Mohon tunggu...
Marvel Utama
Marvel Utama Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Polemik SNI Mainan Impor

22 Januari 2018   10:11 Diperbarui: 22 Januari 2018   10:34 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus mainan Power Ranger Ninja Storm Karakuri ball merk Bandai milik Faiz Ahmad yang dihancurkan oleh pemiliknya sendiri di hadapan petugas bea cukai lantaran harga barang yang cuma 450 ribu tetapi diminta biaya 7 hingga 8 juta rupiah untuk mengurus SNI menunjukkan masih banyak PR yang harus dihadapi pemerintah, khususnya pihak kemenperin dan bea cukai.  

Seingat penulis, pembentukan SNI pada awalnya adalah bermula dari kasus ditemukannya mainan anak yang diimpor dari luar negeri dengan bahan yang dianggap berbahaya bagi anak-anak, karena ada kasus anak yang memainkan mainan tersebut dan memasukkan ke dalam mulut karena tertarik dengan bentuk dan warna mainan tersebut.  Selain itu SNI juga dibuat untuk meningkatkan daya saing produsen dalam negeri dari serbuan produk mainan luar negeri.

Seperti biasanya, aturan dibuat untuk hal yang baik, tetapi pada penerapannya belum tentu berjalan dengan baik.  Penghancuran mainan oleh pemilik barang di depan pihak bea cukai memperlihatkan bahwa dalam praktek di lapangan, terdapat ketidak pahaman oleh pihak-pihak sehingga menimbulkan persepsi dan pemahaman yang berbeda. 

Seharusnya dengan hal yang demikian, staf pemerintah / badan terkait seharusnya pro aktif dulu untuk kejelasan dan batasan peraturan, bukannya 'keukeuh' dengan keputusan / pendapat yang belum tentu benar karena didasarkan atas pemahaman sepihak saja.

Peraturan dibuat tentu dengan tujuan yang baik dan dalam menjalankan peraturan tersebut, logika berpikir dan mengambil keputusan mutlak diperlukan juga sehingga tidak menimbulkan kesalahan pemahaman tersebut di kemudian hari.

Dari kasus mainan impor ini, dapat kita lihat beberapa hal, yaitu:

  1. SNI harus diurus oleh Badan Usaha, baik badan usaha selaku produsen maupun selaku importir, bukan orang perorangan.  Dalam hal ini, meminta biaya 7 juta hingga 8 juta rupiah kepada pemilik barang dengan tujuan pengurusan SNI kelihatannya tidak tepat.
  2. Harus diperjelas mengenai mainan yang termasuk untuk di bawah 14 tahun yang memerlukan SNI.  Pemahaman mainan yang berbahaya dan tidak berbahaya bagi anak juga sangat diperlukan bagi staf bea cukai terkait mainan yang diimpor oleh perorangan yang belum ber-SNI.
  3. Sosialisi peraturan intra dan antar dinas perlu lebih ditingkatkan lagi sehingga tidak menimbulkan kesalahan tafsir atas peraturan yang dibuat dan saling lempar tanggung jawab antar dinas terkait peraturan yang sudah berjalan.  Dalam kejadian ini pihak bea cukai mengatakan hanya mengatakan menjalankan perintah dari Kemenperin.  Hingga saat berita ini ditulis, penulis belum mendapatkan tanggapan dari pihak Kemenperin.

Semoga dengan kasus ini, para pihak bisa mengambil pelajaran berharga sehingga tidak terjadi kasus-kasus yang serupa di waktu yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun