Mohon tunggu...
maruto asmoro
maruto asmoro Mohon Tunggu... -

pelaut

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Belum Melakukan Pembersihan

14 Februari 2015   14:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:12 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi Belum Melakukan Pembersihan

Guru saya mengajarkan bahwa harmonis adalah bekal untuk sehat dan bahagia. Kalau pikiran dan anggota tubuh kita harmonis, kita sehat. Kalau pikiran dan tubuh kita tidak harmonis, kita sakit. Kalau di keluarga, di rumah tangga, tidak harmonis, rumah tangga itu “sakit”. Kalau karyawan di kantor tidak harmonis, kantor itu “sakit”. Parah tidaknya rasa sakit, bergantung kepada seberapa parah ketidakharmonisannya.

Indonesia sedang sakit

Masyarakat Indonesia, bangsa ini, saat ini tidak harmonis.Yang di atas dan di bawah sama saja. Pada bangsa yang tidak harmonis, negeri ini sedang “sakit”. Untuk menjadi sembuh harus menghilangkan penyebabnya.Penyebab utama diawali dari ketidakharmonisan ini. Kalau terus menerus, menuju kematian.

Pemimpin kita Jokowi. Pada dua kali kepemimpinannya, di Solo dan di DKI Jakarta, beliau melakukan pembersihan dulu. Pembersihan fisik kota dan birokrasinya. Itu usaha untuk memperoleh suasana yang harmonis, untuk menuju sehat dan bahagia.

Konflik KPK dan Polri, salah satu saja dari ketidakharmonisan. Saat ini, banyak orang tidak sabar menunggu keputusan Jokowi untuk mengangkat atau membatalkan BG sebagai Kapolri. Padahal Jokowi ini sedang mengamati penyebab, siapa yang membikin gaduh, yang membuat bangsa ini tidak harmonis. Yang perlu di “bersih” kan.

Jokowi, posisinya tinggi, horizonnya jauh, jangkauannya luas, jadi yang terlihat banyak. Dari penglihatan beliau ternyata yang perlu dibersihkan banyak. Banyak sekali, yang membuat bangsa ini tidak harmonis,yang besar-besar sudah kelihatan.

Jangkauan horizon bergantung kepada tingginya posisi. Saya sebagai rakyat, posisi saya rendah. Horizon saya dekat. Jadi yang saya lihatjuga dekat saja dan yang besar saja.

Menurut “penglihatan” saya, sesuai horizon saya yang perlu diberihkan ada di dua tempat. Pertama, yang berada di birokrasinya. Kedua, yang di luar birokrasi. Untuk birokrasi yang di bawahnya, Jokowi tidak banyak kesulitan, karena punya hak prerogratif. Tetapi yang kedua, di luar wewenangnya, itu Jokowi perlu bantuan pihak lain. Karena seperti yang saya sampaikan di atas bahwa posisinya tinggi, horizonnya jauh, jangkauannya luas, pembuat gaduh banyak, maka beliau hati-hati dalam melakukan pembersihan, untuk membuat negeri ini harmonis.

Partai ora kuwat drajat

Yang saya lihat, pembuat gaduh yang di luar jangkauan Jokowi justru mereka yang pada awalnya dekat sekali, dari personal partai pengusungnya. Sebagian personal pembuat gaduh ini kecewa karena mereka merasa sangat berkeringat, ikut kesana kemari dalam berjuang untuk mencapai posisi presiden, setelah berhasil ternyata tidak diberi tempat yang layak. Ya karena mereka memang tidak ada “istimewa”nya. Mereka tidak legowo. Akhirnya kecewa. Karena kekecewaan inilah kemudian menciptakan kegaduhan ini.

Kita semua mengenal yang disebut Wali. Wali, seorang pemuka agama yang suci. Dalam kehidupan sehari-hari ada wali murid, wali klas, wali nikah, wali kota.

Terhadap mereka, si pembuat gaduh yang di luar jangkauannya, Jokowi tidak bisa langsung membersihkanpembuat gaduh ini. Mereka bukan anak buahnya. Saya ingat, ketika di kapal, kalau awak kapal melihat ada buruh pelabuhan di kapal yang kerjanya buruk, awak kapal tidak boleh menegur langsung kepada mereka. Dipanggil mandornya, supaya mandor menegur, mengatur anak buahnya. Demikian pula ini, si pembuat gaduh punya “wali”. Untuk itu Jokowi perlu mendekati wali-nya, wali si pembuat gaduh. Masalahnya apakah si wali juga ikut andil dalam membuat suasana ini menjadi tidak harmonis?Ini, Jokowi yang lebih tahu karena horizonnya jauh.Kalau ya, maka partai ini, saya menyebutnya ora kuwat drajat, artinya tidak mampu menyandang pangkat dan jabatan sebagai pemimpin. Sudah diberi kuasa tidak membuat negeri ini harmonis, damai, malah menjadi sumber penyakit. Mau menuju kematian? Silahkan!

Saya tunggu, saya lihat, Jokowi dalam melakukan pembersihan, demi keharmonisan.

Yang menunggu, yang ingin melihat, semoga dirinya harmonis, semoga semua hidup sehat dan bahagia. Amin.

Tangerang Selatan, 14-02-2015.

Salam dari Maruto Asmoro.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun