RESTITUTOR ORBIS, julukan yang hanya dimilki satu orang, yaitu Lucius Domitianus Aurelianus. Restitutor Orbis adalah bahasa latin kuno yang apabila ditranslasikan ke bahasa Indonesia berarti pemulih dunia atau penyelamat dunia. Julukan yang diberikan oleh senat kepada Aurelian ini menjadi bukti kecakapannya selama 5 tahun ia memimpin kekaisaran Roma untuk bangkit dari keterpurukan dan krisis di abad ke -3. Berkat upayanya, kehancuran Roma berhasil ditunda selama ratusan tahun ke depan. Di tulisan kali ini, kita akan mengulik lebih dalam sembari berangan - angan tentang satu -satunya sosok kaisar Roma yang lebih beruntung dibanding Augustus dan lebih hebat dibanding Trajan.
Abad ke - 3 masehi, 100 tahun yang diwabahi dengan berbagai macam komplikasi bagi kekaisaran Roma. Masalah datang dalam beragam wujud, baik itu masalah internal ataupun eksternal, masalah ekonomi maupun politik, dan ancaman invasi yang datang dari keempat arah mata angin. Instabilitas menjadi masalah utama yang disandang oleh Roma. Kaisar datang dan pergi layaknya musim, bahkan di dalam satu tahun terdapat 6 kaisar yang bergantian menduduki tahta Imperium Roma. Instabilitas yang terjadi di sentral kekuasaan Roma lalu mewabah ke provinsi - provinsinya. Postumus, gubernur ternama provinsi Gaul (Prancis) melepaskan diri dari kekaisaran Roma pada tahun 260 dan mendirikan kekaisaran Roma Gallia dengan wilayah Gaul dan Germania (Prancis dan Jerman). Sedangkan di timur, provinsi Palmyra yang merupakan garda terdepan pertahanan Roma melawan kekaisaran Persia, berdiri otonom dan di tahun 271 Ratu Zenobia mendeklarasikan anaknya, Vaballathus sebagai augustus. Roma kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu dan tak lama lagi akan menghadapi takdir yang dialami puluhan kekaisaran sebelumnya, yakni kehancuran. Setidaknya, itu yang semua orang kira akan terjadi.
Aurelian yang bernama panjang Lucius Domitianus Aurelianus lahir di wilayah Sirmium pada tahun 215. Keterampilan militernya terlihat ketika ia mengabdi di bawah pasukan kaisar roma pada masa itu, yakni Gallienus. Seiring kematian Gallienus dan pengangkatan Claudius II sebagai kaisar selanjutnya, Aurelian dipromosikan menjadi komandan kavaleri. Meskipun dihadapkan dengan kesuksesan dalam memukul mundur invasi bangsa Goth, Vandals, dan Juthungi, masa pemerintahan Claudius dipercepat dengan kematiannya di tahun 270 sebagai dampak dari wabah yang menyerang Imperium Roma. Kematian Claudius II memantik legiun yang dipimpin Aurelian untuk mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar yang baru. Fenomena ini sering terjadi sepanjang sejarah panjang Roma, dimana seorang kaisar diangkat karena dukungan dari pasukannya. Kaisar yang merebut kekuasaan melalui metode ini dinamakan kaisar barak atau barrack emperors, Aurelian merupakan salah satu contoh terhebat dari kaisar barak.
Pendeklarasian Aurelian sebagai augustus selanjutnya bukan tanpa perlawanan. Quintillus, dengan dukungan senat, mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar untuk menggantikan kakaknya, Claudius II. Rivalitas antar Aurelian dan Quintillus tidak berlangsung lama, sebab Aurelian memiliki dukungan dari legiun - legiun Roma, bahkan legiun dari Quintillus sendiri memberikan legitimasi kepada Aurelian. Selang waktu 3 bulan, Quintillus ditemukan tewas. Alasan atas kematiannya masih simpang siur. Disebutkan dalam satu sumber bahwa ia tewas dalam pertempuran melawan Aurelian sedangkan di sumber lainnya dikatakan bahwa ia tewas mengambil nyawanya sendiri. Apapun itu, satu hal yang sudah pasti, kekuasaan Aurelian atas Roma berdiri teguh tanpa adanya perlawanan. Langkah pertama untuk menyelamatkan Roma telah selesai dilakukan Aurelian, untuk sekarang Roma telah menemukan stabilitas internalnya. Kini pandangan Aurelian tertuju kepada masalah berikutnya, ancaman dari utara.
Sejak awal ekspansi Roma di zaman republik, ancaman dari suku - suku Jermanik kian menjadi momok yang mengancam stabilitas Roma, terlebih kota - kota di perbatasan. Keterampilan dan kegigihan bangsa Jermanik dalam berperang diperlihatkan dalam salah satu kekalahan terbesar Roma, yakni pertempuran hutan Teutoborg. Kekalahan ini sering dikaitkan dengan alasan mengapa Roma dalam sejarahnya yang panjang, tidak pernah bisa menaklukan Jerman secara menyeluruh. Tak jarang juga suku -suku yang mendiami Jerman kala itu bergerak menyerang Roma. Invasi yang rutin dari suku - suku Jermanik ini menjadi salah satu ujian yang menanti setiap orang yang menyandang gelar augustus, tak terkecuali Aurelian.
Tantangan pertama Aurelian datang tak lama setelah kenaikannya ke tahta Roma. Invasi dari suku Juthungi berhasil menembus garis pertahanan Roma sepanjang sungai Danube dan bahkan mengancam kota - kota di Itali Utara. Pasukan Juthungi yang telah matang dengan pengalaman dan kegigihan, sempat mengagetkan Aurelian dengan mengalahkan legiun imperial yang dipimpinnya. Kekalahan ini menimbulkan kepanikan akan terjadinya penjarahan besar - besaran layaknya di era perang punik. Kaisar rendahan lainnya mungkin akan menyerah melihat ancaman besar yang menanti di depan pintu gerbang Roma, namun Aurelian bukanlah kaisar rendahan. Dengan pengalamannya yang ditempa setelah bertahun - tahun melawan suku Jermanik, Aurelian dengan cepat mengumpulkan kembali sisa pasukannya dan mengalahkan invasi suku Juthungi dalam pertempuran Fano serta Pavia. Kekalahan telak ini menjadi momok menakutkan bagi suku - suku Jermanik yang mengurungkan niatnya untuk menginvasi peninsula Itali selama satu abad ke depan. Sebagai tindakan preventif akan potensi terancamnya kota abadi Roma oleh serbuan musuh, Aurelian membangun rentetan tembok besar sepanjang 19 kilometer yang melindungi setiap sudut kota Roma. Tembok ini masih berdiri gagah hingga hari ini, dan dikenal sebagai tembok Aurelian. Langkah 1 dan 2 dari proses restorasi kejayaan Roma telah berhasil dilaksanakan. Kini tersisa langkah terakhir menuju tujuan mulia pemulihan kejayaan kekaisaran, yaitu pengintegrasian kembali Roma Gallia dan Palmyra ke dalam yuridiksi Roma.
Zenobia dengan mahkota pasirnya menjadi sasaran pertama Aurelian. Palmyra adalah salah satu wilayah terkaya di kekaisaran Roma sebagai akibat dari jalur perdagangan yang menghubungkan kekaisaran Persia dengan laut mediterania. Hal tersebut ditambah dengan pasukan profesional yang terdiri dari veteran - veteran legiun Syria dan Mesir yang sudah diuji melalui puluhan bahkan ratusan pertempuran dengan Persia, berpotensi menjadikan Palmyra kekaisaran yang kuat. Aurelian bertekad untuk memberikan harapan palsu kepada Zenobia dengan mengalahkannya sebelum Palmyra menjadi rival kuat Roma.
Pada tahun 272, Aurelian menugaskan perwira kepercayaannya dan kaisar masa depan Roma, Probus, untuk menginvasi Mesir melalui lautan. Invasi ini menemukan keberhasilan dan Mesir yang merupakan wilayah produsen padi terbesar di mediterania, dapat diintegrasikan kembali ke dalam kekaisaran. Ketika invasi Mesir berlangsung, Aurelian bersama pasukannya bergerak melalui Asia Minor (Turki). Aurelian tidak ingin dikenal sebagai penakluk sadis yang membantai setiap daerah yang diserangnya. Aurelian ingin menjadi pembebas atau liberator dari wilayah — wilayah yang dulunya bagian dari Roma. Pendekatan ini membuahkan hasil yang sangat manis, semua kota di Palmyra menyerahkan diri secara sukarela dan hanya kota Tyana yang memberikan perlawanan. Sikap tidak kompromi dari kota Tyana sempat membuat Aurelian murka sehingga Ia menginstruksikan pasukannya untuk tidak membiarkan satupun nyawa tersisa, termasuk anjing. Namun pengepungan yang singkat dan mudah mampu melunakkan hati Aurelian hingga akhirnya Ia berbesar hati mengampuni Tyana. Perubahan mendadak ini sempat memancing kemarahan pasukan Aurelian yang sudah antusias menjarah kota Tyana. Menangani permasalahan ini, Aurelian memelintirkan instruksinya menjadi tidak membiarkan satupun nyawa anjing selamat. Berkat kecerdikan dan karisma Aurelian, pasukannya hanya tertawa sekaligus menyingkirkan niatan untuk membangkang. Pengampunan Aurelian atas Tyana menjadi pemantik yang membuat sisa wilayah di Anatolia (Turki) menyerah kepada Aurelian. Kini hanya tersisa kota Palmyra dan pasukan profesional Zenobia yang berdiri melawan Aurelian
Ratu Zenobia memandang Tadmur untuk yang terakhir kalinya. Karya Herbert Gustave Schmalz
Pendekatan damai ini diikuti oleh pertempuran yang tidak dapat dihindarkan dengan pasukan Zenobia. Aurelian yang memiliki kejeniusan militer terhebat di zamannya, dengan mudah mengalahkan Zenobia di pertempuran Immae dan Emesa. Dalam kurun waktu 6 bulan, Aurelian berhasil mencapai gerbang Palmyra yang tak lama setelah itu menyerah secara sukarela berkat strategi pengampunan dan kemurahan hati Aurelian. Zenobia dan anaknya Vaballathus mencoba melarikan diri dari Palmyra ke kekaisaran Sassanid Persia, namun gagal dan ditangkap oleh patroli yang berjaga. Zenobia lalu dipermalukan dan dijadikan sebagai contoh bagi semua yang berani menentang Roma. Aurelian memparadekan Zenobia di kota-kota yang Ia lewati dalam perjalanan pulangnya ke Roma. Kampanye militer atas Zenobia berbuah kesuksesan dan Palmyra jatuh hanya dalam waktu beberapa bulan. Hal ini membuktikan kompetensi Aurelian yang sangat besar, baik di bidang militer dan diplomasi. Namun tugas Aurelian belum usai, sebab masih ada Gaius Tetricus dan kekaisaran Roma Gallia yang berdiri menantang kehebatan Aurelian.
Kampanye militer Aurelian ke Gallia dimulai pada tahun 274. Roma Gallia pada masa itu tengah dilanda oleh permasalahan eksternal (serangan suku Jermanik) dan internal (konspirasi kudeta) yang melemahkan kekuatannya. Mengetahui bahwa pasukan Aurelian sedang dalam perjalanan dan sudah tidak ada harapan untuk meraih kemenangan, Tetricus akhirnya menelantarkan pasukannya dan beralih ke pihak Aurelian di pertempuran Chalons. Tanpa adanya komandan, pasukan Aurelian dengan cepat mengalahkan pasukan Gallia Roma di pertempuran Chalons. Kekalahan telak ini memaksa Tetricus untuk menyerahkan kekuasaannya di Gallia kepada Aurelian, bersamaan dengan dibubarkannya kekaisaran Roma Gallia. Dengan kapitulasi Tetricus, Aurelian telah mempersatukan kembali kekaisaran Roma dalam waktu kurang dari 4 tahun, pencapaian yang tidak bisa dibanggakan puluhan kaisar sebelum dan sesudah Aurelian . Kemenangan ini dirayakan Aurelian dan Roma dengan pengadaan Triumph (parade kemenangan sakral) yang mengukir nama Aurelian di tengah nama-nama hebat lainnya sepanjang sejarah Roma. Bagi petinggi Roma, pengadaan triumph merupakan salah satu kehormatan terbesar dan merupakan simbol atas jasa besarnya terhadap kekaisaran Roma. Atas pencapaiannya dalam mengintegrasikan kembali wilayah-wilayah kekaisaran, senat menyematkan julukan RESTITUTOR ORBIS atau pemulih dunia kepada Aurelian.
Setelah mengkonsolidasikan kekuasaan eksternal Roma, langkah selanjutnya bagi Aurelian ialah untuk mengadministrasikan urusan domestik Roma. Berbekal harta rampasan dari kampanye militernya di Palmyra dan Gallia, Aurelian melahirkan banyak kebijakan domestik yang mampu memperbaiki berbagai permasalahan Roma. Salah satunya ialah kebijakan pangan Aurelian, dimana ia membagikan pangan gratis kepada masyarakat untuk menjaga stabilitas kekaisaran. Pangan yang diberikan Aurelian berupa roti, daging, dan terkadang anggur atau wine yang diimpor dari wilayah-wilayah taklukannya. Hal ini unik karena pemimpin-pemimpin Roma sebelum Aurelian sebagian besar hanya memberikan gandum kepada masyarakat. Aksi dermawan Aurelian ini diterima dengan sangat baik oleh rakyat Roma dan dengan demikian menjamin kepatuhan mereka. Â Selain pangan, Aurelian juga menciptakan banyak kebijakan ekonomi yang memperbaiki inflasi dan meningkatkan efektivitas penyaluran dana untuk tentara di lini depan. Hal ini dilakukannya dengan meningkatkan persentase perak yang terdapat dalam koin Romawi yang sebelumnya berada di angka 1,5% menjadi 5%. Selain itu Aurelian juga mendesentralisasikan produksi koin untuk mempermudah distribusinya ke wilayah-wilayah kekaisaran. Terakhir, Aurelian mengenalkan seorang dewa baru kepada masyarakat Roma yang bernama Sol Invictus (Matahari yang tak terkalahkan). Dewa ini identik dengan Aurelian yang juga mengganti sebutan untuk dirinya menjadi Dominus et Deus atau tuan dan dewa, dengan demikian melegitimasikan dirinya sebagai dewa. Aksi ini dipandang sebagai upaya Aurelian untuk merestorasi keagungan dan kemutlakan pemerintahan Roma yang beberapa tahun ke belakang sudah tercoreng akibat ketidakstabilan internal. Akibat kebijakan-kebijakan reformatif tersebut, Roma digadang-gadang akan menginjak kembali masa keemasan.
Dibalik keagungan dan kemegahan Aurelian, ada sisi lain dari dirinya yang jarang dikulik oleh budaya populer. Menurut Edward Gibbon, Aurelian merupakan sosok pemimpin yang brutal dan tidak kenal ampun. Aurelian tidak segan untuk menggunakan metode-metode represif dalam memerintah. Hal ini disebut Gibbon sebagai akibat dari latar belakang militernya yang seakan-akan merenggut hati nurani Aurelian. Ia menjadi keras seperti batu layaknya seorang tentara dan Ia pun mempraktekkan disiplin militernya kepada kehidupan bermasyarakat. Hal ini menjadikan Aurelian sasaran kebencian dari berbagai kalangan rakyat Roma dan pada akhirnya menjadi alasan utama kematiannya di tahun 275.Â
Dikala itu, Aurelian tengah mempersiapkan kampanye militer ke daerah seberang timur Roma, yakni ke daerah kekaisaran Sassanid. Untuk melancarkan serangan, Aurelian dan pasukannya berangkat dari Roma menuju kota Cephalonia untuk berkemah dan bersiap. seorang sekretaris Aurelian yang bernama Eros, melakukan kesalahan fatal dalam melaksanakan pekerjaannya. Dilanda perasaan takut, Eros memutuskan untuk mengelabui perwira-perwira Aurelian dengan menuduh mereka berkhianat dan akan dieksekusi oleh Aurelian. Takut akan nyawa mereka, perwira-perwira ini memutuskan untuk membunuh Aurelian di kemah perang ketika pengawal pribadi sang kaisar sudah dibubarkan.
Dengan begitulah berakhir kehidupan Aurelian, salah satu kaisar terhebat yang pernah bertahta sebagai Augustus. Sang pemulih dunia yang seorang diri berhasil menyelamatkan Roma dari kebinasaan dan memperpanjang nafas Roma selama ratusan tahun lamanya. Melalui jasanya selama hanya 5 tahun berkuasa, kaisar-kaisar setelahnya mampu belajar darinya dan mengakhiri masa krisis Roma serta  membawa kembali kejayaannya. Meskipun Ia bukan sosok yang sempurna, namun sungguh Aurelian telah menghidupi pepatah "Dia yang lebih beruntung daripada Augustus dan lebih hebat daripada Trajan".
Referensi:
Bileta, Vedran. (2021, Juni 7). Emperor Aurelian : Rome's Savior Whom History Forgot. The Collector.
Bordewich, F. M. (September 2006). The Ambush That Changed History. Smithsonian Magazine
Britannica, T. Editors of Encyclopaedia (2022, January 1). Aurelian. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/biography/Aurelian
Gibbon, E. (1890). The Decline and Fall of the Roman Empire : Chapter XI. London: F. Warne and Co.
Hurley, Patrick. (2011, Maret 20). Aurelian. World History.
Vopiscus, Historia Augusta 3. 223--269.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H