadi akibat ketidaksetabilan ekonomi. Ditambah ketidaksejahteraan masyarakat yang sudah menjadi masalah yang biasa terjadi di negeri ini, turut menyeret para perempuan harus banting tulang menghidupi keluarga. Tak jarang, peran seolah terbalik. "Perempuan bukan lagi tulang rusuk, ia sekarang telah jadi tulang punggung".

Apa boleh buat, sistem kapitalisme yang berorientasi pada manfaat dan keuntungan telah berhasil menjadikan para perempuan sapi perah untuk menopang ekonomi. Para perempuan harus rela bertukar peran, karena itulah satu-satunya solusi yang mereka bisa lakukan. Disaat para pria harus rela kehilangan pekerjaan karena PHK atau sulitnya dapat pekerjaan.

Menurut hasil laporan LinkedIn, perempuan 16 persen lebih cepat dalam mendapatkan pekerjaan dibandingkan lelaki. Selain itu, perempuan juga berpeluang 18 persen lebih cepat mendapat promosi jabatan dibandingkan lelaki.

Selain masalah banyaknya perempuan yang turut jadi tulang punggung bagi keluarga. Satu masalah lagi yang seringkali dialami perempuan yaitu kekerasan. Hal itu dibuktikan dengan diperingatinya tanggal 25 November sebagai 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP). Kampanye HAKtP ini akan berlangsung mulai 25 November hingga 10 Desember 2023. Peringatan 16 HAKtP tahun ini mengusung tema "UNITE! Invest to prevent violence against women and girls". Tema ini seolah jadi penegasan bahwa kasus kekerasan pada perempuan terus saja terjadi. Itulah kenapa dari semua pihak harus turut serta menyelesaikan masalah ini.

Sungguh ironis nasib perempuan hari ini, kekerasan adalah dampak yang harus dihadapi para perempuan. Sudah berbagai seruan maupun kebijakan dibuat untuk menyelesaikan masalah kekerasan perempuan. Nyatanya sampai sekarang kekerasan perempuan masih sering terjadi. Baik di dalam rumah tangga, dunia kerja, ruang publik, bahkan dunia pendidikan.

Ternyata akar masalah kekerasan pada perempuan sangatlah komplek diantaranya :


1. Kondisi ketidaksejahteraan yang memaksa para perempuan untuk bertukar peran dengan kaum adam. Hal ini turut memposisikan perempuan dalam kondisi sulit. Adakalanya para perempuan justru dieksploitasi atas nama pemberdayaan ekonomi. Bahkan dalam prosesnya tak jarang kekerasan menimpa mereka di dunia kerja atau ruang publik.

2. Kesetaraan gender turut menarik para perempuan untuk banting tulang atau sibuk di ranah publik dengan anggapan dengan seperti itu mereka akan bisa berdaya sebagaimana laki-laki. Namun peran baru yang di sandang kaum hawa ini turut memberi masalah baru. Mau tidak mau perannya sebagai ibu bagi generasi dan pengatur rumah tangga mulai terkikis dan terdistorsi. Tak jarang peran terbalik ini juga berdampak pada permasalahan suami dan istri. Bahkan berakhir dengan ketidakharmonisan, perceraian, bahkan kekerasan dalam rumah tangga.

Meski perjuangan untuk mewujudkan hak-hak perempuan dan terbebasnya perempuan dari tindak kekerasan sudah sering diserukan utamanya oleh para aktivis gender. Tampaknya untuk mewujudkan kondisi ideal bagi para perempuan masih jauh dari angan. Para perempuan masih saja berada pada kondisi tidak ideal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun