Mohon tunggu...
Politik

Masih Adakah Kebhinnekaan?

25 November 2016   22:18 Diperbarui: 25 November 2016   23:08 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah cukup bosan mendengar kata "Demo", namun yang satu ini cukup menggemparkan. Di tengah tenangnya suasana setelah demo besar 4 November 2016, nampaknya ada golongan tertentu yang merasa kepanasan di tengah dinginnya suasana politik bangsa ini. Isu-isu terus berhembus dan silih berganti mengiringi proses hukum yang sedang dijalani oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Setelah ramai isu Rush Money untuk 25 November ini (yang jelas tidak terbukti), sedikit-sedikit masyarakat mulai menyadari bahwa kasus Ahok ini hanya digunakan sebagai batu loncatan menuju kepentingan lain: jatuhnya pemerintahan Joko Widodo. Jelas saja, menarik uang hingga ekonomi ambruk tidak ada sangkut pautnya dengan Ahok nanti, namun pemerintahan inilah yang akan dijadikan tumbal ambruknya ekonomi.

Namun, rasanya itu sudah basi. Masyarakat juga tidak terlalu terpengaruh dengan ajakan Rush Money. Lalu, bagaimana dengan ajakan Aksi Bela Islam Jilid III tanggal 2 Desember 2016 nanti? Kabar akan menjurus pada makar sudah didengar oleh pemerintah RI. Negara melalui intelijen-intelijennya sedang giat mencari informasi sedalam-dalamnya untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi nantinya. Demo 2 Desember dianggap bisa membahayakan kondisi bangsa dan negara apabila berakhir ricuh seperti demo 4 November lalu. Bagaimana tidak? Mereka akan berdemo menutup ruas jalan protokol ibu kota. 

Meski dasarnya kepentingan politis, warga yang tidak tahu apa-apa berpotensi untuk terpecah belah. Mereka hanya tahu permasalahaan ini murni permasalahaan agama, dan tidak memahami unsur politis di dalamnya. Maka hal ini akan memicu kembali primordialisme yang dulu pernah ada. Padahal, belakangan sebelum munculnya kasus ini, bisa dikatakan masyarakat tidak mudah terpancing dengan isu primordialisme. Perlahan, pemimpin-pemimpin yang menjadi aktor di balik ramainya permasalahan ini bisa jadi tertawa jika keinginannya tercapai, sedangkan masyarakatnya sibuk dengan urusan antar agama dan etnis sehingga tidak peduli dengan pemerintahan. Kebhinekaan yang selama ini dibangun bisa lenyap begitu saja, hanya karena ulah segelintir orang. 

Hebatnya, Presiden Joko Widodo punya gaya politis khas, seperti layaknya orang Jawa. Datang dengan damai, mengadakan pertemuan/konsolidasi politik dengan banyak sekali tokoh melalui makan siang, namun di balik badannya Ia membawa 'keris' yang siap memberantas apapun yang menghilangkan esensi kebhinekaan di NKRI. Sehingga dengan perlahan, langkah ke depan untuk menjaga kebhinekaan itu lebih tertata dan pasti. Tokoh-tokoh yang tak diundang berkonsolidasi oleh Presiden bahkan disinyalir menjadi aktor di balik apa yang terjadi saat ini. Tapi siapa yang tahu? Sebagai rakyat kita hanya dapat mengawal.

Pertanyaannya, masihkah ada kebhinekaan dalam kehidupan kita? Bagaimana mempertahankannya?

Semua dimulai dari diri sendiri. Berita-berita yang menyebarkan kebencian tanpa satupun fakta yang terbukti kian menyesatkan kaum muda. Akan percuma jika jajaran TNI-Polri berusaha mempertahankan kebhinekaan jika masyarakat sendiri mudah terpancing dengan isu yang berkembang. Memang, mayoritas dari mereka yang terpancing adalah mereka yang mengenyam pendidikan rendah. Namun, banyak juga orang berpendidikan layak yang terjerumus, bahkan ikut menjadi provokator. Semua itu adalah pilihan. Sebuah pepatah dari guru saya: Tidak ada kawan atau lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Sekalipun itu dapat memecah belah bangsa, orang-orang tertentu dapat menggunakan kekuatannya untuk menggapai kepentingannya. 

Semoga masih ada dorongan dari diri Anda masing-masing untuk ber-Bhinneka. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun