"Sama-sama. Tentu saja" ucap mereka serentak dan membuat kesedihan serta kegelisahanku berkurang
Bel pulang pun berbunyi,aku dan teman-temanku bergegas untuk pergi ke rumah ayahku. Sungguh jiwaku tak tenang,kegelisahan selalu menyelimutiku selama perjalanan.
Sesampainya aku disana,aku dan teman-temanku langsung menuju ke dalam rumah. Sungguh aku benar-benar lupa akan sopan santun saat itu. Aku hanya memikirkan ayahku dan ingin segera memeluknya.
Disana,aku melihat ayah masih terbaring dengan lemas. Bahkan jika aku katakan keadaannya lebih parah dari yang kemarin,sudah dibawa berkali-kali ke rumah sakit namun keadaanya semakin memburuk. Hingga saatnya kemarin ayahku ingin pulang ke rumah. Disini aku menggenggam erat tangannya,berbisik bahwa aku akan selalu disisinya,mendoakan supaya ia lekas sembuh. Aku menangis dan terus menangis,ayahku hanya melambai-lambaikan tangannya kepadaku.
"Pah,cepatlah sembuh. Aku janji tak akan membantah perkataan Papa lagi. Papa,aku dan adikku masih sangat kecil untuk berpura-pura dewasa. Aku tak bisa tanpa Papa" bisikku seraya menangis tanpa henti.
"Pa, maafkan aku. Maafkan ibu, maafkan adikku. Papa aku tak tega,benar-benar tak tega melihat ayah seperti ini."
"neng,adek" ucap ayahku pelan
"iya pa,neng disini." bisikku,ia hanya melambai dan terus melambaikan tangannya kepadaku
"Pa,jika memang Papa akan sembuh maka cepat sembuh Pa. Aku benar-benar rindu ocehan Papa. Namun jika Papa tak kuat aku ikhlas asalkan Papa tak merasa sakit lagi. Aku benar-benar ikhlas,akan ku sampaikan permintaan maaf Papa untuk orang-orang di rumah." bisikku setegar mungkin
Tak terasa hari sudah sangat sore. Teman-temanku berpamitan kepada ayahku untuk pulang.
"Pah,hari sudah sangat sore. Teman-temanku harus pulang. Aku berjanji nanti malam aku akan kesini untuk menginap disini. Aku hanya pulang ke rumah intuk mengambil baju ganti. Assalamualaikum Pa"