Industri perfilman Indonesia sempat mengalami kondisi naik turun terutama pada tahun 1900-an, namun sejak memasuki tahun 2000-an, perfilman Indonesia menanjak perlahan-lahan semenjak munculnya film Petualangan Sherina, Jelangkung dan Ada Apa Dengan Cinta?. Ketiga film menjadi awal munculnya harapan bagi film-film di Indonesia untuk tahun yang akan mendatang. Setelah itu, munculah film horor hingga film action yang garap semakin serius hingga saat ini. Namun, bagaimanakah kondisi perfilman Indonesia sekarang? Â
Saat ini, perfilman di Indonesia sudah berkembang secara kasat mata. Film Indonesia selalu masuk dan merajai banyak bioskop di hampir seluruh kota, bahkan dalam waktu satu minggu bisa tebus lebih dari 500 ribu sampai 1 juta penonton. Selanjutnya, semakin banyak genre-genre yang digarap oleh produksi film, tak lagi hanya horor tapi juga yang menginspiratif, mengedukasi dan fiksi. Akibat dari banyaknya film Indonesia yang bagus, muncul banyak aktris dan aktor yang berbakat yang bahkan bisa bergabung di film Hollywood, seperti Joe Taslim. Tak hanya aktornya, film Indonesia bertema action dan horor, Gundala dan Pengabdi Setan yang disutradarai oleh Joko Anwar, tayang di berbagai mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Thailand, Taiwan dan Spanyol dan dilihat oleh distributor asal Amerika dan Eropa. Bagaimana, keren bukan perfilman Indonesia sekarang?
Walaupun film Indonesia masih belum bergerak di film animasi, tetapi film bertemakan dokumenter juga cukup terkenal, salah satunya yaitu Habibie & Ainun. Film ini juga cukup terkenal secara lokal hingga dibuatkan 3 seri yang menceritakan tentang kisah hidup dan cinta Presiden ke-3 Indonesia, B.J. Habibie dan istrinya Ainun. Film ini laris manis di hampir semua kalangan karena ceritanya yang seru dan menyentuh.
Ditambah lagi, untuk memantapkan isi dari film, terkadang banyak novel-novel yang diangkat menjadi sebuah film dan tentu saja diakui oleh publik karena pemilihan tokoh dan alur cerita yang sesuai dengan isi novel, contohnya ialah seperti Laskar Pelangi, 5 Cm, Dilan 1990, Dilan 1991 dan Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini. Film-film tersebut tentu mengundang banyak perhatian karena banyak pecinta novel yang antusias karena novel yang dibaca akan diangkat menjadi sebuah film. Pengangkatan film berdasarkan novel merupakan salah satu ide kreatif di industri perfilman karena bisa mewujudkan situasi secara nyata dari yang tadinya hanya berupa tulisan, namun sekarang bisa dirasakan lewat gambar dan audio.
Melihat dari uraian diatas, mengungkapkan bahwa di masa sekarang, industri perfilman Indonesia sudah sangat maju, bahkan secara produksi dan visual yang sudah sangat mendukung film tersebut sehingga film-film tersebut bisa diakui secara global. Terlebih sekarang kita punya produser, sutradara dan penulis yang berbakat untuk membawakan film yang sesuai dengan ekspektasi khalayak. Kemajuan ekonomi kreatif di industri perfilman sudah sangat membantu Indonesia untuk dikenal secara luas ke mancanegara, tak hanya itu, kelarisan film yang tayang di bioskop juga menguntungkan bagi negara karena adanya perkembangan dan kemajuan dari salah satu sektor dalam ekonomi kreatif ini.
Bioskop online ini sudah menayangkan film Story of Kale dengan total penonton lebih dari 100 ribu dalam waktu 5 hari. Ini merupakan rekor yang patut diacungi jempol karena di masa pandemi yang semua serba online, antusiasme khalayak sebagai penonton tidak melemah. Maka dari itu, adanya kendala seperti ini menjadi sebuah tantangan dalam industri perfilman Indonesia untuk bisa melakukan plan B jika adanya kesulitan untuk membuat film, tapi siapa sangka virus yang datang secara tiba-tiba mempengaruhi kinerja semua sektor, termasuk perfilman. Namun, bisa dilihat bahwa tantangan ini bisa dilalui dengan adanya inovasi dan kreatifitas dari masyarakat untuk tetap bisa menjaga reputasi dan kelarisan film. Bukan berarti saat pandemi seperti ini, perkembangan industri film Indonesia menurun, tetapi ini sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi.
Oleh : Anastasia Nessa Widiasti, Marvell Viona Gabrielle, Yemima Anugrah Lestari.
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H